Change

254 16 0
                                    


Sudah hampir satu jam Vio berendam dengan air hangat di bathup kamarnya untuk merelaxkan syaraf-syarafnya yang terasa tegang. Dengan ponselnya yang melantunkan musik-musik yang dapat membuatnya tenang dan di letakannya di atas closet duduk yang tertutup tak jauh dari bathup. Kejadian hari ini benar-benar membuat Vio lelah dan menguras pikirannya. Vio yakin, Stev tidak bermaksud menjatuhkan kertas itu ke tanah. Dan Vio yakin, Stev hanya mengujinya. Karna dalam pikiran Vio, Stev hanya menguji mental perempuan itu saja jika mereka sudah benar-benar resmi berpacaran.

Karna dalam bayangan Vio juga, menjadi pacar Stev akan membuatnya harus lebih berani akan segala hal. Tapi Vio tak bisa memungkiri ada rasa sakit yang menggerogoti dirinya ketika surat itu jatuh menyentuh lantai di depan matanya.

Vio tidak peduli dengan Stev yang membacakan surat itu di depan umum karna sejujurnya ada rasa sedikit bangga ketika orang-orang tau bahwa ia menyukai Stev, entah karna apa.

Besok pagi, Verlin pasti akan menanyakannya masalah ini dan menceramahinya habis-habisan.

Drrtt drrrtt drrtttt

Getaran dari ponselnya membuat suara musik terdengar sedikit berubah. Vio mengambil ponsel itu dengan malas dan mengangkat panggilan dari seseorang tanpa melihat caller id, menghidupkan speaker lalu meletakannya di tempat semula lalu kembali keposisi semula dan menutup matanya, "hallo?"

Sapaan dari seberang sana membuat Vio menaikan sebelah alisnya dan masih menutup matanya, "ya?"

"VIO LO DIMANA?!"

Ternyata Verlin akan marah-marah dan menceramahinya hari ini.

"Dirumah, Ve sayang," Vio berusaha semanis mungkin.

"GUE MASI BELOM PUAS NYERAMAHIN SAMA MARAH-MARAH SAMA LO!" Suara Verlin yang menggelegar menggema di seluruh kamar mandi Vio, Vio memijit pelipisnya mendengar teriakan Verlin, "lo dimana sekarang?"

"Gue lagi berendam dengan lagu yang merdu kemudian lo nelpon dan merubah segalanya dengan suara lo yang lengking dan nyaring," ucap Vio tanpa jeda pada Verlin
yang berada di sebrang sana.

Verlin tampak terkejut, "lo lagi mandi?"

"Jangan omes lu, Monyet!" Vio berteriak.

"Dih," jeda Verlin, "GUE GA OMES, NAJIS!"

Vio tertawa terbahak-bahak, "NGAKU GA LO?!"

Verlin menghela nafas, "cepet mandinya abis itu turun, SEKARANG!"

"Sekarang?"

"IYA SEKARANG!"

Vio menegakan punggungnya, "LO DI RUMAH GUE?!"

Terdengar kekehan Verlin di sebrang sana, "hehe."

"LO GA NGINTIPIN GUE KAN?" Pekik Vio.

"YA ENGGA LAH GILS!" Verlin kembali berteriak, "BURUAN TURUN!"

-----

Verlina datang dengan jajanan di dalam plastik yang perempuan itu bawa. Vio masih mengeringkan rambutnya yang basah dengan headryer di meja hias perempuan itu.

"Vio," Vio menoleh dan berdeham pada Verlin.

"Apaan, Nyet?"

Verlin menghembuskan nafas, "tadi gue ketemu Daffa waktu mau masuk gerbang lo."

Vio melirik Verlin dari cermin, "hah?"

Verlin mengangguk sambil membuka bungkus chiki miliknya, "mau?"

Vio menggeleng, "ntar aja."

"Iya dia goncengin cewe."

Viola tampak berpikir, "ohh," jeda perempuan itu, "dia tadi kerumah Reagan."

Verlin menegakan punggungnya yang tadi bersandar, "kok lo tau?"

"Ya kan gue tetangga Reagan," Vio memutar matanya malas, "cantik- cantik bego sih."

"Ehanjirr," Verlin melempar bantal ke arah Vio yang masih sibuk mengeringkan rambutnya. Kemudian Verlin kembali tertunduk, "dia tadi goncengin cewek."

Mata Vio membulat menatap Verlin horor. Tapi perempuan segera menyadari sesuatu, "ohh—"

"Ini udah kedua kalinya lo bilang 'ohh'," Verlin memutar matanya.

"By the way thanks udah bilang gue cantik."

"Monyet."

"Ya sabar deng!" Vio mematikan headryer miliknya dan segera berbalik menghadap Verlin yang kini membuang muka, "Canayya?"

Verlin menatap Vio dengan menautkan alisnya, "Canayya?" Verlin merasa pernah mendengar nama itu dan tidak asing, "Ca—Canayya?" Tanya perempuan itu sekali lagi.

Viola menepuk jidatnya melihat kelemotan Verlin, "jangan bego-bego banget lah, bes."

"Canayya friendzone si Reagan?" Vio menatap Verlin dengan alisnya yang terangkat sebelah, "eh," Verlin menyadari sesuatu.

"IYA ITU EMANG CANAYYA!"

"Ya kan gue tadi bilang emang Canayya."

Verlin membuka chikinya lagi, "dia udah balik?"

Vio mengangguk lalu menggapai ponselnya dan mengecek line yang masuk, "EH!"

Vio tampak kaget dan terlonjak melihat line yang dikirimkannya pada Steven kemarin malam sudah di read, "line gue di read!"

"Hah?"

"Iya, line gue di read Steven!"

Verlin membulatkan matanya tak percaya, "lo ngeline Steven?!"

Vio mengangguk mengiyakan apa yang di tanyakan Verlin barusan, "ya
ampun, lo kayanya emang bener-bener sayang dia yah."

Vio tersenyum bangga, kemudian wajahnya berubah sedetik kemudian, "ih sumpah Farid nyebelin!"

"Emang dia ngapain?"

"Dia pap poto aib gue di ask fm," Vio menatap Verlin, "Veee dia ga mau ngapusssssssssss..." Vio merengek pada Verlin yang ada di hadapannya, "gimana dongggg..."

"Eh?" Verlin menatap Vio aneh dan heran, "liat liat?"

Vio mengarahkan layar ponselnya pada Verlin, Tapi Verlin bukan melihat foto Vio dan dia malah melihat foto seorang laki-laki, "lo kok punya foto Reagan?"

"Eh?" Vio melihat ponselnya dan yang terpampang di sana adalah foto Reagan yang di ambilnya di kap mobil laki-laki itu beberapa waktu yang lalu, "engga..."

"Jujur deh."

Vio menggeleng, "engga ada apa-apa Ver, serius."

"Lo makin deket sama dia, Vi?"

Viola menggeleng, "ya deket cuma sebagai TukangOjekzone aja," kemudian Vio dan Verlin terbahak.

"Eh, Vi," Verlin kembali memanggil Vio, "Canayya beneran balik?"

Vio kembali mengangguk, "iya," ucapnya jengkel, "gimana sih kan tadi gue bilang iya."

Dan semuanya akan berubah mulai hari ini.

----

Wahahahaa
Hayoloh Canayya udah balik dan selamat bertemu dengan detikdetik menyakitkannya. Karna bentar lagi bakal tamat and it'll be fun—for me actually—

Gue tinggal bikin endingnya dan do you know what the fucking perfection? Gue selalu ngestuck dan ngerasa itu jelek banget gilakkkkk wkwk. Walaupub gue tau semua jelek tapi tuh ya..... Ya gitu.

Bhay

MOVIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang