TWENTY ONE

10 0 0
                                    

Tatapan kebencian, kekecewaan itu yang kuhindari. Selama ini aku selalu melarikan diri, tapi aku takkan lari lagi.

Dengan yakin Euphy menatap tatapan tajam wanita di depannya, yang selama ini ia takuti, ia hindari. "Memang aku anak yang tidak tahu diri, selalu mengabaikan semua kata-katamu dan tidak sesempurna Tyler. Tapi aku tidak akan membuang-buang waktu dan melarikan diri lagi dengan menyiksa diri sebagai orang lain, dengan terus berharap akan sesuatu yang mustahil terjadi. Apa saja yang dikatakan orang lain, aku tak tahu. Tapi aku akan memastikan jati diriku sendiri. Siapa aku, akan jadi siapa aku, akan kuputuskan sendiri. Asalkan aku bersama orang-orang yang kucintai, aku yakin aku akan baik-baik saja. Aku akan terus maju, sebagai diriku sendiri. Sebagai Euphonia Leigh."

Euphy tersenyum, tulus dari hati. "Itu saja yang ingin kusampaikan padamu, Mama."

Ia diam tak berkomentar apapun. Wajah itu tak berubah, tetap dingin dan kaku, sama seperti saat ia meninggalkan rumah lima tahun lalu.

Tiba-tiba anak perempuan yang Euphy lihat beberapa hari lalu di sana bersama wanita di depannya dan yang muncul di dalam mimpinya datang berlari-lari ke arah mereka.

"Mama!" Seru anak itu. "Oh, kakak yang kemarin!"

"Halo!" Sapa Euphy sambil berjongkok di depan anak tadi. Wanita itu tampaknya ingin segera pergi, tapi tidak jadi, melihat wajah anak perempuannya yang ceria itu.

"Ada apa?" Tanya anak itu. "Kakak kenal sama Mama?"

"Tidak, aku hanya mengembalikan barang ibumu yang terjatuh." Sahut Euphy sambil terus tersenyum. Kalau dilihat-lihat lagi, ia dan anak itu sama-sama memiliki mata coklat terang, turunan dari wanita yang sama tentunya. "Jaga ibumu, ya."

"Tentu saja!" Sahut anak itu.

Euphy segera bangkit dan berjalan pergi. Ia sangat terkejut saat celananya tertarik dan ia nyaris terjatuh.

"Kakak belum beri tahu nama kakak! Aku Eunike." Seru anak itu dengan suara merengek.

Euphy melepaskan pegangan Eunike pada celananya dan berucap sambil berjalan pergi. "Euphonia Leigh. Senang berkenalan denganmu, Eunike."

Eunike tercengang, lalu menoleh pada ibunya. "Mama! Itu Euphonia Leigh yang itu? Yang CD-nya selalu kudengar?"

"Bukan, sudah, ayo kita pulang." Sahut ibunya.

Namun apapun yang dikatakan ibunya saat itu atau kapanpun juga, ia sudah terlanjur kagum dan percaya pada kakak yang ditemuinya.

* * *

"Well done."

"Maaf membuatmu menunggu." Sahut Euphy.

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Nova sambil berjalan di sisi Euphy.

"Bagaimana menurutmu?"

"Dilihat dari ekspresimu, sepertinya berjalan dengan lancar ya?" Ujar Nova.

Euphy tertawa. "Dibilang lancar juga tidak, tidak lancar juga tidak. Aku lega sudah mengatakan semua itu, tapi seperti yang kuduga, sakit."

"Perlu obat?"

Euphy menatap Nova heran sebelum kemudian paham maksudnya. "Boleh."

Nova membawanya ke cafe di mana mereka sering mampir sepulang sekolah. "Ice Mochaccino satu tanpa whipped cream, ice Lemon Honey Tea satu, dan Quadro Devil Chocolate cake dua."

Begitu waiter itu pergi, Euphy menatap Nova heran. "Kau sudah hapal kesukaanku rupanya."

"Tidak susah kok." Balas Nova nyengir.

Euphy hanya membalas dengan 'oh' lalu terdiam. Nova menatap pacarnya dengan tenang. "Apa langkahmu selanjutnya?"

"Langkahku... selanjutnya?"

"Kau tadi bilang akan maju terus kan? Jadi sekarang aku tanya apa langkahmu selanjutnya?" Jelas Nova.

Euphy manggut-manggut sambil berpikir sebelum kepalanya tegak menatap Nova. "Tunggu, kau dengar semua kata-kataku?"

"Kau keren sekali." Balas Nova nyengir.

Wajah Euphy memerah sedikit. "Oh dasar kau ini. Kau pasti mendekat saat itu. Aku yakin suaraku sudah cukup kecil tadi."

"Cukup keras untuk kudengar."

Euphy mendengus, lalu mengaduk-aduk teh favoritnya. "Lomba-lomba tahun ini banyak."

"Sikat semua?"

Euphy tertawa. "Yang jelas aku perlu menghubungi Kelly dulu."

"Sudah sembuh sakitnya?" Tanya Nova tiba-tiba.

Euphy mengerjap heran. Benar juga, sakit sesak di dadaku hilang. "Makasih." Entah bagaimana, ada sesuatu dari diri Nova yang membuatku ringan, dalam keadaan apapun aku saat itu.

"Aku akan ada bersamamu. Senang sedih, sehat sakit. Jadi kalau ada apapun, tidak, tidak ada apapun juga aku akan selalu bersamamu." Ujar Nova tiba-tiba dengan wajah serius.

Euphy tersenyum, sementara wajahnya merona. "Kau sudah melakukan banyak hal untukku. Mulai dari menjadi teman, sahabat, kau membuka diriku pada musik lagi. Aku sendiri heran kenapa kau bisa."

"Aku juga tidak menyangka akan berhasil." Balas Nova.

"Mungkin karena aku merasa cocok denganmu, karena itu aku bisa membuka diriku?" Euphy sendiri tidak yakin dan bertanya-tanya dalam dirinya sendiri. "Tapi aku tidak ingin jadi pihak yang ditolong terus. Karena itu mulai sekarang, aku yang akan menolongmu."

"Ternyata kau bisa mengucapkan hal macho ya." Nova tertawa keras dan panjang. "Tapi aku suka itu."

"Let's fight together?"

"Together."

Our Hearts' ResonanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang