Emily
Aku tengah termenung di tengah keramaian kantin. Sejak tadi aku hanya mengaduk-aduk milkshake choco oreo-ku yang sudah tidak dingin dan mencair hingga menjadi air, bentuknya sudah tidak mirip lagi dengan milkshake. Entah mengapa, sekarang pikiranku sedang melayang. Sudah beberapa hari sahabatku -Niall- tidak masuk sekolah. Mungkin sudah satu minggu ia tidak masuk sekolah. Aku sangat merindukannya, kau tahu? Rasanya tidak ditemani oleh Niall selama satu minggu seperti layaknya satu abad tidak ditemani dirinya.
Banyak murid di University of the Arts (London) yang mengatakan bahwa murid bernama Niall James Horan yang berasal dari Kolese Seni Camberwell menderita kanker otak. Walaupun banyak yang bilang seperti itu, namun aku tak akan pernah percaya sampai Niall sendiri yang mengatakannya.
Ugh aku sangat benci dengan kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh murid-murid University of the Arts, khususnya di Kolese Seni. Seperti ini.
"Kamu sungguh keras kepala, Emily. Niall menderita kanker otak, sehingga ia tidak bisa berkuliah."
"Niall menderita kanker otak, bahkan rupanya ia sudah menginjak stadium 3."
"Kasihan sekali Niall, dia menderita kanker otak sehingga dia tidak dapat melakukan aktivitasnya seperti semula."
"Mengapa kau bersikeras tidak percaya dengan kabar itu, Emily? Sudah jelas bahwa Niall menderita kanker otak."
Aku tidak akan pernah percaya dengan kabar seperti itu, tidak akan. Aku akan percaya dengan kabar itu jika Niall sendiri yang memberitahu padaku.
"Emily! Apakah kau mau bermain sepeda denganku?" suara yang tidak asing bagiku sampai tepat di telingaku. Aku menengok ke kanan dan kiri serta belakang, tetapi tidak ada yang memanggilku.
Oh, hanya halusinasi. Niall tidak ada disini, Em. Batinku.
"Emily!" teriak seseorang dari arah kanan, lalu aku menengok ke arah kanan. Oh, itu Harry. Sahabat Niall sekaligus sahabatku.
"Ada apa, Harry? Dimana teman satu grup mu?" tanyaku pada Harry dengan sikap dingin.
"Justru teman-temanku mencarimu, Em. Lebih baik kau ikut denganku ke tempat mereka berkumpul." kata Harry sambil menarik tanganku dengan pelan. Aku hanya mengangguk lalu mengikuti Harry.
Aku dan Harry pun sampai. Mereka tengah berkumpul dan duduk melingkar. Aku mendengar mereka sedang berdoa. Aneh sekali mereka. Bahkan dapat aku lihat bahwa Zayn menangis ketika berdoa. Ada apa ini?
"Harry? Apa yang tengah mereka lakukan?" tanyaku pada Harry dengan penuh kebingungan.
"E-Emily ... aku tidak bisa menjelaskannya padamu." kata Harry sambil menundukkan kepalanya. Lalu ia mulai menangis.
Aneh sekali orang-orang ini. Batinku.
Mereka sudah selesai berdoa. Lalu aku merasakan sebuah tubuh dingin memelukku. Aku dapat merasakan getaran yang amat terasa. Ku rasakan juga sebuah air yang membasahi bahuku.
"L-Liam? Ada apa sebenarnya?" tanyaku setelah ia melepaskan pelukannya padaku.
"Ni-Niall, Emily." kata Liam dengan raut wajah yang sangat menyiratkan kesedihan. Ia menangis kembali.
"Ada apa dengan Niall? Ada apa?" tanyaku dengan sedikit amarah.
"Niall-" kata Liam yang terpotong dengan tangisannya itu. "Niall-terkena k-kanker otak stadium 4, Emily."
Setelah aku mendengar pernyataan Liam tersebut, aku tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhku sehingga aku terjatuh dan semua menjadi hitam.
***
YOU ARE READING
ONE DIRECTION ONE SHOTS [EDITED]
Short StoryOne shot ini hanyalah fiksi, namun apa boleh buat jika one shot ini sama dengan kehidupan nyatamu.