Arka kaget bukan main saat membaca pesan LINE dari Alena yang mengatakan bahwa dirinya jatuh pagi tadi, saat baru saja menginjakkan kaki di koridor utama sekolah. Makanya tanpa menunggu lama lagi, Arka langsung izin ke toilet pada Bu Dewi yang sedang serius mengajar di dalam kelas.
Tujuan Arka memang bukan ke toilet, melainkan ke lantai dua, tempat di mana kelas Alena berada. Arka diam-diam mengintip ke dalam kelas tersebut, sedang ada guru yang mengajar. Alena pun juga sedang sibuk mencatat apa yang sedang gurunya jelaskan. Tidak mungkin ia main masuk saja dan mengganggu kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas.
Arka menghela napas, lebih baik memberi tahu Alena dengan mengirim sebuah pesan.
Arka: gue di depan kelas lo
Ponsel Arka bergetar, Alena langsung membalas pesannya saat itu juga. Ia melihat ke dalam, Alena memang sedang menatap ke arahnya dengan pandangan bertanya-tanya.
Alena: lo ngapain di depan???
Arka: kaki lo masih sakit gak?
Alena: masih
Alena: dikitArka: udah minum obat penghilang rasa sakit blm?
Alena: blm lah
Alena: gak kepikiranArka: oke
Arka tidak lagi melihat ke dalam kelas, ia langsung bergegas menuju kantin untuk membelikan obat penghilang rasa sakit untuk Alena. Ia benar-benar khawatir, takut terjadi apa-apa dengan Alena walau cewek itu mengatakan hanya jatuh biasa. Tidak parah sama sekali.
Tapi, kalau menurut Arka, yang namanya jatuh tetap saja jatuh. Pasti sakit. Biar gimanapun harus diobatin. Entah diurut, dibawa ke dokter, atau minum obat. Maklum, sifat protektif-nya selalu muncul kalau sudah menyangkut tentang Alena.
Sampai di kantin, Arka dengan segera membeli dua butir obat parasetamol di warung serba ada. Tidak sadar kalau gerak-geriknya diperhatikan oleh sepasang mata, yang kebetulan sedang menghabiskan jam kosongnya dengan nongkrong di kantin. Arka baru sadar saat orang tersebut sengaja berdeham dengan kencang.
Arka menoleh dan mendapati Raka sedang menatapnya dengan penuh kebencian dan ketidaksukaan bersama teman-temannya yang sedang sibuk main kartu. Arka meludah, kemudian membalas tatapan Raka dengan tanda permusuhan, sebelum akhirnya keluar dari pintu kantin.
Kalau beberapa menit yang lalu Arka mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kelas Alena karena takut mengganggu, kali ini justru kebalikannya, Arka memberanikan diri untuk masuk ke dalam setelah mengetuk pintu dua kali.
Semua murid di dalam kelas menoleh ke arah pintu, sesaat setelahnya terkejut karena Arka adalah orang yang baru saja masuk ke dalam kelas mereka. Begitu pula dengan Alena, ia tidak kalah terkejutnya dengan teman-teman sekelasnya.
"Maaf, Bu." Arka membuka suara, sambil maju beberapa langkah mendekat ke arah guru yang sedang mengajar. "Saya dapet kabar kalau Alena abis jatuh tadi pagi, makanya saya ke sini mau kasih dia obat biar rasa sakitnya hilang."
Guru tersebut langsung mengarahkan pandangannya kepada Alena, mulai khawatir. "Kamu jatuh?"
"Iya, Bu." Alena mengangguk.
Saat menangkap bahwa guru tersebut masih ingin bertanya lebih lanjut, Arka dengan cepat menghentikannya. "Jadi gimana, Bu, boleh kan?" tanyanya lagi.
"Oh boleh-boleh." Gurunya manggut-manggut. "Silahkan."
Arka menghela napas dengan lega, kemudian melangkah ke meja Alena setelah mengucapkan terima kasih kepada guru yang sudah memberikannya izin.
"Ini obat buat lo." Arka memberikan dua butir obat yang dibelinya tadi kepada Alena. "Diminum ya, takutnya lo kenapa-napa nanti."

KAMU SEDANG MEMBACA
wherever you may be | on going
Novela JuvenilAlena ingin terus sama-sama dengan Arka. Begitu pun sebaliknya. Hal yang paling ingin dilakukan Arka adalah dengan terus ada di manapun Alena berada. Juga, dimanapun Alena membutuhkannya. Namun, semua tidak berjalan sesuai keinginan. Banyak yang har...