Delapan Belas

28 5 0
                                    

Kita sebagai manusia hanya bisa berandai dan merencanakan. Segala urusan sudah ada yang mengatur. Kita hanya harus menjalani segala sesuatu tersebut sesuai Kehendak-Nya.

**

Velove terus meronta saat Bayu menarik tangannya menuju taman yang ada di restoran tersebut.

Velove menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia tidak mau Bayu melihat air mata yang sedari tadi membasahi pipinya.

Bayu hanya diam. Membiarkan Velove merasa lebih tenang dahulu.

"Sudah merasa baikan?" tanya Bayu saat melihat Velove menyeka air mata dan ingusnya.

Velove hanya mengangguk.

"Aku tau kita berada dihubungan yang salah, tapi kita tidak tau itu. Bahkan mereka semua juga tidak menyadarinya." Bayu menghela nafas panjang. Jujur dia juga sangat tertekan.

"Bisa kita mulai hubungan kita yang semestinya? Emm.. Maksudku, sebagai Kakak...adek." Bayu merasa ragu saat menyebut sebagai kakak adek.

"Lo nggak merasa terkejut dengan ini tadi. Lo sudah tau sebelumnya?" Sebutan Lo-Gue kembali keluar dari mulut cantik Velove.

"Emm.. Sebenarnya sebelum kesini aku udah tau." Ucap Bayu. Velove melotot tidak percaya.

"Lo udah tau, tapi lo nggak ngomong sana gue?" Teriak Velove.

"Tenang dulu, Love. Ini bukan saatnya kita harus bentak membentak. Ini takdir. Kita harus nerima ini." Bayu memegang kedua pundak Velove bermaksud menenangkan.

"Tapi..tapi kenapa harus elo Bay? Kenapa?" Velove kembali menangis. Karna tidak tega, Bayi memeluknya dan mengusap punggung Velove.

"Mungkin ini cara Tuhan mempertemukan kita. Kita tidak boleh menyalahi aturan-Nya." Bayu mengecup kepala Velove yang masih dalam pelukannya.

"Dari kapan lo tau Bay?" Velove enggan melepas pelukan Bayu. Karna pelukan itu begitu menenangkan.

"Tadi sore. Aku melihat gelang yang dibawa Vero. Trus Vero bilang itu punyamu. Jujur Love, aku juga merasa tertekan dengan ini, tapi kalau kita sama-sama tertekan, yang ada kita tidak akan pernah satu."

"Itu alasan lo kenapa nggak angkat telfob gue?" tebak Velove. Bayu mengangguk.

"Trus kita harus gimana Bay?" Tanya Velove putus asa.

"Aku kasih waktu kamu untuk menenangkan diri, untuk menerima kenyataan ini. Kalau sudah waktunya oamu nerima aku sebagai kakakmu, saat itu juga kita pindah ke apartement Mama dan Papa kita. Sebelumnya aku bilang sama Om Eko, kalau aku sudah ketemu sama adekku, aku akan membawanya tinggal bersama di apartement supaya tidak menyusahkan mereka lagi." Jelas Bayu panjang lebar.

Velove mengangguk paham. "Gue harus manggil lo apa?"

"Panggil aja sesukamu, senyamanmu." Bayu tersenyum tulus.

"Jadi mulai hari ini kita putus?" Tanya Velove polos.

Bayu sedikit kaget dengan pertanyaan itu. Sungguh tidak terbesit pertanyaan seperti itu dipikirannya.

"Iyalah. Nanti kamu akan mendapat laki-laki yang lebih baik dan tentunya sudah lolos uji dariku." kekeh Bayu.

Velove melepas pelukannya. "Lolos uji?" Bingungnya.

"Ya, aku harus menyeleksi dulu siapa yang pantas dan tidaknya laki-laki yang nantinya akan jadi suami adekku yang cengeng ini." Bayu menyentil hidung mancung Velove.

"Aye aye kapten!" Velove tertawa.

"Wah...wah..lihat bajuku ini!" Baju Bayu basah dibagian depan karna terkena air mata Velove.

VeloVeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang