12. Hurt

21.7K 1.6K 90
                                    

Ini tentang Nina. Aku juga nggak tau ini nulis apaan. Jadi ya, maaf kalau mengecewakan. Terima kasih ya kalian mau membaca sampai disini. Vote dan komentar kalian membuatku semangat.

Selamat membaca, dear readers :)

__________________________________________


Nina terus saja tertawa mendengar gurauan yang tengah dilontarkan teman di sampingnya. Temannya itu begitu lucu sampai dia tidak bisa berhenti tertawa. Pesta sudah berakhir sejak tadi. Pesta yang memang ditujukan untuk orang-orang dekat saja itu kini hanya menyisakan beberapa orang saja. Nina dan beberapa teman kuliahnya sengaja datang ke pernikahan ini sekalian reuni.

Pernikahan dengan konsep outdoor adalah impian Nina. Dia tidak begitu menyukai acara formal di gedung dengan ribuan tamu yang datang. Terlalu berlebihan dan menguras tenaga. Tetapi sepertinya, impian itu hanya tinggal impian, keluarganya tidak mungkin menyetujui konsep pernikahan impiannya.

"Na, sudah ketemu Abang?"

Saudara kembarnya—Karen, yang tadi pergi entah kemana kini bergabung. Karen menarik kursi tepat di sebelahnya lalu menatap Nina, menunggu jawaban saudaranya itu.

"Abang?" tanyanya. Dahi Nina berkerut, pertanda dia sedang bingung.

"Vanno, tadi dia ke sini. Kamu udah ketemu belum?" ulang Karen lagi.

"Ke sini? Serius?" Mata Nina kini membulat sempurna. "Aku nggak ketemu Vanno," ucapnya pelan. Diam-diam dia cemas. Vanno datang tetapi tidak menemuinya. Ada apa sebenarnya?

Nina memang kesal pada Vanno sampai-sampai pergi ke Bandung tanpa memberi tahu lelaki itu. Seseorang yang dikenalnya memberi informasi kalau Vanno mengadakan taruhan dengan hadiah yacht enam milyar. Dia dari awal sudah kesal karena Vanno berkata tidak bisa menjemputnya karena sibuk. Tetapi apa, Vanno malah bertemu Karen serta Tiffany. Sadarlah Nina kalau dia sudah dibohongi.

Parahnya, bukan segera meminta maaf karena sudah membohonginya, Vanno malah terlihat mengujinya dengan berkata soal Tiffany. Nina sebenarnya tidak begitu takut kalau Tiffany mengatakan sesuatu pada Vanno. Hanya saja dia ingin Vanno mendengar sendiri dari mulutnya.

"Lagi ngomongin apa?" Nina dan Karen serempak menoleh kearah Darel—teman mereka berdua yang juga hadir.

"Oh ini, tadi tunangan Nina dateng, tapi Nina nggak ketemu," jawab Karen.

"Tunangan? Yang fotonya jadi wallpaper ponsel kamu 'kan?" tanyanya pada Nina.

Nina mengangguk. "Iya, itu dia."

"Lelaki itu sejak acara dimulai bersandar di sana," Darel menujuk sebuah pohon dekat panggung musik yang tadi digunakan. "Dia cuma berdiri sambil menatap Nina. Dan setelah itu dia pergi."

"Kamu tau tapi nggak ngasih tau aku?" Nada suara Nina mulai meninggi. Dia tahu Darel sengaja melakukan hal itu padanya.

"Loh, kenapa aku harus ngasih tau. Yang tunangannya kan kamu."

"Kamu sengaja, iya 'kan?" tuding Nina marah.

"Iya," balas lelaki itu dengan santai.

Air matanya keluar begitu saja setelah mendengar ucapan Darel. Nina ingat dengan jelas apa saja yang sudah dia lakukan bersama Darel—partner-nya saat acara pernikahan tadi. Dan Vanno melihat mereka berdua. Vanno tidak akan memaafkannya kali ini.

"Ren, pulang. Aku mau pulang ke Jakarta sekarang," dengan wajah yang penuh air mata Nina memohon pada saudaranya.

"Sudah malam, Na. Bahaya kalo pulang sekarang," bujuk Karen.

Catch The BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang