Chapter I : Carla Varandra

27 3 2
                                    

"Carla, habiskan sayurmu!"

"Ini sudah habis kok, Ma."

"Kalau begitu kamu ambil lagi sayurnya. Kenapa kamu sedikit sekali makan sayur?"

Sang wanita, yang ia kenal sebagai mama tersayang berujar seraya mengangkat panci dan beberapa piring kosong yang berada di atas meja menuju wastafel. Gadis itu mengembungkan kedua pipi, sembari menyendokkan sayur bewarna hijau pekat itu ke atas piring di hadapannya dengan malas.

Matahari pagi menyeruak masuk. Memantulkan cahaya kemilau kuningnya di atas kaca arloji biru langit yang kini tidak berdetak lagi. Terlingkar tidak begitu erat di tangan kirinya.

Tampak lingkaran merah spidol tidak beraturan terjejak di kertas tebal kalender yang tergantung di pojok sana. Bergoyang akibat angin dingin dari alat bernama kipas angin yang sudah sekitar sejam yang lalu berputar.

"Kak, jangan lama-lama makannya. Nanti kita terlambat. Ayah juga sudah menunggu di mobil." Suara itu sedikit menyadarkannya. Ia lalu bergegas mengangkat piringnya dan mencuci tangannya.

"Ya, aku datang! Tunggu bentar, dong! Mama~! Carla pergi dulu!"

Ia berlari sambil menarik tas punggungnya. Menutup -membanting pintu kemudian berlari menuju mobil hitam itu.

"Ah, ya. Hati-hati." Sang Ibu mengeringkan tangannya dengan serbet merah. Dan tak sengaja melihat sepiring sayur hijau yang tak termakan di atasnya. Dengusan lolos dari kedua bibirnya. "Anak itu, hah-,"

.

Gadis dengan seragam putih-hijau itu sedikit merapihkan seragamnya. Rok hijaunya yang lain dari yang lain -kenyataannya, para murid di sini memakai seragam putih-merah.- terasa sedikit pendek. 'Ah, mungkin aku yang bertambah tinggi.' Batinnya tersenyum kecil. Cermin berbingkai kayu hitam di hadapannya itu memantulkan pantulan dirinya. Sedikit puas, ia beralih pandang dan berjalan sedikit ke dalam.

"Ibu, aku tidak tahu dimana ruanganku, bagaimana ini?"

"Ah, aku lupa pakai sepatu hitam!"

"Yah, apa aku boleh ke sana?"

Ia mendengar beberapa celotehan itu. 'Mereka seperti baru sekolah saja.'

'Ah aku lupa,

-kalau kami memang baru saja masuk sekolah. Tepatnya sekolah menengah pertama.'

"Perhatian kepada seluruh murid tahun ajaran baru, diharapkan untuk segera berbaris karena kita akan pembagian kelas. Sekali lagi, kepada.."

Suara itu menyita perhatiannya , ia segera berjalan menuju asal suara dan segera berbaris dimana sekumpulan gadis yang berseragam sama dengannya berbaris.

.

Ruangan ini -tampak suram.

Dari empat penerangan, hanya dua yang berfungsi. Dan itu pun tidak terlalu terang. Jendela-jendela yang tidak begitu besar itu terhitung tujuh di sekitar ruangan ini. Lantainya tampak sudah lama. Ia kembali membersihkan bagian lengan bawahnya, debu di meja di hadapannya itu membuat kain yang membaluti lengan bawahnya tampak sedikit menghitam.

Ia mendengus tidak suka.

Ditambah lagi dengan posisi duduknya yang kurang mengenakkan. Di pojokan. Sendirian lagi. Tanpa ada yang notice.

Dan, saat ia mengedarkan pandangannya. Semua makhluk dengan seragam putih-merah yang tengah duduk itu diam membisu. Benar-benar lain, berbeda dengan teman-teman SDnya.

Ia terdiam. Menenggelamkan wajahnya.

.

"Nah, gimana hari pertama sekolahmu, sayang?"

Suara sang ayah menyadarkannya.

Ibunya menolehkan wajahnya ke belakang. Menatap putri sulungnya. "Kenapa Carla?" Carla menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

"A-aku.. Aku mau pindah sekolah, ma! A-aku gak mau sekolah, HUWAAAAA!!" Ibunya kaget seketika. Sang ayah sedikit tersentak dan akhirnya melirik wajah putrinya itu lewat kaca spion. "Te-temannya gak asik, Hiks."


Carla Varandra; minta dipindahin sekolah karena beberapa faktor. (1)Temennya pada diem semua matung. (2)Merasa terpojokkan. (3)Tak ternotice.

Entah yang mana yang benar.


A/N

Okay. Cerita ini hanya selingan kecil, cerita yang entah pendek dan mungkin gak jelas. Semoga dapat menghibur. Saya ingatkan, saya garing di humor. Jadi mungkin humor hanya akan jadi identitas saja.

Terima kasih.

AmethystWriterx

My (Crazy) ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang