Suara decitan alas sepatu dengan lapangan basket yang licin terdengar jelas di telinga. Pantulan bola basket yang menimbulkan dentaman cukup keras membuat semangat para cheers terpompa lebih kuat. Tetesan keringat serta teriakan menggelegar supporter meramaikan lapangan indoor ini. Tak jarang salah satu dari sejejer penonton itu meneriakkan nama pemain basket yang diidolakannya.
Seseorang dengan seragam basket berwarna kuning bergradasi biru tua mendribble bola dengan sangat lihai. Ia berlari dengan mengontrol bola itu sambil melewati pemain-pemain lainnya. Sesekali, matanya yang dihias dengan bulu tebal itu melirik ke arah ring basket, tempat dimana ia mencetak poin untuk timnya. Setelah jaraknya mulai dekat, ia berhenti memantulkan bola dan beralih melemparkan bola itu ke dalam ring.
Teriakan super hebohpun memecah suasana di lapangan basket ini tatkala pria itu berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Seluruh pendukung tim pencetak poin tadi berdiri dan melakukan gerakan unik dipandu sang cheerleader untuk merayakan keberhasilan. Sedangkan si pria tadi tersenyum dan mengacungkan telunjuknya ke arah para pendukung, dan tak lama kemudian pemain lainnya menyerbu si pria hingga hampir terjatuh. Kini, kedudukan skor tim SMA Buana Jaya dan tim SMA Mitra Swasta adalah 15-3.
Dan tak lama, wasit menyatakan pertandingan ini berakhir. Para pendukung tim SMA Buana Jaya bersorak-sorai karena berhasil memenangkan pertandingan dengan skor yang cukup indah.
•-•-•-•-•
Tut. Tut. Tut.
Tujuh kali. Tujuh kali sudah Prilly mencoba menghubungi sopirnya, Pak Kasman yang membuatnya menunggu selama hampir satu jam di tempat ini. Namun tak ada jawaban dari seberang sana, entah apa yang sedang dilakukan oleh Pak Kasman sehingga ia lupa tugasnya untuk menjemput Prilly ke sekolah. Mata Prilly menatap ke kanan dan kiri, dan sekolah sudah senyap. Ah, ia sangat menyesal tadi, kenapa tidak memilih untuk naik angkot bersama teman-temannya saja. Namun, yang lalu biarlah berlalu. Yang bisa dilakukan Prilly hanyalah menatap jalanan dengan seksama, dan menyetop bis atau angkot atau kendaraan semacamnya untuk transportnya menuju ke rumah.
Pukul 13.49, berarti lima belas menit sudah Prilly menunggu angkot. Sayangnya nihil. Tak ada satupun kendaraan lewat yang bisa ia tumpangi. Tadinya, sih, ada satu. Mobil pick up yang membawa banyak kandang ayam--beserta ayamnya tentu saja. Namun, Prilly mengurungkan niatnya untuk menikmati perjalanan pulang bersama ayam-ayam dengan bau yang khas itu.
"Telepon pacar aja kali, ya?" batin Prilly. Namun, sesaat kemudian ia ingat bahwa ia tidak memiliki pacar. Duh. Nasib, jones. Jomblo ngenes. Prilly kemudian mengacak-acak rambutnya sendiri saking kesalnya.
Tiba-tiba, suara berat seorang pria mengejutkan Prilly. Dilihatnya seorang pria yang sudah berhelm sedang menunggangi motor ninja miliknya. "Lho, kok lo masih di sini?" tanya pria itu--yang tak lain dan tak bukan adalah Aliando, si jagoan basket yang ramahnya gak ketulungan. Aliando kemudian membuka kaca helmnya.
"Belum dijemput, Kak," kata Prilly sekenanya. Jujur, ia sangat gugup berada di depan kakak kelas super ganteng yang dikagumi banyak siswi di sekolahnya ini. "Kak Ali sendiri ngapain di sini?"
"Gue habis rapat OSIS tadi. Jadinya, ya, pulang telat. Lo anak kelas sepuluh, kan? Anak cheers baru?" Aliando kembali melontarkan pertanyaannya seraya mematikan mesin motornya.
Prilly mengangguk kecil, "Kok tau, Kak?"
"Gue liat lo kemarin," jawab Aliando. "eh iya, rumah lo di mana?"
"Di gang sawit, Kak. Perum 02 rumah yang pertama."
Aliando menyunggingkan senyum super menawannya, yang hampir membuat Prilly kehabisan nafas. "Oh, searah, dong? Cuman gue perum 03. Yaudah kalo gitu, lo bareng gue aja, ya?"
Prilly tertegun. Ia menelan ludah. Rasanya, sekarang ini ia sedang terbang sampai lapisan langit ke-tujuh. Senyumnya perlahan mengembang, "Emangnya gak ngerepotin, Kak?"
"Santai aja, kali, harga bensin juga ga sampe jual tanah, kok."
Prilly tersenyum senang, "Makasih, