Jika Senja Sudah Datang

1.1K 147 35
                                    

Aku melirik jam tanganku. Jam 5.00
Belum terlalu terlambat untuk pergi ke tempat itu.

"Pulang jam 5 lagi?" tanya seorang temanku. "Main lagi lahh sampe maghrib kaya dulu."

"Gak bisa. Ada sesuatu yang harus aku urus. Maaf ya," kataku kemudian bergegas melangkah pergi.

"Tentang cewek yang di taman itu?" tanya temanku yang lain.

"Bukan urusanmu," kemudian aku pergi meninggalkan gerombolanku.

Menuju taman. Tempatku berada jika sudah sore hari. Ketika matahari mulai menampakkan sinar oranyenya.

Sebelum itu, aku mampir ke toko es krim untuk membeli es krim cokelat untuknya.

**

Aku melihatnya duduk di salah satu bangku taman. Dinaungi pohon besar yang rindang. Menatap anak-anak balita yang tengah bermain perosotan dan ayunan di sekitarnya.

Ia tidak menoleh ke arahku. Ia bahkan tak menyadari kedatanganku. Ia tak peduli aku hadir atau tidak.

Selalu seperti itu.

Singkat kata, aku tidak pernah diharapkannya ada di sampingnya.

Ia tak pernah mengharapkanku untuk menemaninya. Ia bahkan terkadang tidak menjawab pertanyaanku. Bahkan yang aku tahu tentang gadis itu hanyalah makanan kesukaannya, es krim cokelat.

Namun aku tetap datang berulang kali. Menemaninya. Menatapnya. Menikmati wajahnya. Menikmati rambut gelombangnya yang disentuh angin.

"Hei," sapaku sambil tersenyum lebar. Berharap ia memberi senyuman kepadaku atau setidaknya menoleh ke arahku.

Sayangnya, ia tetap diam. Tidak apa. Aku sudah biasa diperlakukan seperti ini.

Perlahan, kusodorkan es krim cokelat kepadanya. Ini sudah dua kali aku memberikannya es krim.

Ia menoleh, "Tidak perlu repot-repot," suaranya terkesan dingin, terkesan tidak peduli.

Namun aku tetap mencoba, "Aku tau kamu suka es krim cokelat,"

Gadis itu mengambilnya.
"Hmm.. Enak. Makasih,"

Aku tersenyum, berusaha mencari topik pembicaraan.

Akan tetapi, saat aku ingin membuka mulut untuk mengajaknya mengobrol (ini sudah yang kesekian kalinya) , ia memotongnya.

"Tidak perlu repot-repot mencari pembicaraan untukku. Tidak perlu repot membeli es krim cokelat. Tidak perlu repot mendatangiku," katanya pelan. Aku berusaha memotongnya. Berkata bahwa aku memang ingin menemaninya. Bahwa aku memiliki perasaan untuknya.

Aku menyayanginya walaupun diabaikan olehnya.

"Aku tidak mau menyakiti hatimu. Aku tidak bisa memberikan apa-apa," ucap gadis itu. "Karena pada akhirnya aku juga akan pergi,"

Oh, dia sudah mengatakan itu berkali-kali. Setiap aku mengunjunginya.

"Kapan kamu akan pergi?" tanyaku. Aku sudah tahu jawabannya. Karena aku sudah menanyakannya untuk yang kesekian kalinya.

"Aku akan pergi jika--"

Kupotong kata-katanya, "Bisakah kau melupakan sesuatu tentang senja?"

"Aku akan pergi jika senja datang," gadis itu menyelesaikan kalimatnya. "Tidak, aku hanya menunggu senja."

"Tidak bisakah kau berhenti menunggu senja? Keindahannya hanya semu. Sementara. Senja akan lenyap dan menghilang. Lalu besoknya kau akan menunggu lagi?"

"Aku akan selalu menunggu senja," ucap gadis itu pelan. "Menikmati setiap saat bersamanya. Meskipun aku tahu, semuanya sementara. Semuanya semu. Meskipun aku sadar aku akan tersakiti karena ditinggalkannya. Karena dia lebih memilih tenggelam dan lenyap,"

Dia terus berbicara.

"Besoknya ia akan datang lagi. Karena itu aku selalu menunggunya,"

"Kemudian ia meninggalkanmu lagi?" tanyaku sambil menatap matanya.

Namun ia tetap menatapku dengan tegas, "Aku akan selalu menunggunya. Meskipun semua hanya sementara. Karena aku hanya ingin menikmati saat-saat bersamanya,"

Aku terdiam.

Di hadapan kami, matahari mulai terbenam. Langit mulai berwarna merah dan jingga.

Gadis itu beranjak dari tempat duduknya.

Aku berusaha menahannya, seperti yang biasa aku lakukan. "Jangan pergi. Aku... Aku bisa memberikanmu yang lebih baik daripada yang senja lakukan kepadamu. Senja hanya memberikanmu keindahan sesaat, kemudian meninggalkanmu. Aku tidak akan meninggalkanmu,"

Gadis itu tersenyum tipis, "Tapi aku akan pergi, jika senja datang."

Kemudian gadis itu berlalu.

Aku gagal mempertahankannya untuk yang kesekian kalinya. Ia lebih memilih senja. Ia lebih memilih mengejar ketidakpastian.

Karena aku hanyalah matahari siang hari yang sinarnya tak seindah matahari saat senja hari.

Karena aku hanyalah langit siang hari yang warnanya tak seindah langit senja hari.

Karena, aku tak pernah bisa mempertahankannya.

Karena ia memang lebih memilih senja.

Detik ini, aku resmi menyerah. Meskipun aku akan menjadi rumah untuk pulang baginya.

Jika senja tiba-tiba tidak mengharapkannya.

**
Hai! Jadi ini tuh sebenernya ceritanya random abis dan ini tuh seluruh cerita maknanya 'kiasan'  maksudnya, ini kalian interpretasiin sendiri lah ini maksudnya apa. Aku bakal nulis interpretasiku sendiri disini tapi sebelumnya kalian interpretasiin sendiri dulu ya hehe!!

Luvs❤️
-Shafira Indika (oldmixtape)

[1/1] Jika Senja Sudah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang