Part 16

1.6K 69 0
                                    

Dalam upacara pemakaman bunda Zoya, ayahnya tampak begitu terpukul dengan kepergian sang istri, sementara Zoya sudah tidak mampu lagi menangis, ia hanya diam seperti patung saat peti bundanya dimasukan keliang kubur. Upacara pemakaman berlangsung sangat tenang, hanya terdengar tangisan ayah Zoya yang menderu-deru. Seluruh kerabat ayah dan sanak saudara pun menghadiri pemakaman bunda Zoya.
Saat ini Belvara selalu ada disamping Zoya, siap untuk menjadi penopang Zoya disaat dia lemah, menghapus setiap air mata yang jatuh dan selalu siap untuk menjadi pelampiasan kekesalannya karena tidak sempat menemui bundanya dikala beliau masih hidup.
Melihat Zoya yang seperti ini Belvara mulai bertanya.
"Apakah kamu akan melakukan hal yang sama seperti ini jika aku yang berada diposisi bundamu?"
Zoya yang sedang menyandarkan kepalanya di dada Belvara langsung terbangun.
"Apa yang kamu katakan Belva?" Zoya memandang wajah Belvara dengan penuh kehangatan.
"Tidak, bukan hal yang penting." Belvara menarik Zoya untuk bersandar kembali.
"Berjanjilah, jangan pernah meninggalkan aku lagi." Ucap Zoya.
Belvara hanya terdiam dan membelai lembut pipi Zoya.

Sudah sekitar sepekan setelah kepergian bunda, ayah terlihat tidak bersemangat menjalani hari-harinya tanpa kehadiran sang istri. Terlihat dari setiap aktifitas yang tidak pernah ia kerjakan dengan tuntas. Setiap panggilan dari rumah sakit, ayah selalu memberikan alasan untuk tidak hadir.
"Ayah, jangan seperti ini." Zoya menghampiri ayahnya yang sedang duduk di sudut tempat tidur.
Zoya melihat ayahnya yang sedang memandang keluar jendela.
"Tidak sayang, ayah hanya lelah." Ayah menyembunyikan air matanya.
"Zoya tahu, ayah masih sangat terpukul dengan kepergian bunda. Tapi ingatlah, ayah masih memiliki putri. Zoya akan selalu ada untuk ayah, Zoya tidak akan pernah meninggalkan ayah. Dan berjanjilah ayah juga tidak akan meninggalkan aku sama seperti bunda."
Ayah yang mendengar perkataan putrinya itu pun langsung bangkit bersemangat.
"Zoya benar, ayah tidak boleh larut dalam kesedihan seperti ini, kita harus melanjutkan hidup meskipun tanpa seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita."
Mendengar semangat ayah, Zoya langsung tersenyum lega.

Hari-hari berikutnya ayah Zoya sudah melanjutkan aktifitasnya seperti biasa, menjalankan rumah sakit yang kini sudah semakin berkembang pesat. Waktu Zoya berada di Jakarta juga sudah habis, saatnya gadis cantik itu kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikannya.

Pagi itu, ayah membangunkan Zoya yang tertidur pulas.
"Sayang ayo bangun." Ayah membuka gorden kamar Zoya.
Silaunya cahaya matahari mampu menembus kelopak mata Zoya yang tertutup.
"Ahhh ayah... aku masih ngantuk." Zoya berteriak manja.
"Putri ayah harus siap-siap. Penerbangan kamu 3 jam lagi dari sekarang."
Zoya melirik jam yang berada di dinding kamarnya.
Perlahan Zoya bangun dari tempat tidur dan bersiap-siap.

"Zoya, cepat!!! sarapan dulu sayang." Ayah teriak dari lantai bawah.
"Iya ayah." Zoya mulai menarik tas kopernya dan keluar dari kamar.
Gadis itu menuruni anak tangga perlahan, karena beban koper yang iya bawa.
Saat Zoya kembali ke Jakarta, dia tidak membawa barang apapun, tapi setelah ia kembali ke Jogja, ia banyak membawa barang kenangan bersama bundanya untuk di letakan di apartemen sebagai teman disaat ia merindukan sosok bundanya.
"Ayah.." Zoya menoleh ke arah meja makan.
"Hah?" Zoya terperanga.
Dia tidak melihat ayahnya, melaikan Belvara.
"Semangkuk sereal dan segelas susu cokelat kesukaan tuan putri." Belvara tersenyum.
Masih saja dia mengingat sarapan pagi kesukaan Zoya.
Dengan penuh keceriaan, Zoya menghampiri Belvara dan mencium pipi kananya.
"Makasih...."
Belvara hanya tersenyum melihat Zoya yang lahap menghabiskan sarapannya.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Zoya.
"Sudah." Belvara menarik bangku tepat dihadapan Zoya.
Mendengar jawaban Belvara, Zoya menganggukan kepalanya.
"Hari ini aku yang mengantar kamu ya?" Belvara menyentuh tangan kiri Zoya.
"Iya.." jawab Zoya.

"Ayah aku berangkat." Zoya mencium pipi ayahnya yang sedang memakai jas putih.
"Hati-hati sayang, kamu pasti akan sangat senang setelah ini." Kata Ayah.
"Maksud ayah?" Zoya bingung.
Ayah hanya tersenyum pada Zoya.
"Sudahlah sana, kasihan Belva menunggu." Ayah membalikan tubuh Zoya.
"Bye ayah." Zoya melambaikan tangannya.

Zoya berjalan menuju gerbang, Belvara membawa koper Zoya dan memasukannya ke bagasi, lalu membukakan pintu penumpang untuk Zoya dan dia ikut masuk kedalam kursi penumpang.
"Loh kamu pakai supir?" tanya Zoya.
"Iya, aku lelah hari ini. Daripada di perjalanan terjadi hal buruk?" jawab Belvara.
Zoya mengiyakan perkataan Belvara.

Sesampainya di airport Belvara langsung menurunkan koper dari bagasi. Tapi ada yang aneh saat itu.
"Dua? kayanya tadi aku bawa satu koper deh." Zoya bertanya dengan raut wajah yang sangat bingung.
"Surprise! kali ini aku akan ikut menemanimu." Tangan Belvara mencubit pipi Zoya.
"Serius?" Zoya terkejut senang dan memeluk Belvara.
"Apa kamu tidak ada kerjaan Belva?" Zoya menolehkan wajahnya saat memeluk Belvara.
"Emmm.. aku.. aku ambil cuti, iya aku ambil cuti." Jawab Belvara gugup.
"Baiklah..." Zoya sangat bahagia.

Sekitar satu jam penerbangan dari Jakarta menuju Yogjakarta, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
"Welcome to Jogja!!!" Zoya tersenyum pada Belvara.
Tidak ada balasan dari Belvara, Zoya pun memasang raut wajah kecewa.
"Kamu tunggu disini, aku cari taksi dulu." Belvara mulai melangkah meninggalkan Zoya.
Terlihat Belvara sedang sibuk berlalu-lalang mencari taksi yang kosong, akhirnya dia menemukannya.
Belvara melangkah mendekat ke arah Zoya.
"Ayo." Belvara menarik kedua koper mereka.
Zoya mengikutinya dari belakang.

Mereka berdua segera meluncur menuju apartemen Zoya. Sesampainya di depan pintu.
"Apa sebaiknya aku mencari tempat penginapan yang lain?" tanya Belvara.
"Tidak perlu. Apartemen ini sangat luas, kamu bisa tinggal disini."
"Tapi.." ucapan Belvara tertahan saat Zoya membuka pintu apartemennya.
"Astaga. Zoya ini yang kamu sebut tempat tinggal?" Belvara berjalan masuk dan meninggalkan Zoya di ambang pintu.
Zoya hanya tertawa melihat kehebohan Belvara.
"Ruangan kotor sepert ini bisa mengganggu kesehatan kamu Zoya."
Belvara mengambil beberapa pakaian kotor yang berserakan dilantai.
"Aku sibuk dengan kuliahku Belva. Tidak ada pembantu disini, saat pulang dari kampus aku malas untuk membersihkannya." Zoya mengikuti langkah Belvara.
Perlahan Belvara membuka pintu kamar Zoya dan semakin terkejut. Banyak sekali sampah dari makanan ringan berada diatas kasur maupun meja televisi.
"Kita harus bersihkan sekarang." Belvara membalikan tubuhnya ke arah Zoya.
"Sekarang? aaahhhhh nanti aja. Aku capeeee.." Zoya menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang penuh dengan sampah plastik.
"Ayo ayoo bangun!!!" Belvara menarik tubuh Zoya.
Dengan malas, gadis itu menuruti apa yang dikatakan Belvara.
Perlahan Belvara mengambil sebuah kantung plastik hitam besar dan memunguti sampah-sampah yang terlihat.
Sementara Zoya mulai merapikan sprei kasur.
Belvara menarik gorden kamar Zoya yang menyebabkan ruangan kamar ini menjadi sangat gelap.
"Kamu tuh harus membuka gorden, supaya cahaya matahari itu masuk keruangan kamu." Belvara mulai tegas berkata pada Zoya.
Zoya tidak mempedulikan perkataannya.
"Ini lagi, astagaaaaaa..." Belvara menemukan pakaian dalam Zoya yang menyelinap diantara sela-sela kasur.
"Apaan sih!!! udah kamu keluar aja. Kamar ini aku yang bersihkan." Zoya mendorong tubuh Belvara keluar dan menarik pakaian dalamnya dari tangan laki-laki itu.
"Bawel banget." Zoya kembali melemparkan kembali tubuhnya di atas kasur yang empuk itu.
Sementara Belvara dengan sigap membenahi seluruh isi apartemen Zoya, sama seperti Arva waktu pertama kali ia datang.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang