Bandung, 1997
Waktu Bandung dan sekitarnya menunjukkan pukul delapan pagi. cahaya matahari memasuki jendela-jendela yang terbuka. Rumah itu berada di sebuah kompleks di belakang sebuah perguruan tinggi Islam di Bandung. Namun, Iqbal tidak kuliah di kampus tersebut. Dia kuliah di kawasan Ledeng, di sebuah perguruan tinggi negeri yang reputasinya boleh dibilang mendunia.
"Bal, Mama berangkat dulu," teriak seorang perempuan berambut sebahu.
Lelaki berusia dua puluh dua tahun itu sedikit tergesa-gesa mendekati anak tangga. dia melihat ke lantai bawah. Di bawah, ibunya sudah rapi dengan jas dan celana panjang.
"Iya, Ma.berangkat sama Papa nggak?"
"Papa udah di mobil. Iqbal berangkat ke kampus jam berapa?"
"Mmm ... nanti jam sepuluhan. sekarang lagi ngerjain revisi skripsi dulu. Nanti siang mau bimbingan lagi."
"Udah bab berapa, sayang?"
"Bab 3, Ma. Doain aja. Iqbal pengen cepat-cepat wisuda."
"Ya mama doain. Sukses, Bal. O ya Jangan lupa sebelum berangkat, sarapan dulu. Bibi udah nyiapin."
Iqbal mengangguk. Mamanya pun berlalu.
"Ma!"
"Iya, what wrong?"
Iqbal diam agak lama. Dia menunggu respon mamanya. Dia menyangka. mungkin mamanya akan paham. Namun ternyata, Mamanya tidak mengerti meskipun setiap akan bepergian, Iqbal mengulang-ulang kata itu.
"Assalamu alaikum ..." ucap Iqbal sambil tersenyum.
Ibunya mengerlingkan matanya. Sudah menjadi kebiasaan. Dia selalu saja lupa mengucapkan salam. Lupa atau barangkali tidak berminat dan niat yang kuat dalam hatinya. Dia lama-lama merasa malu juga pada putra sulungnya itu. Tetapi sampai sekarang ini, ia masih berpikir mengucapkan salam seperti itu masih kuno. Itu bukan pekerjaan orang-orang modern di abad milenium ini.
"Good morning!" jawabnya sambil menghilang di balik pintu.
Iqbal melangkah ke kamarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mama ... mama .... kapan beliau yang lebih dulu mengucapkan salam seperti yang diajarkan agama? Ya semoga saja lambat atau cepat mama dan papa menyadari bahwa mengucapkan salam itu adalah pekerjaan yang utama, pikirnya. Kemudian pikiran tesebut menguap dari benaknya. Kini dia fokus melanjutkan skripsinya lagi. Pukul sepuluh nanti dia sudah harus berada di kampus untuk menemui dosen pembimbingnya. Dia mencoba menyelesaikan bagian demi bagian skripsinya secara maksimal karena dia ingin mendapatkan nilai yang bagus dia tidak mau melakukan banyak revisi hanya karena salah ketik, salah tanda baca, dan kesalahan lainnya yang bersifat teknis.
Iqbal memiliki nama lengkap Muhammad Iqbal Santosa. Dia menargetkan lulus tahun ini. Dia menempuh kuliah selama lima tahun. Sesuatu yang melenceng dari yang direncanakan. Tetapi hal tersebut tidak pernah disesalinya. Dia berusaha memberikan penjelasan kepada orangtuanya agar mereka bisa memahaminya pada saat mereka berulang kali menanyakan kapan lulus atau kapan diwisuda.
Iqbal bukan tipikal mahasiswa study orientied. Dia berpikir jika mengandalkan kuliah saja, sayang karena terlalu banyak ilmu yang bisa didapatkan di luar kuliah. Dia pun aktif di sebuah organisasi dakwah kampus. Dia aktif di Masjid kampus dan masjid samping rumahnya. Di organisasi dakwah kampus dia sering ikut dalam aksi-aksi yang digelar di kota Bandung dalam rangka mengkritisi kebijakakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Di DKM masjid, dia aktif mementori anak-anak remaja SMP dan SMA. Di DKM masjid dekat rumah dia aktif sebagai staf pengajar.
Iqbal memiliki dua orang adik. Adik yang pertama bernama Satya Kusumawardhana. sekarang menginjak kelas dua di SMA favorit di kawasan Dago. Sedangkan adik yang kedua bernama Imelda Zahra Fitria, duduk di kelas dua SD. Kedua orangtuanya adalah dosen PNS di sebuah universitas negeri di Bandung. Ibunya menjabat sebagai dosen fakultas sastra, sedangkan ayahnya adalah dosen di fakultas kedokteran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian🌠
EspiritualNEGERI IMPIAN | a novel © 2016 by Jahar #87 Spiritual 310716 Sepotong kisah tentang Iqbal, Prita, Hamza dan bayang-bayang Zaskia di Amerika. Hamza, anak cerdas yang membutuhkan sosok ibu. Sosok ibu hanya bisa dia dapatkan dari Prita, sepupu ibun...