"Serius duduk disini aja? Masa pacarnya duduk sendirian dibelakang, sih?" Gurau Abra pada Anita yang duduk disebelahnya.
Anita mendengus sebal. "Temen, Mas. Udah mending nyetir aja yang bener, tuh, tuh, liat ada beruang nyebrang."
"Mana ada beruang di Jakarta? Ada tuh, cewek-cewek berkerudung bonceng tiga naik Supra." Abra terkekeh. "Ini pacarnya Anita namanya siapa?"
Richie yang duduk dikursi belakang terkejut. "Richard, panggil Richie aja."
Anita menoleh kebelakang menatap Richie jengkel. "Kok, lu jawab, sih?"
"Richie? Lucu namanya. Gua kakaknya Nita, Abraham Lincoln." Ucap Abra.
"Dih, apa-apaan, bohong dia. Namanya Abraham Ratih Lituhayu." Ucap Anita sambil memutar bola matanya.
"Sama-sama bohong, nama gua Abraham Reynand." Ucap Abra, matanya fokus pada jalanan.
Richie tersenyum entah kepada siapa dan untuk apa. Kekhawatiran itu lenyap, Abra ternyata orang yang ramah.
"Udah berapa lama pacaran sama Anita?" Tanya Abra tiba-tiba.
"Dibilang temen, Ya Allah." Anita mendengus kesal.
"Iya, temen, kok." Ucap Richie.
"Temen macam apa yang gendong-gendongan?" Abra terkekeh.
"Bodo ah." Anita membuang muka melihat jendela. "Dirumah ada siapa, Mas?"
"Ada Bunda doang, Ayah ada acara diluar, Vira tadi kerumah temennya katanya, ini Mas disuruh jemput tadi."
"Terus kenapa malah nganterin Nita? Gak jadi jemput Vira?" Tanya Anita.
"Jadi, kan jemputnya lewat rumah juga, jadi sekalian bareng aja."
"Oh, yaudah." Anita mengangguk.
~~~~~~
Anita membuka pagar rumahnya, Richie berjalan mengikutinya dari belakang.
Mereka berjalan melewati halaman. Richie memperhatikan keadaan sekitar, rumah dua lantai bercat putih itu terlihat asri. Di halamannya terdapat taman kecil yang dihiasi tanaman bunga hidroponik dan pohon-pohon yang menjulang rimbun.
Saat dirinya menjejaki rumput, sejuk terasa ketika kakinya yang hanya terbalut sandal bersentuhan dengan embun sisa tadi pagi.
Kondisi ini mengingatkannya akan halaman rumahnya, mengingat burung-burung kecil yang dipelihara Ervin sejak lama, tanaman-tanaman bonsai yang tersusun rapi, bunga-bunga berbagai jenis dan warna, halaman rumah Anita mengingatkannya akan Tantenya, Ana yang gemar berkebun. Ana pasti senang jika melihat halaman Anita, belum lagi jika ia melihat jajaran bunga matahari favoritnya yang menggantung pada dinding.
Cepatlah pulih.
"Ayo, Rich." Panggil Anita yang sudah berdiri didepan pintu rumahnya.
"Eh, iya." Richie berjalan menghampirinya.
Anita memutar knop pintu rumahnya dan mendorongnya. "Assalamu'alaikum."
"Assalamu'alaikum." Richie ikut memberi salam.
"Ayo, Rich, masuk aja. Bunda didalem kali." Anita berjalan masuk kerumahnya.
Mereka berjalan berdampingan kedalam rumah, Anita kemudian duduk di sofa ruang tamu.
"Duduk sini dulu Rich," Anita menepuk sofa disampingnya.
Richie mengangguk kemudian duduk disamping Anita.
Tak lama, wanita berperawakan tinggi dengan celemek merah yang sudah kotor akan tepung datang menghampiri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot and Cold Richie (revisi)
Teen FictionAda kehangatan yang terselubung dibalik tebalnya bongkahan es. Dia sendirian, dia kesepian, mencoba bertahan dalam diam. Dia rapuh, mencoba sembuh tanpa penawar. Cinta datang, cinta menolong, cintalah sang tabib penyembuh, cintalah penawarnya.