Sahabat ?

2.2K 34 3
                                    

"Mi, Aidan kalo dilihat-lihat cakep juga ya ?" kata Rifa, pada sahabat yang juga teman sebangkunya itu, Naumi.

"Emm, iya lumayanlah. Kamu suka ya, Fa ?" tanyanya pada wanita berkulit putih yang sedang duduk bersamanya di bangku taman.

"Ya, gitulah Mi."jawabnya setengah tersenyum.

"Eh, tapikan dia sahabatmu ?"

"Dia sih Mi terlalu baik, cakep pula. Kan gak salahku donk kalo aku suka" sahutnya tertawa.

Naumi adalah sahabat Rifa sejak mereka bersekolah di SMA ini. Mereka terlihat sangat akrab apalagi saat duduk berdampingan. Sering terlihat Rifa selalu bercerita pada Naumi tentang apapun. Begitu pula dengan Aidan, siswa seangkatannya yang berada dikelas lain, juga sahabat Rifa. Yang diam-diam dia menyimpan perasaan padanya, sejak awal bertemu. Walaupun Aidan hanya menganggapnya sebatas teman biasa.

" Pagi anak-anak .." terdengar teriakan keras dari ujung pintu.

"Pagi paaak " ternyata itu suara pak Darmin guru kesiswaan.

"Hari ini bapak punya berita gembira. Bahwa, akan ada siswi baru yang akan menjadi teman sekelas kalian. Ayo silahkan masuk, dan perkenalkan dirimu mbak ." kata pak Darwin pada sosok wanita berhijab putih dibalik pintu.

"Emm, perkenalkan nama saya Shofiyah Anggun Pratiwi, saya berasal dari Bandung. Salam kenal semua" kata wanita bertubuh tinggi itu lugu.

Pelajaran berlangsung lancar. Meski masih terdengar siswa berbisik-bisik membicarakan anak baru itu. Tapi begitu, tak sampai membuat kegaduhan yang mengganggu kelas lain. Hingga bel istirahat berbunyi.

"Mi, jajan yuk ?" ajak Rifa sembari menarik lengan Naumi.

"Enggak ah, kamu aja" jawabnya singkat.

"Oh, ya udah."

Sebulan berlalu, hubungan antara Naumi dan Shofiah semakin dekat. Ditambah, seorang yang disukai Naumi ternyata adalah teman dekatnya. Ia jadi semakin semangat untuk mencari tahu sosok yang diidolakan dalam hidupnya itu.

"Eh, Shof. Dia itu orangnya kayak gimana sih. Kasih tau donk ?"pinta Naumi .

"Mau tau yaa ?" sahut Shofi sambil tersenyum menggoda.

Seusai jam sekolah, Naumi, Shofiyah dan Aidan bertemu dikantin. Mereka mengobrol santai berbagi kisah mereka hari itu. Hingga, tanpa tersadar karena asiknya bercerita ternyata Rifa melihat mereka dari kejauhan. Matanya terus memandangi dengan tatapan yang tajam.

Esoknya, Rifa tak datang lebih awal tetapi terlambat dari lainnya. Dan itu mulai sering ia lakukan. Sungguh aneh sikapnya, apalagi dia menggeser tempat duduknya dari Naumi. Seolah ingin menjauhinya. Karenanya Naumi mencoba memastikan apakah Rifa membencinya.

"Fa, kamu tau caranya nyelesein soal ini gak?" tanya Naumi pada Rifa saat pelajaran matematika.

"Gak tuh"jawabnya sambil membuang muka.

Entah mengapa, saat itu Rifa berubah total dia yang baik, cerewet, dan perhatian kini berubah menjadi arogan, cuek, sinis, dan acuh tak acuh. Sampai ketika Naumi mendapat musibah, Rifa tak datang lagi untuk menghibur. Padahal dia yang biasa menemaninya saat sedang terpukul dulu. Kini, dia bersikap seolah-olah Naumi memang benar-benar tak ada. Ia menganggap bahwa Naumi bukanlah sahabatnya lagi.

Hari-hari berjalan suram, ruang kelas yang dulunya ramai dengan gelak tawa. Kini jadi sepi, yang ada hanya terdengar suara rendah dari siswa lain. Kelucuan yang sering Rifa lontarkan, tak lagi Dia ungkapkan. Dia lebih sering menyendiri dengan buku dan bolpennya. Menulis puisi menjadi hobi barunya.

Pagi itu, Amala menghampiri Naumi. Dengan tas yang masih ia gendong dipunggungnya, ia tampak sangat kebingungan. Berulang kali ia menengok ke belakang, seperti sedang ada yang mengikuti.

"Mi, aku mau bilang sesuatu ke kamu." kata Amala sedih.

"Kenapa La ?"tanya Naumi penasaran.

"Aku bingung mau cerita ke kamu apa enggak. Tapi ntar kamu jangan marah ya ? "

"Cerita aja La, iya aku gak akan marah."

"Sebenarnya, kemarin Rifa cerita ke aku. Katanya dia itu gak suka liat kamu sama Shofi. Kamu jadi tambah deket sama dia. Katanya kamu juga berubah, jadi cuek sama Rifa. Kamu lebih mentingin Shofi lebih milih dia daripada Rifa" jelasnya sendu.

"Benarkah ?? Aku cuek yaa ?"katanya lirih.

"Aku harus gimana Mi? Aku bingung, aku gak mau kalian bertengkar.. " tanya Amala memegang bahu Naumi.

"Kalau gitu, kamu temenin aja dia. Maaf aku udah buat kamu jadi masuk ke masalah ini."

"Iya, tapi kamu gak apa-apa kan Mi?"

"Aku pamit dulu ya La, aku ada acara. See you"

Setelah Amala cerita. Naumi pulang dengan berlari sekuat-kuatnya. Mendung yang semenjak tadi mengikutinya menurunkan hujan yang deras dan membasahi sekujur tubuhnya. Air mata yang semenjak tadi ia tahan, tak terbendung lagi. Sampai ia mulai memelankan langkahnya, dan menikmati air mata yang bercampur hujan.

Dirumah, ia langsung membersihkan badan dan sholat Ashar. Kesedihan masih terus dirasakannya, ia semakin tersungkur di atas sajadah. Saat memulai lantunan ayat Al Qur'an.

Hingga malamnya, ia tertidur dengan masih menangis. Doanya malam itu,

"Alloh, jika ini karena kesalahan dan kekhilafan hamba, ku mohon maafkan hamba dan jangan biarkan hamba untuk melakukannya lagi untuk selama-lamanya."

Keesokan hari, Rifa masih saja dengan sikap dinginnya. Bahkan mulai meminta Naumi untuk pindah tempat duduk. Berat hati, Naumi menerima kata-katanya. Sesalahkah itu, hingga ia ingin menjauhi Naumi.

Sampai pada pelajaran kosong, ia memberanikan diri untuk bertanya pada Rifa. Yang sedang sendiri dibangku kantin.

"Fa, kamu kenapa? Marah ya sama aku? Iya aku minta maaf, aku salah." ucap Naumi menunduk sedih.

"Eh, uangku ketinggalan ik."katanya spontan.

Rifa berlari ke kelas tanpa menghiraukan Naumi disampingnya. Tak tinggal diam, Naumi memanggilnya walau dengan nada yang sendu. Seketika, air matanya jatuh lagi. Ia berjalan menyusuri ruang kelas dengan masih menahan sesak didadanya. Dan ternyata, Aidan melihat Naumi mengusap kedua kelopak matanya di balik ruang kelas .

Berulang kali ia menanyakan kesalahannya, meminta maaf padanya. Tapi ia tak pernah mengatakan yang sejujurnya. Walau sebenarnya Naumi sudah mengetahuinya, ia hanya ingin mendengar langsung darinya. Kata-kata yang keluar dari bibirnya.

"Mungkin sakitnya lebih dari sakit yang kurasakan saat ini" bisiknya dalam hati sembari tetap berjalan ke kelasnya. Tiba-tiba,ia menemukan lipatan kertas kecil di lacinya sepulang sekolah.

Jangan menangis lagi, masih ada aku disini untukmu.

Aidan

Dia memeluk kertas itu dan lagi lagi menangis.

"Aidan .. " katanya dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sahabat ? [Proses Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang