She's back

265 20 0
                                    


Reagan memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya. Di samping laki-laki itu kini Vio sedang duduk sambil memainkan ponselnya, sepertinya perempuan itu sedang sibuk membalas pesan dari seseorang. Reagan juga tidak ingin menjadi orang yang ikut campur urusan orang lain, "udah sampe."

Vio mengalihkan pandangannya dari ponsel dan melihat ke arah Reagan kemudian ke sekeliling, "oh," Vio memasukan ponselnya di saku roknya kemudian memperbaiki letak tasnya. Perempuan itu hendak membuka pintu begitupun Reagan. Laki-laki itu juga hendak membuka pintu mobilnya.

Gerakan jemari Vio terhenti dan perempuan itu kembali berbalik menghadap Reagan dan menahan tangan kiri laki-laki itu yang bebas, "Reagan."

Reagan menoleh menghentikan aktifitasnya, "ya?"

"Makasih ya," Vio tersenyum tulus menatap Reagan. Ketika mengetahui Reagan juga menatapnya, perempuan itu langsung menunduk dan merasakan jantungnya berdebar lebih kencang dari beberapa detik lalu. Jantungnya serasa mencelos ke tanah mendapati Reagan menatapnya seperti tadi.

Reagan membalas senyuman perempuan itu, "iya."

Dengan secepat kilat Vio membuka pintu dan bergerak keluar dari mobil Reagan, Vio tidak mau jika nanti Reagan bisa mendengar detak jantungnya saat ini, itu terlalu memalukan.

"Viola?" Perempuan itu menoleh ke arah sumber suara. Itu Bunda yang sedang berada di ruang tamu bersama teman-teman Reagan. Dan di sana ada Stev. Sungguh, Vio bingung antara harus senang atau tidak. Seharusnya Vio senang jika disini ada Stev dan dia tidak perlu repot-repot modus karna Stev ada di depan matanya.

Lamunan Vio tersadar ketika Reagan berjalan di depannya dan memasuki rumah, laki-laki itu sepertinya berjalan kearah tangga, "siang, Bun," ucap Vio ramah pada Bunda. Vio berencana akan masuk ke dalam rumah untuk menyalami Bunda sebelum langkahnya terhenti.

"Reagan."

Suara itu terdengar begitu merdu dan yakin.

----

"Makasih ya," Reagan menatap Vio seperti biasa. Tidak ada yang spesial dari tatapan itu, tapi Vio menunduk dan tidak melihatnya.

Reagan tidak merasa ada kejanggalan saat itu, tapi perasaannya bercampur aduk dan terasa aneh, "iya."

Tanpa Reagan perkirakan ternyata perempuan itu bergegas untuk turun seperti ada yang mengejarnya. Karna perasaan laki-laki itu memang sedang buruk, dia keluar dari mobilnya sebelum Bunda memanggil perempuan itu, "Viola?"

Reagan melihat reaksi perempuan itu ketika dirinya baru saja menutup pintu mobil. Reagan mengamati perempuan itu berbalik perlahan dan wajah perempuan itu tampak terkejut walaupun tidak kentara. Reagan mengikuti arah pandang perempuan itu dan melihat ada Stev di sana, seketika Reagan dapat membaca apa yang ada di pikiran perempuan itu. Dengan santai Reagan berjalan memasuki rumah tanpa melihat teman-temannya yang sedang duduk di ruang tamu bersama bunda. Laki-laki itu menaiki tangga dengan wajah datarnya.

"Siang, Bun," Reagan dapat melihat perempuan itu bersuara. Dan Reagan dapat melihat dari sudut matanya bahwa Vio sedang berjalan menuju Bunda dengan langkah canggung dan ragu-ragu.

"Reagan."

-----

Laki-laki itu menghentikan langkahnya mendengar suara itu yang membuatnya membeku. Langkahnya terhenti bersamaan dengan langkah Viola yang berjalan menuju Bunda. Alis Reagan bertautan. Laki-laki yang semula memegang pegangan tangga itu semakin mengeratkan tangannya bahkan dapat dikatakan mencengkram pegangan tangga itu. Suara itu seakan menghentikan seluruh fungsi tubuhnya sehingga ia merasa tidak dapat melakukan apa-apa. Reagan tidak dapat memcerna dengan baik apapun yang terjadi saat ini, tapi dia sangat mengenali suara itu.

Reagan berbalik dan matanya langsung bertemu dengan mata orang itu. Mata mereka bertatapan seakan sama-sama meluapkan rindu yang membelenggu selama ini. Mata Reagan mengamati orang itu dari atas hingga bawah yang membuatnya semakin tidak karuan.

Masih sama.

Dalam tatapan mereka, orang itu yang pertana kali tersadar lalu tersenyum hangat, "Reagan."

Tanpa sadar, laki-laki itu menuruni satu anak tangga dengan pandangan yang masih tertuju pada orang itu, "apa kabar?"

Reagan tidak menjawab dan menuruni anak tangga berikutnya. Kakinya seakan mati rasa tetapi tertarik seperti magnet pada sosok yang kini benar-benar ada di hadapannya. Reagan tidak percaya semuanya secepat ini. Semuanya terlalu cepat dan Reagan seakan di paksa untuk gembira karna laki-laki itu sudah mempersiapkan dirinya untuk menunggu lebih lama.

Tapi Reagan tidak bisa memungkiri bahwa dirinya sangat senang dengan kehadiran orang ini.

Tanpa di sadarinya, kini dia sudah berdiri tepat di hadapan orang yang selama ini ditunggunya. Membuatnya tersiksa seakan berharap pun tak bisa.

Tapi sekarang dia ada di sini, di hadapannya.

Reagan tidak mengatakan apapun dan menatap orang itu tak percaya.

Bruk

Reagan memeluk orang itu secara tiba-tiba. Membenamkan wajahnya di puncak kepala orang itu dan menghirup bau shamponya dalam-dalam. Dia benar-benar merindukan sosok yang ada di dalam pelukannya ini. Sosok yang dulu pernah pergi dan kini kembali. Merobek kembali luka lama dan menyembuhkan luka baru yang di sebabkan olehnya. Reagan benar-benar tidak mempercayai apa yang ada di pelukannya saat ini adalah nyata. Semuanya terasa seperti mimpi yang suatu saat akan memaksa untuk segera terbangun dan melupakan semuanya.

Semua pasang mata di ruangan ini melihat kearah dua manusia yang sedang berpelukan itu tanpa menyadari satu hal,

Ada hati yang mencoba mengerti.

Dalam pelukan itu Reagan tersenyum dan berucap,

"Canayya."

---

MOVIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang