Suara guntur yang mengiringi hujan deras telah membuat Stanley terbangun dengan keterkejutan. Butuh beberapa detik untuk mengumpulkan kesadarannya. Kenyataan bahwa saat ini dia sedang tidur dikamar istrinya yang lain.
Rupanya tak hanya dirinya yang kaget. Perempuan disampingnya pun tengah terbangun karena hal yang sama. Diantara suara derasnya hujan, telinganya menangkap suara tangis bayi dari kamar sebelah.
"Sayang, anak kita nangis. Kamu tengokin bentar deh."
"Ada suster. Lagian, aku masih kangen sama kamu."
Stanley tersenyum seraya merapatkan tubuh istri keduanya itu pada dadanya. Mendekapnya erat untuk memberikan rasa nyaman.
Seperti halnya Renata, Cinta pun sungguh menikmati berada disana. Merasakan aroma tubuhnya, mendengar detak jantungnya, juga kehangatan pelukannya.
Mendadak dia teringat Renata. Perempuan itu begitu takut dengan suara guntur. Dan saat ini, dia sedang sendirian dirumah.
"Jam berapa sekarang?"
"Kenapa?"
"Aku harus pulang."
"Ini juga rumah kamu. Aku juga istri kamu. Kenapa kamu mesti menyebut kata pulang?!"
Jika omongan Cinta dibantah, maka akan serupa diskusi tanpa solusi. Panjang dan bertele-tele. Untuk itu, Stanley memilih diam.
"Seandainya, kamu mengenalku lebih dulu, lalu menikah denganku, setelah itu kamu ketemu Renata, apa kamu juga akan jatuh cinta padanya?"
"Apa aku harus menjawab pertanyaan itu?"
"Harus. Karena aku ingin mendengarnya."
"Ya. Aku akan menikahi Renata. Karena bisa dipastikan, aku juga akan jatuh cinta padanya. Aku tidak ingin berbohong,....aku mencintai kalian berdua."
"Jawaban jujurmu membuatku sakit..... Mungkin seperti ini sakit yang dirasakan Renata. Atau bisa jadi lebih parah. Karena dia benar-benar mengalaminya."
Tanpa diduga oleh Cinta, Stanley melepaskan dekapannya. "Kadang aku ngerasa lelah dengan semua ini. Benar-benar lelah sampe aku ingin menyerah."
Cinta membalik tubuhnya, lalu duduk bersila. Membiarkan dadanya terbuka, sebab keduanya memang tanpa busana.
"Menyerah?! Bisakah aku mengartikan kata menyerah itu dengan kenyataan bahwa kau akan meninggalkan aku, untuk bisa kembali pada Renata?"
"Salah! Yang aku maksud menyerah itu, MATI!!" dia turun dari tempat tidur. Dengan terburu, memungut semua pakaiannya yang berserakan diatas lantai, untuk segera dia kenakan kembali.
"Stanley, tunggu!"
Cinta menarik tangan Stanley, tapi dengan cepat Stanley menepisnya. Dia belum selesai berpakain.
"Apa maksudmu?"
"Cinta, dengar!" wajahnya begitu serius. "Mau sampe kapan kamu begini terus? Kapan kamu sadar bahwa kamulah pihak ketiga itu? Sebenarnya aku tidak ingin membahas ini, tapi kalo sikap kamu begini terus, aku tidak tahan. Kamu seolah beranggapan bahwa Renata lah penghalang diantara kita. Berhenti bersikap seperti ini! Berkali-kali aku bilang, jangan sebut nama dia ketika kita sedang bersama! Dari awal kita ketemu sampe kejadian seperti ini, aku tak pernah berbohong didepanmu dengan menjelek-jelekan Renata. Karna aku memang menyayangi kalian."
Stanley pergi tanpa memberikan kesempatan pada Cinta untuk melakukan pembelaan.
Hujan masih begitu derasnya ketika airmata Cinta meluncur menyamai keadaan dilangit sana.
"Ini salahku! Seharusnya aku lebih tau diri, karna akulah tokoh jahatnya. Ini benar-benar salahku!" runtuknya diantara tangis yang begitu dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
STANLEY CINTA RENATA
Romance"Jika ada yang kedua, maka lupakan yang pertama" Meninggalkan Renata. Seharusnya, itu yang dilakukan Stanley, ketika dia terjebak cinta terlarang dengan perempuan lain. Nyatanya, dia justru menempatkan Renata pada kenyataan berbagi suami.