"Kamu yakin bisa pergi sendiri? Mama baru bisa seminggu lagi kesana, masih banyak yang harus diurus di sini."
"Bisalah, Ma. Aku bukan anak kecil lagi, gausah khawatir." Ally menutup telponnya, lalu ia kembali ke dapur, berniat untuk mengambil roti bakarnya yang sedang ia buat.
Hari pertama Ally masuk ke SMA. Ally memilih meninggalkan kota yang dulu ia tempati karena di sana terlalu padat dan ramai menurutnya, Ally lebih memilih ke kota yang lebih tenang, dan masih banyak udara segar yang bisa Ally hirup. Di kota lamanya, polusi bahkan seperti santapan sehari-harinya. Selain itu, Ally dulu tidak terlalu bisa beradaptasi dengan baik, dengan tempat yang baru, ia harap semuanya lebih baik.
Sebenarnya, sudah seminggu Ally tinggal di rumah barunya ini. Namun, orang tuanya masih belum bisa tinggal di tempat ini karena mereka perlu mengurus beberapa hal yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, sehingga Ally sementara tinggal sendiri disini.
"Astaga," Entah apa yang ada dipikiran Ally, ia meninggalkan roti bakarnya dengan api yang menyala saat menelpon ibunya. "Gosong," Memang, tidak ada bakat memasak dalam dirinya.
Dengan berat hati, Ally memakan roti bakarnya yang gosong. Lalu, dengan langkah santai, ia meninggalkan rumahnya sambil memakan roti gosong tersebut. Jalan dikit kedepan, nanti cari bus, batinnya.
Suara langkah pun terdengar oleh Ally, membuat ia menengok kebelakang. Rupanya, ada seorang cowok yang memakai seragam persis seperti dirinya.
"Hoi," sapa cowo itu kepada Ally. "Murid baru juga lo?" Belum sempat Ally menjawab, cowok itu lebih dulu mengulurkan tangannya "Ethan."
Ally pun membalas uluran tangan Ethan. "Gue--," Ucapannya terputus karena Ally baru saja memperjelas pandangannya terhadap Ethan, Ally pun menatap Ethan dengan pandangan takjub tanpa menghiraukan ucapan Ethan. Gila, pagi-pagi udah disuguhin cogan, batinnya.
Menyadari Ally menatapnya seperti itu, Ethan pun meyugar rambutnya dan menambah smirk yang sengaja ia lakukan karena Ally tampak bodoh memperhatikan Ethan dengan tatapan seperti itu. "Gitu banget liat gue, terlalu ganteng ya?" ucapnya kepedean.
Sial, nambah ganteng, batin Ally. Ally pun menjawab pertanyaan yang diajukan Ethan, "Gue--," dan ucapannya terpotong oleh Ethan.
Ethan melihat bet nama yang tertera di seragam milik Ally. "Oh, Nama lu Allison, gue panggil Ally aja ya? Gue kok baru liat lu? Baru pindahan ya? Yang mana rumah lu?" tanyanya beruntun tanpa meberikan jeda untuk Ally menjawab.
Mata Ally pun mengarah pada rumahnya, "Yang--,"
"Yang itu?" Potong Ethan namun dengan nada antusias. "Sebrangan dong," jawabnya dengan tambahan senyum yang membuat matanya menyipit.
Helaan nafas Ally pun terdengar.
"Ah iya, udara sekarang adem banget ya, enak banget buat dihirup."
"Lo bisa ga sih--,"
"Ngga, gue gabisa ngurangin kegantengan gue."
"Bukan, bukan itu astaga."
Untung lu ganteng. Kalau enggak abis dah, batin Ally dengan menahan rasa kesalnya, karena Ethan terus menerus memotong omongan Ally. Ally akhirnya mempercepat langkahnya, karena selain ada Ally yang jika terus ditanggapi Ally tak akan selesai memotong pembicaraan, dan juga ternyata berjalan di samping Ethan tadi membuat langkah mereka melambat, kalau tidak dipercepat, ia akan ketinggalan bus.
Ally tidak mau jika hari pertamanya akan hancur gara-gara cowok ganteng menyebalkan di sebelahnya ini.
"Woy jangan ninggalin gue!" Teriak Ethan, karena Ally berjalan benar-benar cepat kali ini.
Ally pun membalas meneriaki Ethan, "Lo yang lama, bukan gue!"
"Gue kira tadi lu emang jalan selambat itu, yaudah gue ikutin," jawabnya tak mau kalah sambil menyusul Ally.
Dan akhirnya, setelah Ally terpaksa mengalah, Ally berjalan bersama lagi dengan Ethan. Dan menaiki bus yang menuju ke sekolah mereka.
Dengan terik matahari yang cerah, dan juga menyengat, benar-benar tidak bersahabat dengan kondisi di dalam bus ini.
"Sumpek banget, harusnya tadi gue naik mobil aja, atau ngga minta dianter aja," ucap Ethan mengeluh sambil mengusap dahinya yang berkeringat.
"Manja lo."
"Bukan manja, memanfaatkan fasilitas yang ada dirumah, lebih tepatnya," elak Ethan.
"Terserah lo." Ally pun mengusap dadanya. Sabar Ally, bentar lagi lo ketemu temen yang lebih normal kok, batinnya.
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu. Mereka pun sampai di sekolah mereka.
"Lo bayarin, gue duluan," ucap Ally sambil meninggalkan Ethan dengan terburu-buru. Ia tak ingin hari nya lebih buruk dari pada tadi.
"Gue punya firasat ntar kita sekelas bareng lho!" Teriak Ethan, yang sebenarnya kepada Ally. Namun entah mengapa, malah para cewek lain yang merasa terpanggil, dan mereka pun menatap Ethan tiada hentinya karena kagum akan wajahnya, yang memang ganteng.
"Fisik doang yang diliat," gumam Ally tanpa mempedulikan Ethan yang kini dikerubungi para cewe yang ingin mengajak Ethan kenalan.
Ally pun mencari namanya disetiap kelas, hingga ia menemukan namanya tertera di kelas X-6, dan untungnya ia tidak menemukan nama Ethan di kelas ini. "Semoga orangnya baik-baik," ucapnya. Lebih tepatnya, Ally berdoa. Ally harap, ia akan mendapatkan hari-hari terbaiknya disini, bersama mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Unseen Star
Teen FictionAllison Merlyn, atau biasa dipanggil Ally, adalah seorang gadis yang menggantungkan sejuta impian miliknya setinggi bintang di langit. Tak heran pula, ia juga kagum dengan keindahan bintang yang terlihat saat langit malam tiba. Andaikan Ally tahu, j...