Maaf baru update. Kemaren ada kejadian tidak mengenakan. Semua cerita yang ada di draf ilang. So, Author harus ngulang dari awal.
.
.
.Alvi Point of View
Huh, aku menghela nafas beratku. Sedikit melepas penat yang ku sendiri tak tahu apa sebabnya. Dewi surya yang mulai redup dengan sinar kemerahan menghipnotis mataku untuk terus menatapnya. Senyum menyungging tatkala aku mengingat bahwa tempat ini adalah awal mula aku bertemu gadis mungil itu.
Aku masih ingat ketika pertama berjumpa dengannya. Gadis bertatapan sendu tengah duduk membiarkan air hujan menghantam tubuh mungilnya. Walaupun ku tahu saat itu dia ketakutan dengan guntur yang mengerikan. Tapi dia selalu saja bertingkah seperti itu kala hujan datang. Begitulah kata orang-orang.
Pandanganku tak dapat berpindah, walau kala itu aku tak tahu siapa dia. Sedetik kemudian dia bangkit saat hujan telah usai. Aku penasaran dengannya, hingga akhirnya aku coba berbicara.
°°°
"Hey nona basah! Kelakuanmu seperti anak kecil. Kau masih membutuhkan popokmu, nona" teriakku dengan nada mengejek.Dia menengok kearahku yang sedang memakai payung. Pucat pasi bertatapan sendu dengan sebuah senyum yang cantik,menurutku.
"Hey bung! Apa yang kamu harap dari payung merah mu itu? Hujannya sudah berakhir. Kau tidak perlu takut kulitmu akan basah!" sahutnya dengan tawa yang renyah. Aku terhenyak.
"Lain waktu pakai rok mu, bung!" lanjutnya menyeringgai, lalu pergi mencegat Taxi dan berlalu dari hadapanku.
"Gadis yang pemberani," lirihku.
°°°Setelah hujan di hari itu, kami menjadi dekat. Berawal dari curhatannya bahwa dia menyukai hujan dan dia tengah sakit dengan ulah kekasihnya yang tiba-tiba berubah, begitu pula aku yang tiba-tiba memberitahu tentang rahasia terbesarku padanya. Ku kira dia akan menjauh saat mengetahuinya, tapi fikiranku salah. Dia semakin dekat denganku, tanpa ada rasa jijik dengan ketidak normalan aku ini. Aku tak tahu mengapa dia mempercayakan aku menjadi pendengar setiap asanya. Dan aku juga tidak tau mengapa mempercayakan dia untuk menyimpan rahasia terbesarku. Yang ku tahu adalah dadaku terasa sesak jika melihatnya menangis.
Waktu berlalu seperti ini untuk kami. Mengobrol sepanjang waktu, tertawa bersama dan tentunya dia yang mengajarkanku menyukai hujan. Dia mengajarkanku menari ditengah hujan, dan dia yang memberi julukan Malaikat hujan untukku.
Kami semakin dekat, bahkan aku sendiri tidak bisa mendeskrifsikan hubungan seperti apa ini. Tak pernah ada kata bahwa kami sepasang kekasih. Namun yang terjadi, kami saling mengetahui bahwa kami saling mencintai. Meskipun aku harus menerima resikonya, jika suatu hari Rena meninggalkanku karena pria itu. Rena masih bersama Mario, meski dia mengaku bahwa dirinya sudah muak mempertahankan hubungannya.
Tidak apa-apa Rena, biarkan aku tetap bersamamu. Sekalipun guntur menentang hubungan ini,tetap ku akan mencintaimu. Karena yang ku tahu adalah aku bukan malaikat hujan itu, tapi kaulah dia.
Pandanganku masih pada senja itu. Senja kenangan, itulah julukan yang baru . Senyum kering menyungging kala mengingat satu minggu lalu aku merasakan pahitnya cinta.
°°°
Rena meminta bertemu denganku disini. Dia menangis yang aku sendiri tak tahu artinya. Biar ku tebak, dia menangis pasti karena pria goblok itu."Apa susahnya sih tinggalin dia? Cowok goblok kaya dia gak pantes dipertahanin. Dia cuma buat kamu menderita!" ucapku sedikit membentak.
Plaks!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story Of Us
AcakMencintailah seperti engkau tidak pernah disakiti. Tapi nyatanya cinta yang menyakiti hati yang mencintainya.