Roadshow yang digelar di beberapa kota di Jawa Barat digelar. Sesuai dengan rencana roadshow yang membedah novelku itu digelar di Bogor, Tasik, Garut, Cirebon, Majalengka, dan Kuningan. Novelku sebetulnya aku tulis dalam bahasa Inggris yang diterbitkan oleh salah satu penerbit di Amerika. Ternyata novelku itu mendapatkan apresiasi yang cukup luas dari masyarakat Amerika. Mungkin mereka sudah bosan dengan novel-novel dan film-film yang yang menyuguhkan kehidupan materialisme, berbumbu seks, kebebasan, dan kering akan sentuhan spiritual. Novel itu kuberi judul 'The Black'. Aku membawa tema mengenai rasialisme dan diskrimintatif dalam novel tersebut. Novel itu mengisahkan tentang seorang muslim keturunan Afra-Amerika bernama Khadeeja. Dia mendapatkan perlaku diskriminatif dari keturunan kulit putih. Dia berjuang untuk mendapatkan hak-hak yang sama seperti orang kulit putih dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal.
Novel itu memasuki cetak ulang yang ke empat dalam tempo sebulan. Karena kepopularannya itu, novel tersebut mendapatkan penghargaan 'The Most Favorit Book' tahun ini versi majalah Time. Aku sangat bersyukur dan berjanji pada diri sendiri untuk menulis karya yang lebih berkualitas lagi. Seorang pembaca orang Indonesia yang tinggal di kawasan California, meminta izin untuk menerjemahkan novel itu dan akan diterbitkan di Indonesia.
Saat bedah buku berlangsung, mayoritas menanyakan bagaimana mungkin diskriminasi terjadi di Negara yang selalu mendengungkan kebebasan, hak asasi, dan persamaan. Aku dengan mudah mengatakan kepada audiens bahwa diskriminasi yang terjadi itu telah terjadi semenjak awal berdirinya Negara itu. Orang kulit putih menganggap mereka adalah ras yang paling unggul diantara ras-ras lain di dunia. Mereka menjadikan teori evolusi sebagai dalil untuk memperkuat posisi mereka.
Dalam setiap bedah buku itu aku selalu mengemukakan bahwa diskriminasi tidak saja terjadi atas kulit hitam, melainkan kulit warna (Asia). Orang-orang kulit putih mengatakan dengan berdasar pada teori Darwin bahwa orang-orang kulit putih adalah ras yang paling sempurna proses evolusinya, sedangakan orang kulit hitam dan asia adalah keturunan Iblis.
Aku juga mengemukakan fakta bahwa di sekitar empire state building yang angkuh dan megah itu terdapat pemukiman-pemukiman kumuh yang kebanyakan dihuni oleh orang kulit hitam. Suatu pemandangan yang sungguh ironis. Dengan begitu gembar-gembor hak asasi, keadilan, dan persamaan hanyalah gaung sebatas di bibir saja. Faktanya tidaklah demikian.
Aku begitu menikmati setiap kota yang kusinggahi karena di setiap kota, aku dan Prita selalu menyempatkan untuk mengunjungi objek wisata yang ada di daerah itu. Di Bogor kami berkunjung ke Taman Buah Mekar Sari dan Taman Safari. Aku menikmati buah-buah yang ada di taman itu dengan memetik langsung.
Di Tasik Kami berkunjung ke Goa bersejarah 'Pamijahan'. Goa tersebut bersejarah karena sempat dijadikan sebagai tempat bermusyawarah para wali dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Waktu aku masuk ke goa tersebut ada banyak kelelawar di langit-langit goa. Ada juga yang disebut sumur zam-zam. Kemudian ada mitos jika kepala kita masuk pas ke sebuah cekungan di langit-langit goa di ruangan yang dahulunya sering digunakan untuk shalat, konon orang tersebut bakal naik haji.
Ketika di Garut, kami bermain ke pantai Pamengpeuk yang merupakan daerah perbatasan negeri ini dengan Australia. Aku sungguh takjub saat menyaksikan keindahan sunset dan sunrise.
Di Cirebon kami berkunjung ke makam Sunan Gunung Djati dan keraton kesepuhan. Di keraton aku sangat takjub pada benda-benda peninggalan warisan umat Islam terdahulu. Banyak benda-benda seperti guci yang berhiaskan kaligrafi. Bahkan, dinding yang berada di belakang singgasan sultan dihasi dengan banyak hiasan berbentuk piring yang bertulisan kaligrafi.
Di kuningan kami berwisata ke waduk Darma. Aku sempat naik perahu dan menginjakkan kaki di tanah tengah-tengah waduk itu. Orang-orang menyebutnya Nusa. Aku dengar dari warga setempat konon di waduk tersebut ada belut raksasa yang ukurannya sebesar pohon kelapa. Belut tersebut muncul pada waktu-waktu tertentu. Entah itu mitos ataukah memang benar keberadaannya.
Saat kami di Majalengka, aku berwisata ke Bukit Cakrabuana. Udara di sana begitu dingin. Tempat tersebut juga menyimpan sejarah. Di tempat tersebut telah terjadi operasi pagar betis yang dilakukan Soekarno terhadap pasukan DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo. Tak jauh dari daerah ini aku diajak Prita berkunjung ke rumah temannya yang bernama Saepul. Aku dikenalkan. Di rumah Saepul kami hanya sekitar satu jam. Banyak warga dan tetangga yang tahu kedatangan Prita. Mereka beramai-ramai meminta tanda tangan Prita. Tampaknya warga sangat bahagia dan terhibur dengan kehadiran Prita.
Dalam perjalanan menuju Bandung, Prita mengatakan bahwa Saepul akan mengajukan lamaran kepadanya.
"Hah! Kamu serius?" aku sangat terkejut.
"Serius, Zas. Tadi Saepul udah bilang katanya dia menyukaimu."
"Terus kamu sendiri gimana? Kan di media kamu sudah ngaku bahwa dia pacarmu?"
"Aku hanya berteman dengan dia. Kami hanya cocok sebagai teman, Zas."
"Gimana nanti tanggapan wartawan, jangan-jangan nanti ada gossip bahwa aku merebut pacarmu."
"Tenang aja, semua bisa diatur. Yang penting kamu mau meneruskan atau enggak?"
"Hmmm ... boleh aja. Aku minta dia mengirimkan profil lengkapnya."
"Okey."
***
"Assalamu alaikum"
"Ya. Saya sendiri."
"O ... iya ..."
"Boleh via email boleh langsung diantar ke rumah."
"Ya saya tunggu. Syukron, ukhti atas bantuannya."
Seorang akhwat yang dulu pernah menjadi panitia bedah buku di sebuah universitas di Bandung menelponku. Aku memang bercerita tengah mencari calon pendamping. Dia mengatakan bahwa gurunya telah menerima profil dua orang ikhwan yang sedang mencari pendamping. Karena akhwat itu belum siap, dia menyerahkan kepadaku yang sudah siap. Gurunya katanya akan mengirimkan profil itu via email.
Malam berikutnya aku baru membuka email. Tiga email baru masuk. Dari Dedi, Malik, dan Saepul. Aku mendownload email yang di attacment file itu.
Pertama kali aku membaca Biodata Saepul. Dia mahasiswa jurusan management semester akhir yang beberapa sebulan lagi akan di wisuda. Dia mengambil kuliah kelas karyawan karena sejak lulus SMA dia sudah bekerja di sebuah lembaga mikro finance. Dia adalah anak sulung dari lima bersaudara yang semua adiknya laki-laki. Bapaknya seorang guru ngaji dan bekerja sebagai seorang petani. Sewaktu SMA, dia pernah tinggal di sebuah pondok pesantren tradisional di daerah Talaga-Majalengka. Karena dia anak sulung, kini dia telah menjadi tulang punggung keluarga. Dia membantu orangtuanya membantu biaya sekolah adik-adiknya. Aku salut. Aku menyimpulkan bahwa dia adalah lelaki yang bertanggungjawab.
Malik adalah mahasiswa public relation di sebuah perguruan tinggi terkenal di Bandung. Dia sedang mengerjakan tugas akhir. Di keluarganya, dia adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai pegawai negeri di Departemen Sosial Majalengka. Sedangkan ibunya sebagai guru di sebuah SMA Favorit di Sumedang. Di kampus dia menjadi aktivis dakwah sebuah gerakan Islam. Dia pernah menjabat sebagai sekretaris dan ketua. Aku kagum pada Malik. Waktu SMA, dia pernah bermasalah denganku dan Prita. Ketika kuliah dia benar-benar telah berubah.
Sedangkan Dedi adalah mahasiswa semester 6 jurusan Teknik Informatika di Universitas terkenal di Bandung. Dia kuliah sambil bekerja sebagai guru computer di sebuah sekolah Islam internasional. Di keluarganya dia adalah anak sulung dari dua bersaudara. Dia sudah hidup mandiri dan punya rumah sendiri meskipun itu pemberian orangtuanya. Orangtuanya sama-sama guru negeri di kota Bandung. Orangtuanya sudah lama bercerai. Adiknya ikut ke ibunya. Sementara Dedi tinggal sendiri di rumah pemberian orangtuanya. Di kampus, dia juga aktif di sebuah gerakan dakwah. Dia pernah menjabat sebagai sekretaris bendahara, dan divisi pengembangan Sumber Daya Manusia. Aku menyimpulkan bahwa dia adalah seorang lelaki yang professional, bisa memanaj waktunya untuk urusan kuliah, pekerjaan, dan organisasi.
Berhari-hari aku mengulang-ulang membaca biodata mereka. Mau tak mau aku harus segera memutuskan pilihanku. Mama dan Papa sudah menyerahkan semuanya kepadaku. Siapapun yang aku pilihan, mereka setuju saja. Untuk urusan ini aku tidak bisa sembarangan memilih. Aku mencoba untuk menghilangkan kecenderungan hatiku. Aku bermunajat memohon petunjuk kepada Allah melalui shalat istikharah. Ya Allah, tunjukkan pilihan yang terbaik untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian🌠
EspiritualNEGERI IMPIAN | a novel © 2016 by Jahar #87 Spiritual 310716 Sepotong kisah tentang Iqbal, Prita, Hamza dan bayang-bayang Zaskia di Amerika. Hamza, anak cerdas yang membutuhkan sosok ibu. Sosok ibu hanya bisa dia dapatkan dari Prita, sepupu ibun...