Senin, 13 Januari 2003
Bola mata abu-abu yang tajam itu adalah hal pertama yang aku lihat darinya. Mata itu seakan-akan menghipnotisku dari tempat dudukku untuk mendekat ke arahnya yang sedang berada di depan kelas didampingi bu Elisa. Tapi aku hanya bisa membuang muka ke arah lain.
'Sial, dia sedang menatapku. Matilah aku!'
Aku akan bilang begitu kalau aku yang sekarang ada disana, tapi aku yang di masa lalu berbeda dengan aku yang sekarang. Dulu aku hanya bisa menundukkan kepalaku takut untuk melihat ke depan, bahkan untuk sekedar ke toilet pun aku harus menunggu keadaan benar-benar sepi. Kalian pasti bingung kan? Ya aku juga.
Disana, seorang perempuan berparas kearab-araban disertai pipi chubby, rambut coklat tua yang digerai dengan hiasan bando merah muda sedang menatapku dengan seringaian khas dirinya khusus kepadaku. Pada detik itu aku sudah tahu apa yang akan terjadi nanti setelah seringaiannya hilang.
Satu
Dua
Tiga
"Aww! Sakit..." rintihnya dengan muka seperti menahan sakit.
"Ada apa Via?" tanya bu Elisa yang menatapnya dengan pandangan khawatir.
"Luka yang kemarin masih terasa sakitnya, bu"
"Kalau begitu ayo sekarang kita ke UKS" seru bu Elisa yang sedang mengarah ke tempat duduk Olivia.
Bu Elisa kini memapah Olivia untuk dibawa ke UKS. Sedangkan Olivia sempat menoleh ke arahku untuk mengedipkan sebelah matanya dan sedikit seringaiannya. Kuhela nafasku untuk pertunjukan yang sebenarnya.
"Kamu sih dorong-dorong Via sampai jatuh! Kan kasihan dia"
"Iya tuh! Kamu kok jahat banget sih!"
"Mamanya mama tiri sih, makanya jadi jahat!"
"Dasar anak jahat!"
"Anak jahat! Anak jahat! Anak jahat!"
Ya, seruan-seruan itulah yang sering ku dengar setiap hari dan setiap waktu. Awalnya hanya beberapa yang mengolokku seperti itu, tapi makin lama makin banyak pula yang ikut-ikutan. Aku tahu semakin aku menangis, semakin menjadi juga mereka mengolokku. Tapi, aku bisa apa? walaupun sudah kutahan, air mata ini selalu bisa lolos terus menerus sampai ada menghentikan.
Tapi hari itu, orang yang biasa menghentikan kejadian itu sedang tidak ada. Kebetulan yang sangat merugikanku. Kini mereka mulai melempariku dengan berbagai macam sampah kertas bahkan ada bungkus plastik yang dilempar ke arahku.
Brakk
Seketika, semuanya berhenti setelah terdengar bunyi dentuman kayu yang dipukul ke atas meja sehingga menimbulkan suara yang sangat keras dan menggema ke segala arah ruangan kelas. Yang tadinya akan melempariku dengan kertas bungkus permen, langsung terdiam. Pokoknya semuanya langsung diam dan memandang ke arah suara.
'Apa dia sudah kembali?'
Tidak. Itu bukan dia. Tapi, seorang laki-laki dengan manik mata abu-abu yang berdiri bersama bu Elisa di depan kelas tadi. Dia memegang gagang sapu dengan wajah datarnya yang membuatku sedikit takut. Sekarang dia berjalan ke arahku, bukan tapi ke arah depan mejaku yang saat itu masih kosong karena tidak ada yang mau duduk di depanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD
Teen FictionDisaat semua orang tak ada yang melihatku, dia memandangku dari sudut matanya Disaat semua orang berjalan melewati diriku, dia berhenti dihadapanku Disaat semua orang berwajah datar padaku, dia memasang senyum kecil khas dirinya Disaat semua orang t...