"Kamu, Adam, sama Rissa bikin kelompok?" Nancy bertanya sambil membalik halaman novelnya. Fiksi remaja. Vino Dee.
"Iya, buat lomba-lomba." jawab Diva.
"Oke."
"Habis itu, namanya The English Geeks. Namanya aneh banget, kan?"
"Oke."
"Habis itu, Adam malah minta ganti jadi Trio Kwek-kwek!"
"Oke.""Cy, hamstermu agama Katolik, kan?"
"Oke."Buku Nancy sekarang berada di tangan Diva.
"Dengerin aku, Nancy! Buku aja yang diperhatiin."
Nancy merebut buku itu kembali sambil tertawa.
"Kamu minta diperhatiin juga, Div?"
"Iya, lah! Walau jadi single itu enak, aku kan juga perlu perhatian."
"Terserah, ah!" Nancy membuka bukunya kembali, membaca dari awal. Ia diam-diam merutuki nasibnya yang selalu lupa memakai pembatas buku."Tapi, Cy," kata Diva kembali, "I sometimes wonder, how does it feel to have a boyfriend?" Diva menghela nafas dan memandang ke langit yang biru. Tanpa ia sadari, Nancy melakukan hal yang sama.
"Bukannya kamu dulu janji, nggak bakal pacaran dulu pas SMP?" tanya Nancy. Arah mata Diva sekarang menuju ke tanah.
"Iya, sih, Cy. Tapi itu janji jaman kapan? Kelas empat."
"Bukan. Kelas tiga SD." Entah mengapa, setelah kata-kata itu keluar dari mulut Nancy, terjadi keheningan diantara mereka berdua."Kamu pernah pacaran, kan, Nancy? Rasanya gimana?"
Nancy tidak menjawab pertanyaan Diva. Pandangannya masih tertuju pada langit yang sudah mulai berawan. Satu detik, dua detik, tiga detik, akhirnya ia membuka mulut."Terkadang hidup itu nggak seindah yang ada dongeng. Tapi terkadang, hidup juga nggak seburuk drama di novel-novel. Kita cuma manusia biasa yang melakukan aktivitas biasa. Hidup adalah cerita, dan kita penulisnya."
"Nancy. Stop making quotes I could not understand."
"Jadi, untuk membuat hidup kita spesial, kita harus melewati batas. Think outside box. Test the limits. Break rules. Be free."
"Uh, no. Kamu bilang apa? 'Break rules'? No. Aku nggak mau dipenjara."-:-:-:-
Bel sekolah berbunyi, menandakan pelajaran sudah usai. Rissa menoleh ke perempuan di sebelahnya. "Kamu milih ekstrakulikuler apa, Div?"
"Belum tau, sih. Palingan masuk english club. What about you?"
"English club, tentu saja. Aku dengar dari kelas lain kalau Nancy mau menjadi cheerleader. Benarkah itu?"
"Cheerleader? I don't know, Ris. Jujur aja, aku nggak pernah mikir dia mau jadi cheerleader. Nancy, kan, pecinta buku banget. Aku pikir dia masuk jurnalistik, or something like that."
"Ah, oke. Terima kasih informasinya."
"Rissa. Kamu nggak usah pake bahasa Indonesia formal, deh."
"Masalahnya, Diva, aku belum bisa pakai bahasa kalian."
Diva merangkul Rissa dengan tangan kanannya dan tertawa. "Jangan khawatir, Ris! Kamu bakal aku ajarin semua soal bahasa Indonesia."
"Pakai bahasa formal dulu, bisa?"[2/3: finished.]
KAMU SEDANG MEMBACA
The English Geek [Hiatus]
Teen FictionCinta mampu membuat Diva diam seribu bahasa, walau ia hanya bisa menggunakan dua. Bahasa Inggris dan Indonesia. [#678 Teen Fiction 14/5/2016] [republished 16/6/2016]