"Gua akan berubah." Ucap Richie ditelinga Anita, lebih seperti bisikan.
Anita tak menjawab, ia terus mendekap Richie erat.
"Bantu gua, Nit."
"Lu bisa, Rich, gua yakin."
Richie memeluk Anita semakin erat seakan tak ingin melepasnya, Anita pun begitu, ia tak berniat melepas pelukan ini.
Bahkan jika bisa, jangan pernah lepaskan dekapan ini. Aku ingin selamanya begini, selamanya disisimu, bahkan jika detik ini ajalku tiba, setidaknya kau telah memelukku.
~~~~~~
"Lu dimana, Rich? Jadi kerumah gua?"
"Iya, nanti masih pagi, lu kesini aja."
"Kemana?"
"Nanti gua share location, kesini, ya, temenin gua."
"Oke." Anita mengangkat ibu jarinya, konyol, padahal ia tahu Richie tak mungkin bisa melihatnya lewat via suara.
"Arrivederci!*"
"Iya, udah cepet tutup telephonenya."
Richie memutuskan sambungan.
~~~~~~
"Dia beneran disini?" Anita menatap tempat dihadapannya sambil memegang ponselnya yang menampilkan lokasi Richie.
Anita berada disebuah tempat pemakaman umum, seperti yang Richie minta dia pergi ketempat ini untuk menemaninya. Kemarin, Richie berencana ingin berkunjung kerumah Anita, entah apa alasannya, Anita setuju saja, berhubung akhir pekan dan tidak ada kegiatan yang harus ia lakukan.
Meski bingung, Anita akhirnya berjalan masuk ke pemakaman, mungkin Richie sedang mengunjungi makam keluarganya, mengingat dia seorang yatim piatu.
Richie memang ada disana, baru beberapa langkah masuk, dari kejauhan mata Anita langsung menangkap sosok laki-laki tinggi memakai kemeja lengan panjang berwarna biru tua. Dia terlihat sedang berdiri sambil berdoa disalah satu makam.
Anita berjalan menghampirinya.
"Richie-"
"Ssstt.." Richie menaruh jari telunjuk dibibirnya kemudian kembali menunduk berdoa.
Anita mendekap mulutnya sendiri dengan tangannya, kemudian dia ikut menunduk dan berdoa bersama Richie.
Matahari mulai meninggi, Richie dan Anita masih berdiri berdampingan dan berdoa bersama. Mereka berdoa didepan sebuah makam dengan nisan yang sudah berlumut.
Hadianto Putra
Lahir: 9 Mei 1940
Wafat: 20 Juli 1962 Pukul 7:30 WIB
Makam itu adalah makam yang kurang lebih ke-14 mereka doakan. Entah siapa yang Anita doakan, ia hanya mengikuti apa yang Richie lakukan. Berdiri disalah satu makam, menunduk dan berdoa kira-kira lima menit, kemudian berpindah ke makam lain dan begitu seterusnya.
Richie mengusap kedua belah tangannya kewajahnya. "Nit, duduk disitu dulu, ayo."
Anita menoleh kearahnya. "Eh, udah? Yaudah ayo."
Richie membawa Anita kebawah sebuah pohon, mereka kemudian duduk dibawahnya.
Richie menghembuskan nafasnya, "Sorry, Nit, lama."
"Iya, gapapa." Anita tersenyum tipis, "Hmm, Rich, gua mau nanya tapi gak usah diijawab juga gapapa, kok."
"Nanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot and Cold Richie (revisi)
Teen FictionAda kehangatan yang terselubung dibalik tebalnya bongkahan es. Dia sendirian, dia kesepian, mencoba bertahan dalam diam. Dia rapuh, mencoba sembuh tanpa penawar. Cinta datang, cinta menolong, cintalah sang tabib penyembuh, cintalah penawarnya.