******
Aldi terus menerus mengeratkan jaket hitam yang membalut kaos lengan panjang putih miliknya. Ntah kenapa Jakarta malam ini sangat dingin dan juga sepi disaat yang bersamaan membuat rasa dingin itu menjalar sampai kepermukaan tulang-tulang Aldi.
"Papah," gumamnya pelan sambil melihat foto yang terpampang dalam handphone miliknya.
Ntah apa yang sedang Aldi pikirkan sampai ia mau menemui lelaki yang sudah selama 13 tahun dihidupnya yang tidak pernah ia temui. Sangat sakit memang, harus menahan rasa rindu yang selalu ingin terbalaskan dengan cara melihatnya namun, Aldi mengerti rasa sakit yang ia rasakan tidak sebanding dengan rasa sakit yang ia goreskan dihati'nya'.
"Aldrian Chander," ucap suara berat dan langkah kaki dalam ritme cepat langsung memenuhi gendang telingan Aldi.
"Papah," ucapnya parau sambil berdiri dan memeluk lelaki itu.
"Aldrian, Aldrian, Aldrian, Papah merindukanmu," ucap lelaki itu sambil memeluk Aldi erat dan berbicara dengan suara yang tak kalah parau pada Aldi.
Aldi segera membuka mata dengan keringat yang terus menerus turun dari dalam tubuhnya. Tidak, ia tidak bisa terus menerus menyimpan rindu yang ntah kapan akan terbalaskan ini. Segera ia mengambil handphone yang berada disamping tempat tidurnya yang kosong.
The number your calling is switch off please try again latter...
Ntah sudah yang keberapa kali dalam tahun ini suara itu yang selalu menjawab telpon-telpon dari Aldi. Aldi merindukan suara lelaki itu, suara tegas, namun terdapat rasa sayang yang tiada dapat dihitung jumlahnya ketika ia berbicara. Aldi merindukannya, Aldi merindukannya, ia benar-benar merindukannya.
"Papah," ucap Aldi tanpa sadar mengeluarkan sebulir air mata dari kelopak itu.
"Papah, Aldi kangen Papah," ucapnya kembali dengan suara parau dan ringkukan Aldi kesamping tempat tidur miliknya. Ia terus menerus memanggil nama pria itu dan tanpa sadar tangisan yang awalnya sebulir-sebulir itu, kini menjadi isak tangis yang sungguh pilu.
"Maaf Papah, Maaf, Maaf, Maafin Aldi, Maafin Aldi, Papah," ucapnya kembali dengan mengenggam selembar foto usang yang berada dilaci nakas miliknya.
****
"Al, kenapa sih dari tadi diem aja? Lo bete ya sama gue? Aaa maafin gue, gue punya salah ya sama lo? Jangan diem mulu dong Al!" Seru Dinasta sambil terus mengikuti langkah kaki Aldi yang menaiki gundukkan anak tangga tersebut.
Saat tiba diatas rooftop Aldi segera menghadapkan dirinya pada Dinasta, senyuman indah terlukis pada bibir miliknya. "Ngga, Dinastaaa," ucapnya lembut sambil mengacak-acak pelan rambut Dinasta.
"Kalo ada masalah cerita dong," ucap Dinasta sambil mendudukan dirinya pada kursi yang menghadap kearah pemandangan kota Jakarta pada sore hari ini.
Aldi pun ikut mendudukan dirinya disamping Dinasta dan memperhatikan gedung-gedung yang terkena pantulan sinar matahari orange.
"kangen sama Papah." Ucapnya pelan.
Dalam hitungan detik Dinasta segera memusatkan seluruh perhatiannya pada Aldi yang tetap memandangan langit sore Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quand Il Pleut
Ficção AdolescenteAldi mencintai Dinasta. Alfha menyayangi Dinasta. Dan Gensa ingin memiliki Dinasta. Jika kalian pikir cerita ini hanya sebatas friendzone atau cinta menye-menye(?) yang sangat infinity. No. Its not. Too much pain that they've tasted just because...