01. Jakarta (After Revisi)

516 100 82
                                    

******

Sabtu, 16 Juni 2015

  Pagi itu Bandung diselimuti kabut dan juga hujan yang cukup deras membuat wanita yang sedang mengeliat didalam selimut hijau muda itu enggan membangunkan dirinya.


  "DINASTAA!!" Suara Lina yang berulang kali memanggil anak sulungnya  agar membuka pintu kamarnya.

  "Mama Dinasta ngantuk. Kalo Mama nyuruh sarapan, nanti aja. Aku masih mau tidur." Ucap Dinasta masih dengan selimut tebal yang membungkus seluruh tubuhnya.

  Lina yang mendengar suara dari anak sulungnya pun hanya dapat mengehela napas pendek. Ia tau tidak mungkin membicarakan masalah kepergiannya saat ini tanpa bertatap muka dengan anaknya, namun apalah daya jika itu satu-satunya cara yang sangat ampuh membuat Dinasta yang sedang tertidur tiba-tiba membuka matanya dalam seperskian detik.

  "Mama ingin ke Brunei untuk semen-"

  "APAAA?!" Ucap Dinasta saat pintu kamarnya terbuka dengan cepat.

  "Mama bilang mau ke Brunei seakan-akan Mama bilang mau ke pasar." Lanjut Dinasta sambil mencebikkan bibirnya.

  "Mangkannya kamu turun ayuk. Kita omongin di ruang keluarga sama Papa dan Mikha." Ucap Lina sambil menggengam lengan anak sulungnya ini.

  Dinasta pun mengikuti langkah Mamanya yang menuruni tangga.

  Ruang keluarga itu nampak ramai dengan semua anggota keluarga yang berkumpul. Bahkan Nenek Dinasta pun berada di sana.

  "So, pasti kalian semua udah tau dan cuma aku yang baru tau tentang ini." Ucap Dinasta sambil memincingkan matanya dan menatap satu per satu anggota keluarganya.

  "Sini Asta sayang, duduk di sebelah Oma, kita akan bicarakan sama kamu." Ucap Nenek Ika-Oma Dinasta.- sambil menepuk nepuk pelan sofa yang kosong disebelahnya.

  Dinasta menuruti perkataan Oma nya dan menduduki tempat yang kosong persis disebelah kanan Oma dan disebelah kiri Lina.


  "Sebelumnya Papa, Mama serta Oma minta maaf sama kamu Asta. Dan Papa mohon, jangan teriak dan juga jangan memotong pembicaraan Papa saat sedang menjelaskan, deal?" Ucap Ari sambil memberikan tangannya pada Dinasta.

  Dinasta pun segera menjabat tangan Papanya "deal." Ucapnya saat menggengam tangan Ari yang sedikit diayunkan nya.

  "Tapi kalo omongan Papa udah selesai aku juga boleh teriak." Ucap Dinasta sambil mengacungkan jari telunjuknya.

  Ari serta Lina yang melihatnya terkekeh kecil dan menggangukan kepalanya secara bersamaan.

  "Jadi gini, Papa dan Mama serta Oma, Opa dan juga Mikha," jeda Ari sambil menatap wajah Dinasta yang sedikit was-was terhadapnya.

  "Akan ke Brunei. Lusa." Ucap Ari.

  Secepat kilat Mikha langsung mengantupkan mulut Dinasta yang mungkin jika ia telat akan segera mengeluarkan suara speaker yang dimiliki oleh Dinasta.

Quand Il PleutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang