14. Could It Be

201 9 2
                                    

Sebenarnya, banyak hal yang masih ingin gue ketahui tentang sahabat kecil gue ini. Tentang hubungannya dengan Layla, tentang orang yang dia sukai, dan tentang perasaannya.

Tapi sekarang yang gue mau lakukan adalah menjaga perasaan cowok itu, dengan tulus.

Gue tersenyum melihat senyuman mengembang di bibirnya.

Gue juga ingin menjaga perasaan gue sendiri ini dengan tulus.

Entah ini senyum bahagia, atau bahkan sebaliknya.

***

"Nao, nanti malem bisa ikut gue?"

Gue menoleh perlahan, memalingkan pandangan gue dari buku-buku yang sedang gue masukkan ke dalam tas, dan melihat Rei yang kini tepat ada di depan gue, menatap mata gue. Gila, sekilas gue deg-degan. Gue kenapa njir. "Ngapain, deh?"

"Lu inget kan, yang kemarin? Nyanyi di kafe." Oh, iya, Rei mau manggung di kafe bareng Coffee Cone. Gue baru inget. Kemudian gue mikir lagi, si Kak Erik dan kakak-kakak yang lainnya kan udah kelas tiga, mereka emang nggak tes persiapan UN atau universitas, apa? "Nanti kita perdana tampil di sana. Gue mau lu liat penampilan kita."

Nanti? Hem, sekarang hari Selasa, gue jadinya gak les. Dan kayaknya gak ada apa-apa lagi, deh. Selain itu gue juga penasaran ini kafenya kayak gimana. "Oh, yaudah, boleh deh."

"Oke, jam 7 kurang gue jemput lu, ya!"

Oh

Eh

Hah

"Gue gak bisa pulang bareng lu nih, gue mesti langsung berangkat latihan. Lu pulang sendiri aja gapapa, ya? Gapapa, kan?" Lanjut Rei kemudian menepuk kepala gue, yang membuat gue membeku. "Eh, gue duluan ya, keknya udah ditinggalin dah. Dah, Nao, dah semua!!" Serunya kemudian berlari keluar kelas.

Dan gue masih membeku.

Malu-maluin.

Maksud gue, Rei tuh udah biasa banget gituin gue, bener deh. Tapi entah kenapa sekarang kok rasanya beda. Apa karena kemarin? Lah apa hubungannya sama kemarin? Emang kemarin ada apaan?

"Yah Nao, lu ga balik sama Rei, ya? Yaudah balik Yuk!" Seru seorang cewek yang tiba-tiba masuk ke kelas gue. Kayaknya dia tadi berpapasan dengan Rei di jalan. "Eh, lu kenapa bengong gitu, deh?"

Ayu.

Dan kemudian gue sadar kalau gue harus cerita sama Ayu.

***

"Seriusan si Layla bilang gitu?"Akhirnya gue dan Ayu memutuskan untuk tinggal sebentar dan makan indomie di kantin sekolah, yang untungnya sekarang udah sepi banget. Bisa bahaya aja kalau gue cerita taunya masih ada orang di sekeliling kita. "Gilak. Dia udah kibarin bendera putih dong, ya? Padahal pas gathering dia kelihatan resek banget."

"Hnn," Gue nggak ngerti maksud Ayu apa, jadi gue hanya meng-iya-kan saja. "Tapi, sebenernya... Bukan itu yang bikin gue bingung, Yuk. Kata-katanya Layla itu, loh."

'...Jadi aku harap, Kak Naomi juga selalu menjaga perasaan tulus Kak Rei, karena aku yakin orang yang Kak Rei cintai pasti akan selalu ia jaga dengan sepenuh hati. Aku ingin Kak Naomi menjadi penyelamat Kak Rei.'

"Ya, terus kenapa?"

Hah? Kenapa, kata Ayu? Kenapa apanya?

"Maksud gue, kenapa lu bingung? Bukannya itu udah jelas? Maksudnya lu harus tetep jaga perasaannya Rei dan buat dia bahagia."Lanjut Ayu, kemudian meniup kuah mie kari ayam di hadapannya yang masih mengepulkan asap panas.

Baby in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang