OneShoot!

612 24 4
                                    

300 km/jam adalah kecepatan yang dipacu pemilik surai pirang cerah dengan mobil berwarna orangenya.
Bugatti Veyron Super Sport itu melaju melewati areal hutan secepat angin. Seolah-oleh kuda besi itu adalah pemilik jalan raya luas yang membentang diareal perhutanan tersebut.
Music rock yang sedari tadi terdengar, masih lah belum berhenti berputar, irama kerasnya seolah mampu menjadi penenang diri bagi mantan pemilik marga Uzumaki itu.
“Sial! Sial! Sial! Sial!” makinya, entah pada siapa.
Kemeja berwarna abu pucat nya masih tersemat rapi, walau beberapa kancingnya sudah hilang entah kemana.
Bibir pucat itu masih saja menggumam, bertapa dia begitu benci terhadap dunianya.
.
.
.
Namanya Uzumaki Naruto, sekali lagi, Uzumaki.
Ia memiliki surai pirang secerah mentari dengan iris biru dalam yang indah.
“Kau sangat keren, nak.” itu yang diucapkan sang ibu kala ia mengenakan toga dihari wisudanya.
Ia masih sangat ingat, bagaimana dia merasa begitu bahagia saat mendapat peringkat pertama dan naik ke panggung untuk menerima hadiah.
Ia juga masih ingat bagaimana sang ibu menatapnya penuh haru dengan berderai air mata.
Dan itu adalah kali terakhir Naruto melihatnya.
.
.
.
.
“Aku ayah mu, nama ku Namikaze Minato. Mulai sekarang kau adalah bagian dari keluarga Namikaze, jadi jangan sampai kau mempermalukan diri mu.” suara dalam sang Tou-sama terus-menerus terngiang ditelinga Naruto. Mengantarkan getaran benci yang berbalut luka begitu dalam padanya.
“Selama ini kau kemana saja, hah! Bagaimana kau bisa bicara jika kau ayah ku! Sedang kau baru datang setelah kepergian istri mu!” maki Naruto saat itu.
Naruto masih ingat, bagaimana sebuah tamparan mengenai pipinya dan membuat bibirnya robek.
“Jaga ucapan mu, aku punya banyak hal yang lebih perlu diurus.” dan dengan berakhirnya ucapan sang kepala keluarga Namikaze, Naruto pun segera diseret oleh pria-pria berbaju hitam masuk kedalam mobil.
.
.
-w-
.
.
“Jadi? Sampai kapan kau mau numpang disini?” pemilik rumah bertanya, merasa kesal pada tamunya.
“Kejam sekali kau Sasuke,” jawab Naruto sekenanya.
Yang dipanggil Sasuke menghela nafas “Kau harus cari tempat lain untuk ditumpangi, lagi pula tidak seburuk itu dijodohkan, Naruto.” telinga Naruto terasa kebas mendadak.
“Ini nih, yang ku benci. Tidak kau, tidak Gaara, sama saja. Tukang ceramah,” cerca Naruto.
Satu bantal melayang dan menampar wajahnya.
“Coba ulang lagi,” teriak Sasuke sambil mengotong kotetsu.
“E-eh...canda Teme~ canda~” bela Naruto dengan keringat dingin.
Masih tak habis pikir saja, jika Sasuke akan melemparnya dengan kotetsu.
“Sudah terima saja, toh tak ada salahnya. Lagi pula, dia cantik. Sebagai Leader, kau pasti akan lebih terkenal.”
Alis Naruto tertekuk tak suka “Itu sensasi namanya bodoh!” Sasuke mengendikkan bahu acuh.
“Aku benci dia,” ujar Naruto.
Sasuke tak membantah, dia bahkan tak berusaha menasehati.
Toh, ia sendiri punya masalah yang lumayan sama dengan kawan pirangnya.
“Ah, aku ada ide! Bagaimana jika aku minggat ke luar negeri saja,” ujar Naruto antusias.
“Ya, dan ayah mu akan menemukan mu kemudian mencambuki mu sampai mati,” balas Sasuke.
Kini giliran Naruto yang menghembuskan nafas lelah. “Aku tak mengerti, mengapa dia harus hadir dalam hidup ku,” ujar si pirang.
“Kau sudah tak punya pilihan lain, Dobe. Sebaiknya kau coba untuk menerima nasib mu saja.” Naruto mendengus mendengar saran Sasuke.
“Tak akan, selamanya tak akan.” itulah balasan Naruto, walau terdapat siratan tak yakin didalammnya.
.
.
.
-w-
.
.
.
“Aku.…aku tidak mau menikah dengan calon pilihan Otou-sama.”
Pria didepannya menghentian kegiatannya.
Iris biru kehijauan Minato menatap Nauto dalam dan menusuk.
“Apa kau bilang?” tanyanya dengan alis kanan terangkat.
“Aku tidak mau menikah dengan calon pilihan Otou-sama,” ulang Naruto tegas.
Pria hampir berusia setengah abad itu tak tampak terkejut mendengarnya, malahan jemarinya dengan gesit mengambil pena dari wadah.
Ia goreskan benda bertinta itu pada selembar kertas putih sebelum menyerahkannya pada Naruto.
“Itu terserah pada mu, tapi sebagai gantinya, aku akan mengambil orang-orang ini,” ujarnya. Iris Naruto membola saat membaca nama yang tertera dikertas tersebut.
“Kau bisa pilih, kebahagiaan mu atau kebahagiaan kita bersama.” Minato menyeringai.
“A.…aku.….”
.
.
.
.
.
Bandane Girl
.
Naruto/Naruto Shippuden © Masashi Kishimoto
Author- Maji Tenshi 10 & Red Blood
.
Genre : Friendship, fluffy(maybe), and little hurt/comfort
.
OOC, BAD EYED, AU, TYPO AND ANYMORE :v
.
.
So~ enjoy for reading .w.)/
.
.
.
.
.
Naruto menghentikan mobilnya tiba-tiba, dadanya bergemuruh dan irisnya sudah tergenang air mata.
Ia menangis.
Dalam pengap mobil mahal miliknya.
Hatinya begitu tak sangaup untuk menerima apa yang terjadi.
Ayahnya adalah alasan mengapa dia seperti ini.
Dering ponsel miliknya masih terus-menerus mengeluarkan suara bising.
Dengan sekali hentak, Naruto banting ponsel keluaran terbaru itu hingga terpisah-pisah.
“Maaf...maafkan aku.…maaf...” gumamnya dengan kedua tangan menutupi wajahnya.
Perlahan air matapun jatuh berderai dan membasahi pipinya, seperti air mata langit yang mulai berjatuhan membasahi bumi.
.
.
-w-
.
.
Naruto memandang nanar layar panjang yang bersinar didepannya. Suara banyak bunyi dari benda pipih itu sama sekali tidak menarik perhatian Naruto, lebih tepatnya sudah tidak menarik perhatiannya.
“Maaf...maafkan aku.…Jii-san,” gumam Naruto deengan air mata yang kembali jatuh.
“Saya Guren melaporkan dari gedung Pengadilan Tinggi Tokyo, Tuan Jiraya yang sebelumnya menjabat sebagai Mentri Pertahanan ditangkap atas tuduhan penggelapan uang negara, bersama dengan Kakashi Hatake, Iruka Umino dan Yamato yang dianggap sebagai pembantu penggelapan uang negara.…..”
Naruto terus menerus menatap layar televisinya dengan air mata tumpah kemana-mana.
Ia merasa menjadi makhluk paling berdosa dimuka bumi, bagaimana bisa dia melakukan hal yang begitu jahat pada orang paling ia percaya seumur hidupnya.
Dengan lunglai Naruto segera mematikan layar televisinya.
Ia tak sanggup jika harus melihat apa yang sudah ia perbuat.
.
-w-
.
“Naruto!!! Kau dimana, hah! Kau ada latihan dengan Rockie Konoha sekarang sanaroo! ” teriak seorang gadis dari sambungan telfon. “Maaf, Sakura-chan, aku sedang tidak enak badan.” mendengar nada lesu dari lawan bicaranya gadis yang dipanggil Sakura itu segera merasa tak enak.
“Apa...karena pemberitaan itu, Naruto?” tanyanya hati-hati.
Naruto tak menjawab, namun Sakura dapat mengira-ngira jika apa yang dikatakannya adalah kebenaran.
“Sou~ kau boleh izin kali ini, tapi jika lain kali kau bolos lagi, aku akan menonjok mu hingga terbang ke awan,” kelakar Sakura. Naruto tertawa “Terima kasih, Manager-san.”
.
-w-
.
Hoodie jaket berwarna merah dengan corak harimau berwarna hitam itu tampak cukup mencolok mata, dengan tinggi 170 cm pria itu berjalan santai dikota yang menjadi pusat hasrat dan hiburan Jepang.
Bandane, itu namanya.
Sebuah kota luas yang berada diluar jantung Tokyo, dekat dengan laut, namun selalu ramai manusia.
Pemilik sepatu kets putih itu bahkan dapat mencium aroma laut yang kental dari udara segar yang ia hirup.
Iris birunya yang sedalam lautan meneliti kesekitar. Ia dapat melihat ada begitu banyak manusia yang berkeliaran untuk entah apa itu.
Tapi, dari begitu banyaknya manusia yang ada disana, irisnya malah terpaku pada sosok bersurai indigo.
Gadis yang lebih pendek darinya itu mengenakan kaus kebesaran berwarna krem yang menutupi hampir setengah pahanya, ia juga mengenakan celana ketat garis-garis.
Iris Naruto begitu penasaran dengan apa yang gadis itu pandangi sedari tadi.
“Uh...kopi?” gumam Naruto.
Kaki Naruto segera mendekat kearah gadis itu berdiri.
Figur mungil itu tampak menarik perhatiannya.
“Hei,” sapanya pada sang gadis.
Gadis itu tak menjawab, namun ia menolehkan kepalanya pada Naruto.
Naruto terhenyak kala melihat sepasang iris lavender pudar menatapnya polos, namun sedetik kemudian ia tersenyum ramah pada gadis didepannya.
“Kau mau kopi?” tawar Naruto.
Ya, mungkin sedikit berbuat baik bisa melapangkan dadanya yang akhir-akhir ini terasa seperti dihimpit beton.
Gadis itu tersenyum begitu lebar padanya, memberi wajah penuh rasa gembira atas tawaran Naruto.
.
-w-
.
Nauto dapat melihat wajah gusar dari pemilik iris lembut didepannya, tampaknya daftar menu yang disororkan oleh pelayan kafe adalah alasannya merasa tak nyaman.
Naruto kembali tersenyum.
“Kau mau yang mana? Atau kau mau semuanya satu-satu? Kelihatannya memang enak semua sih,”terang Naruto sambil mencubit dagunya. Gadis itu melirik Naruto tak percaya, bibirnya terkatup dengan iris bergerak-gerak gelisah.
“Ah, biar ku pesankan saja untuk mu, ya!” sahut Naruto tiba-tiba dengan ceria, tak mau gadis didepannya membatalkan acara mereka, hanya karena masalah harga yang menurut Naruto bukan masalah.
“Um, nama ku Naruto Uzumaki, siapa nama mu?” tanya Naruto lembut.
Gadis mungil yang Naruto taksir masih berusia 16 tahun itu agak kaget, ia gigiti belah bibirnya ganas, sebelum iris lavendernya bergerak-gerak tak nyaman.
“Oh, ok. Tak masalah kau tak mau memberi tau ku nama mu,” ujar Naruto sambil tersenyum cerah “Cuma~ aku pasti akan bingung jika memanggil mu nanti,” lanjutnya kemudian.
Seringai kemenangan dikibarkan Naruto saat melihat bagimana gusarnya gadis didepanya.
“Hi...hinata...” jawabnya malu-malu sambil memainkan jarinya.
Naruto tampak terkejut, sebelum wajahnya menunjukkan raut tak enak. “Maaf, pasti kau menjawab karena aku tadi bilang begitu kan,” ujar Naruto sedih, senyum cerianya tadi entah pergi kemana.
“U-uh.” gadis itu tampak kelimpungan melihat mood Naruto yang berubah drastis. “Ti-tidak...i...itu~ a-aku...” belum sempat sang gadis melanjutkan ucapannya seorang pelayan mengintrupsi dengan mengantarkan pesanan.
“Uwo~ sudah datang ya~ cepatnya!” seru Naruto riang.
Gadis beriris lavender itu menyeryitkan dahi bingung.
Ia tampak begitu tak mengerti dengan cara kerja otak Naruto, sedetik tadi dia ceria, kemudian dia muram, lalu kembali ceria lagi.
‘Apa mungkin Naruto-san punya kepribadian ganda?’ batin Hinata.
“Hina-chan?”
“Eh, a-apa?” Naruto menatap Hinata yang terpekik didepannya dengan raut aneh. “Kau tak apa? Apa Hina-chan sakit?” tanya Naruto, Hinata menggeleng pelan.
“Sou~” balas Naruto datar sebelum mulai menyendok Orange Cake miliknya. “Heh~ enaknya~” ujar Naruto dengan wajah berbinar.
Nah, sekarang siapa yang sakit, heh?
“Kau harus mencobanya Hina-chan,” ujar Naruto bersemangat sambil mengulurkan garpunya pada Hinata.
“U...uh, ti...tidak te-terima kasih.” pemilik surai indigo tersenyum kikuk.
Naruto diam.
Tiba-tiba wajahnya berubah muram, seolah-oleh dia baru saja pernyataan cintanya ditolak oleh sang tambatan hati.
“So.…sou~” balasnya lemah, dengan nada lelah seperti kehilangan gairah.
Hinata bahkan seolah-olah melihat adanya dua buah telinga diatas kepala Naruto yang menunduk lesu.
