Jalanan kota Jember ramai meskipun jam telah menunjukkan 19.30 WIB. Kota ini lama-lama akan menyerupai Jakarta saja. Jalanan mulai sempit, banyak pengendara sepeda motor dan kendaraan pribadi hilir mudik. Rumah tante Sofi berada tidak jauh dari pasar Rambipuji. Hanya sekitar seperempat jam menggunakan mobil. Lutfi dan Nada membawa satu buah kotak kue bronis besar buatan bunda mereka.
"Assalamualaikum. Tante ... tan...!" Nada berulangkali memanggil dari depan pintu gerbang.
"Tante ... tan....! Hallo... Assalamualaikum." Masih belum ada sahutan dari dalam.
"Wa'alaikumussalam. Eh ada tante Nada dan om Lutfi. Ayo masuk." Seorang wanita muda cantik dan modis keluar dari dalam rumah, dia sedang menggendong anak kecil berumur sekitar lima tahun.
"Tante lama banget ya keluarnya." Seru Nada. "Ah anak ini memang sangat cerewet" Lutfi berguman dalam hatinya.
"Kenapa tidak langsung masuk. Seperti rumah orang lain saja." Tante Sofi hanya tersenyum-senyum melihat tingkah ponakan ceweknya ini.
"Dirumah ada siapa tan?" Lutfi memperhatikan sekitar. Mobil dan sepeda motor di rumah itu lengkap.
"Hanya ada tante dan anak-anak. Om mu pergi ke luar kota tadi pagi. Ada pertemuan dokter semacam itu, tante kurang faham. Ayo masuk dulu diluar dingin." Ajak tante Sofi pada Lutfi dan Nada.
"Langsung pulang saja ya tan. Lutfi ada beberapa kerjaan belum selesai."
"Kak ... mampir dulu bentar. Minum dulu ya. Haus ini ...!" Nada menolak ajakan Lutfi yang bergegas ingin segera pulang. \
"Minum saja ya. Awas lama-lama. Kakak ada kerjaan beneran."
"Oky!" Nada segera berlari masuk menusul tantenya. Dia memang sudah lama sekali tidak berkunjung. Ada kesempatan kok malah cepat-cepat mau pulang.
"Rumah tante Sofi adem" batin Nada dalam hati. Ruangan tamunya luas dengan desaign yang menarik. Tante Sofi memang pintar memilih warna dan furniture. Ruang tamu menjadi sangat nyaman dan tidak terkesan berlebihan.
"Om ... main kuda-kudaan yuks!" Hakim merajuk dengan menarik ujung baju kemeja Lutfi.
"Ok! ... let's go!." Lutfi menggandeng tangan Hakim dan berlari keluar menuju halaman samping rumah. Keduanya lalu asyik bermain. Taman samping dari rumah dengan desaign minimalis itu memang luas. Ada banyak macam jenis tanaman disana. Tante Sofi dan suami memang hobi bercocok tanam. Beberapa sudut taman dipasangi lampu-lampu terang, nyaman dibuat tempat main untuk anak-anak meskipun di malam hari.
"Assalamualaikum." Ucapan salam terdengar dari arah luar.
"Nada, ada tamu ya. Mungkin guru lesnya si Hakim. Bukakan dulu ya. Tante buat minum sebentar."
"Siap." Jawab Nada bergegas menuju pintu.
"Wa'alaikumussalam." Nada membuka dan langsung kaget. Di depannya sedang berdiri perempuan yang taka sing baginya. Perempuan muda yang sebenarnya dikagumi secara diam-diam. Sering sekali dia dan teman-temannya membicarakan perempuan ini, tentang kepintarannya, keshalehaannya, dan tentu juga tentang kecantikannya. "Eh.. Kak Zahro ....!"
Perempuan dengan tinggi sekitar 160 cm itu juga tertegun sejenak. "Luw. Dik Nada kan??"
"Iya. Kakak kenal saya? Tahu nama saya?"
"Dik Nada yang kemarin ikut daftar anggota ICIS kan?"
"Iya kak ....!" Nada tersenyum lebar. "Kak Zahro ... guru lesnya Hakim?"
"Iya. Dik Nada ponakannya mbak Sofi?" Gadis bernama Zahro itupun balik bertanya. Sedikit penasaran melihat adik angkatannya berada di rumah salah satu murid lesnya.
"Iya. Tante Sofi itu tante saya kak." Nada menjawab sambil cengengesan. Keduanya pun tersenyum dan saling berjabat tangan.
Dari arah dalam, tante Sofi berteriak kencang.
"Masuk Dik Zahro. Hakimnya sudah menunggu."
Dua orang gadis beda usia dua tahun itu beriringan memasuki ruang tengah. Berjalan sambil bercakap-cakap. Tante Sofi telah menunggu disana. Dengan hidangan lima gelas teh hangat serta sepiring kue brownis yang tadi dibawa Nada.
"Wah ... malam ini sepertinya rumah ramai ya Mbak?" Sapa Zahro setelah bersalaman dengan tante Sofi.
"Iya. Kebetulan Nada dan Kakaknya berkunjung dik. Mari silahkan duduk tehnya diminum dulu, jangan lupa cicipin juga kue brownisnya. Ini buatan kakak saya."
"Iya Mbak. Terimakasih."
"Saya panggilkan Hakim dulu ya." Tante Sofi segera pergi ke halaman samping rumah. Disana, Lutfi sedang menemani Hakim bermain.
"Hakim ...." Tante Sofi memanggil dengan suara lembut. Seorang anak laki-laki berkulit putih yang berusia 5 tahun itu tak menghiraukan panggilan bundanya.
"Hakim ... Hayo tebak siapa yang datang?"
Anak kecil yang superaktif itupun menghentikan aktivitasnya. Matanya menatap sang bunda yang berdiri agak jauh.
"Ustadah Zahro ya Ma?"
Tante Sofik mengangguk. Dalam hitungan detik Hakim segera berlari meninggalkan Lutfi yang sedari tadi menemaninya.
Di ruang tamu Nada dan Zahro berbincang ria. Hingga mereka dikejutkan dengan kedatangan Hakim.
"Ustadah .... Jahro." Dia berteriak dengan suara cadelnya. Perempuan bernama Zahro itupun tersenyum dan berdiri menyambut kedatangan Hakim.
"Assalamualaikum Hakim." Jawab Zahro dan mengambil tangannya. Lutfi yang berjalan mengikuti Hakim merasa mengenal gadis ini. Jilbab panjang berwarna biru muda dengan motif bunga-bunga kecil itu pernah dilihatnya. Tapi dimana?
Ruang tamu itu mendadak ramai. Semuanya menikmati celoteh Hakim yang bercerita banyak hal pada Zahro dan Nada. Tante Sofi ikut menemani dan sesekali menggoda dan mencubit gemas pipi Hakim. Mereka belum menyadari kedatangan Lutfi. Lutfi terdiam memaku diri beberapa lama sebelum tante Sofi memanggilnya.
"Lutfi ... ngapain disitu. Ayo gabung!"
Lutfi merasa agak canggung, tapi dia tetap berjalan untuk duduk berama mereka.
Dua mata bertemu.
Lalu bak pesawat antariksa sedang memasuki atmosfer bumi, pandangan itu menjadi parasut yang menghasilkan jutaan gaya gesek udara, menghentikan putaran roda, stop seketika. Hening. Kecuali bunyi detak waktu jantung yang bergemuruh hebat dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari - kau bukan untukku!
Historical FictionDan akhirnya, burungpun kembali mengepakkan sayap. Mencari mimpi. Dalam malam. Suara rebana menggema, Lagu-lagu nashid mengalun merdu meramaikan suasana. Sepasang pengantin tengah duduk bersanding di atas pelaminan. Beberapa undangan pria dan wan...