Stanley kembali ke rumah dan mendapati Renata sedang duduk di sofa ruang tengah, dengan TV yang menyala.
Perlahan dia duduk disebelah Renata, tanpa berani bicara.
Terkurung dalam kebisuan selama lebih dari setengah jam, akhirnya Renata membuka mulut.
"Kali ini aku serius,....kalo aku tidak bisa memilikimu utuh, tanpa harus berbagi, aku lebih rela melepaskanmu! Aku sudah muak hidup begini. Pura-pura bahagia...... Surga yang kamu janjikan, itu palsu! Karna yang aku rasakan, aku hidup dalam neraka!" dia berkata dengan kedua mata menatap layar TV.Hanya tarikan nafas Stanley yang terdengar. Tak ada keberanian untuk menjawabnya.
Sebelum berdiri, Renata menyempatkan mematikan TV yang memang dia tonton, tanpa tahu acaranya. Tas yang ada disebelahnya, tak lupa dia sertakan. Wajahnya terangkat ketika melewati Stanley yang masih duduk.
Sambil berjalan dia berkata, "kamu bisa pergi ketempat perempuan itu, karna malam ini aku sangat tidak ingin melihat wajahmu. Aku akan anggap sebagai latihan, agar terbiasa lagi tidur sendiri."
Lagi-lagi Stanley hanya bisa menelan ludahnya, tanpa sanggup berkata-kata. Entah cara apa yang harus dia pakai untuk menenangkan Renata. Dia sendiri sudah sangat ketakuatan. Karena sepertinya, ancaman Renata kali ini bukan sekedar gertak sambal belaka.
💖💖💖💖💖
Berbeda dengan efek keributan ketika pertama kali dia mengaku bahwa ada perempuan kedua, kali lebih parah. Kalau dulu, meskipun mendiamkan Stanley selama hampir seminggu, Renata masih terlihat beraktifitas. Menyiapkan makan, mencuci, membersihkan rumah, semua masih dikerjakan, termasuk memilihkan baju kerja, hanya saja, tanpa suara itu semua dilakukan.
Sekarang ini, Renata tak beranjak dari ranjangnya kecuali untuk ke kamar mandi dan mengambil air minum. Selepas itu, dia akan kembali terbaring. Tanpa makan! Itu terjadi sejak semalam. Bukan bentuk penyiksaan diri, tapi memang dia merasa badannya lemas dan tak ada nafsu untuk makan.
"Seharian kamu tiduran seperti itu? Kamu belum makan?" pertanyaannya terlontar karena sejak dia berangkat ke kantor, bahkan setelah pulang, dia masih mendapati istrinya dalam posisi yang sama.
Dapur dan meja makan bersih, seperti tak ada aktifitas apapun seharian tadi.
Renata makin menarik selimutnya, dia begitu muaknya mendengar suara Stanley.
"Re, kamu boleh menghukum aku, tapi ga boleh menyiksa diri kayak gini," dia sendiri belum punya keberanian untuk melihat wajah istrinya, hanya mampu berdiri di balik punggung Renata. Kembali dia menghela nafas, disusul langkah kaki menuju pintu.
Selang beberapa saat setelah pintu kamar ditutup, terdengar oleh Renata, suara mobil keluar pagar.
Hampir satu jam, dan Renata masih juga di posisi yang sama, Stanley kembali datang. Tidak dalam keadaan tangan kosong, melainkan membawa nampan berisi sepiring nasi dan semangkok soto daging. Tak ketinggalan krupuk dan segelas teh hangat.
Diletakannya nampan itu di atas nakas, persis di samping Renata yang terbaring miring.
Aroma soto menerobos hidungnya, membuat perutnya yang sedari tadi bergemuruh menjadi mual.
"Makan, Re! Please!" dia tinggalkan makanan itu di sana, lalu menuju kamar mandi.
Selalu begini kalau Renata telat makan. Asam lambungnya naik sehingga begitu mual dia rasa tiap melihat makanan.
Hanya sebentar Stanley di kamar mandi. Sekedar mencuci muka. Dan ketika kembali, dia masih juga melihat istrinya tak merubah posisi. "Kalo kamu ga makan, aku akan bawa kamu kerumah sakit." ancaman itu keluar karen rasa kekhawatiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
STANLEY CINTA RENATA
Romance"Jika ada yang kedua, maka lupakan yang pertama" Meninggalkan Renata. Seharusnya, itu yang dilakukan Stanley, ketika dia terjebak cinta terlarang dengan perempuan lain. Nyatanya, dia justru menempatkan Renata pada kenyataan berbagi suami.