“U...i-itu...a-aku rasa, mungkin boleh satu suapan,” ujar Hinata agak tidak enak.
Naruto menatap Hinata dengan mata birunya yang berbinar. “Eh~ benarkah?” tanyanya antusias.
Hinata tak menjawab, namun ia memberi anggukan ringan dan senyum simpul pada Naruto sebagai balasan.
“Yey!” teriak Naruto kegirangan, dengan segera Naruto membawa garpu mungilnya yang berisi potongan kue kearah Hinata.
“Ayo, buka mulut mu! Bilang ‘Aaa~’” Hinata menatap Naruto dengan iris melebar, sang gadis mungil itu terlihat terkejut, pipinya memerah samar.
Naruto yang menyadari perubahan mimik dari gadis didepannya, memilih menatap polos sang gadis, seolah ia tidak tau apa-apa. Padahal dia sedari tadi mengerjai sang gadis.
“Kenapa?” tanya Naruto dengan nada dan wajah sedih. “Tadi katanya mau, sekarang gak mau buka mulut,” ujar Naruto ngambek.
Sang gadis tersentak, iris lavendernya menelisik kepenjuru ruangan. “I..itu...a-aku bisa makan sendiri.” Naruto menatap Hinata dingin, membuat yang ditatap menundukkan kepala.
“Ma-maksud ku...i-itu.…”
“Baik, aku mengerti,” potong Naruto sembari mendorong piring kuenya kearah Hinata.
Hinata menaikkan pandanganya, dari iris hampir pucat miliknya, ia dapat melihat bagaimana wajah Naruto yang begitu dingin menatapnya.
Tak ingin lebih membuat pria didepannya marah, Hinata segera mengambil garpu miliknya sendiri dan mengambil potongan kue dari piring Naruto.
Naruto menatap Hinata yang sedang memakan kuenya penuh minat. “Bagaimana?” tanyanya setelah Hinata selesai mengunyah kuenya.
Sejenak Hinata diam, mencoba meresapi rasa manis dan sedikit asam dari campuran jeruk dalam kue manis tersebut. “Enak,” ujarnya pada akhirnya.
Naruto tak bisa menghentikan dirinya untuk tidak tersenyum super lebar kala mendengar penuturan Hinata, Hinata sendiri juga ikut tersenyum saat melihat senyum cerah sang pria bersurai blonde didepannya.
“Naruto-san mau mencincipi punya ku?” tawar Hinata.
Naruto menyeryitkan alis kala Hinata mendorong piring kue miliknya.
Bukan karena Cheese Cake milik Hinata yang terlihat sangat imut dengan toping taburan rajangan teh, bukan pula karena cherry mungil berwarna merah yang menjadi pemanis piring polos itu. Bukan, bukan itu!
“Kau tadi memanggil ku apa?” tanya Naruto dingin, dengan alis setengah terangkat.
Hinata kembali terkejut kala mendengar nada Naruto. Dalam hatinya dia bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan perkataannya berusan.
“Un, i-itu.….Naruto.…-san,” jawab Hinata takut-takut sambil menundukan kepala.
Naruto menatap Hinata jengkel sekarang. “Apa aku begitu tua dimata mu? Sampai aku kau panggil dengan sufix -san, hah?” tanyanya.
Hinata terperanjat, tak pernah dia berfikir jika pemuda didepannya seperti itu, ia menggunakan sufix -san karena menurutnya itu adalah yang cukup cocok untuk nama Naruto.
“Ma...maaf,” balas Hinata takut-takut.
Melihat bagaimana iris lavender itu menatapnya takut-takut, membuat Naruto begitu merasa lebih baik. Jadi, dengan segera tawa pun pecah dari bibirnya.
“Maaf, aku sebenarnya hanya mengerjai mu, habis kau tampak polos sih,” ujarnya sambil menggaruk belakang leher. ‘Dan bodoh juga.’ lanjut Naruto dalam hati sambil tertawa sadis.
“E-eh!!!” pekik Hinata dengan wajah syok.
“Pffft- habis kau begitu enak untuk dikerjai sih!” Naruto bahkan tak perlu untuk menyembunyikan tawanya.
“Gak lucu!” balas Hinata dengan nada agak tinggi, sebelum menginjak kaki Naruto.
“Huwahhh~…aduh, aduh,aduh.…kau kejam sekali sih.”
“Kejam? Ngaca sana!” balas Hinata sebelum bangkit dari duduknya dan berlalu pergi.
“E-eh, kau mau kemana! Woi!” teriakan Naruto yang mengejarnya segera teredam oleh hiruk-pikuk kota Bandane.
.

Bandane Girl [NaruHina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang