So Far - 1

4.1K 249 13
                                    

Aku mendudukkan diriku di kursi taman ini. Menatap lurus ke depan. Buku novel yang kupeluk ini kutaruh di sampingku. Tanganku saling kugosokkan. Berharap bisa mengurangi kadar dingin yang sedari tadi menyergap.

Ini musim gugur. Menjelang musim dingin. Hawanya semakin lama semakin beku. Orang-orang mulai memakai Jaket tebalnya untuk keluar rumah. Beberapa bahkan terlihat memakai syal. Hari ini memang dingin. Tinggal 2 minggu lagi musim dingin resmi hadir.

Dan ini musim gugur menjelang musim dingin yang kesekian kalinya kulewati Hanya dengan duduk di kursi taman ini.

Aku melirik ke jam yang melingkar di lenganku.

17.25

Sudah sore. Padahal aku baru saja sampai. Jam berapa nanti aku bisa tidur nyaman sambil berselimut tebal di rumah?

Aku menghela nafas. Uap putih keluar dari mulutku. Mataku menari kesana kemari.

Mencari sosok lama yang tiga tahun lalu meninggalkanku disini.

Aku hanya bisa tersenyum mengingat sosok itu.

Sosok itu adalah cahaya. Dia datang kepadaku ketika aku sedang membutuhkan penerangan. Dia membuatku melihat segalanya menjadi lebih jelas lagi. Dia selalu mengajakku ke sumber cahaya yang lebih terang lagi.

Dia cahayaku. Dia cintaku.

Dia membuatku tahu apapun yang ada di duniaku. Dia membuatku menanti sesuatu. Yang bahkan aku paham sekali, apa yang ku harapkan itu tak akan pernah kembali padaku. Dia bahkan selalu membuatku berdebar untuk sesuatu yang bahkan tidak dipahami asal-usulnya.

Dia membuatku menantinya. Sampai kapanpun.

Aku akan tersenyum lebih lebar dari sekarang jika aku mengingat waktu ketika aku dan dia masih dapat berjalan bersama. Dia, dengan senyum kotak konyol yang mempunyai kekuatan 100 volt lebih selalu membuatku menjadi lebih bersemangat. Tangannya selalu mengapit erat tanganku. Pelukan hangatnya selalu sukses membuatku terbuai di dalamnya.

Ya. Dia segalanya bagiku.

Lalu ia pergi, meninggalkanku.

Aku akan kembali tersenyum jika mengingat itu.

Waktu itu di tahun kedua menjelang ketiga kami berhubungan, tiba-tiba dia bersikap tidak wajar. Dia menjadi lebih sering lagi menatap wajahku dengan pandangan kosong misteriusnya. Kadang dia membuka mulut, seolah ia ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian urung, ia mengatupkan lagi mulut fleksibel nya.

Aku merasa aneh dengan  tingkahnya. Satu dua kali aku menegurnya. Menyuruhnya berkata apa saja yang ia ingin katakan. Tapi kemudian dia menatapku lama, lalu tersenyum sambil menggelengkan kepala. 

"Tidak, kook! Belum saatnya kamu tau ini."

Aku pasti merengut jika mendengar jawaban itu darinya. Seolah aku merasa dia punya satu rahasia besar yang akan selalu ia sembunyikan dariku. 

Tapi ketika dia melihat ekspresi merengutku, dia hanya menatapku gemas, lalu mencubit pipiku sambil berkata, 

"Kyeopta ne~~~"

Waktu itu, hubungan kami hanya sebatas itu. Aku memang masih selalu penasaran dengan rahasia yang dia sembunyikan. Beberapa kali kutanyakan. Tapi dia masih saja merahasiakannya dariku.

Lama-lama, akhirnya aku kehabisan tenaga. Lupa akan rahasia itu sampai seterus-terus-terusnya.

Namun ketika aku hampir saja benar-benar melupakannya, dia mengajakku, berbicara tentang rahasia itu.

Musim gugur, 3 tahun yang lalu. Di kursi taman yang sedang kududuki sekarang ini.

Wajah tegang dan gugupnya mengawali perbincangan ini. Gerak-gerik tubuhnya yang kaku membuatku memiringkan kepala. Heran. Dia jarang gugup. Kalau ada sesuatu yang membuatnya gugup, itu pasti satu hal yang penting sekali.

"Ada apa, hyung?" kataku waktu itu. Mencoba membuka perbincangan kami.

Dia menunduk, menyembunyikan wajah gugup rupawannya. Tangannya bergerak gelisah, " gini, kook. Ada.. Yang mau kuberitahu padamu."

"Oh..." tebakku, " rahasia besar itu, ne?"

Ia mengangguk. Namun setelah itu dia diam. Aku juga diam. aku bingung harus berkata apa waktu itu. Sedangkan hyung, dia pasti sedang bingung juga, bingung harus memulai darimana.

Aku tersenyum, berusaha menetralisir suasana kaku yang melingkupi kami, " sudahlah, hyung! Katakan saja lagi! Apa yang sedang hyung pikirkan katakan saja."

Dia menghela nafas. Mengangguk samar.

"Kook!" mulainya, " kamu inget nggak dulu aku... Pernah bilang kalau aku pengen banget tinggal di luar negeri? " aku mengangguk kecil, " sebenarnya... Sudah agak lama, sih... Aku dapet... Tawaran dari appaku agar bisa kuliah di luar negeri."

Aku melebarkan mataku yang sudah lebar ini. Itu kabar gembira! 

"Jinjjayo, hyung?! Chukkae~ ternyata nggak semustahil yang dipikirkan kan? Bentar lagi hyung lulus, kan? Itu bagus lho hyung! Chukkae~"

Tapi dia menggeleng. Tersenyum sedih, " itu nggak sebagus yang kamu pikirkan kook! Kenapa bisa kamu senang seperti ini?"

Aku pura pura tidak paham, memiringkan kepalaku, "memangnya kenapa, hyung?"

"Kalau aku keluar negri, kamu bagaimana, kook?"

                   TuBerCulosis~~~~

Mian kalo Kesalahan. Mian kalo ada kesamaan dengan yang lain. Suer deh ini aseli dari otak cantik ku (-_-) 

Typo tolong tenggelamkan.

Benernya, mau di twoshoot.. Tapi kayaknya ga jadi deh..  /terlalu/

See ya egen in chapter berikutnya ~ 

Last... 

VOMENT PLEASEU!!!

(Jujur, aku sering terharu kalo ada yang voment)

[Kagak nanya!]

(Cuma bilang T_T)

PPPAAAAIIII

SO FAR • taekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang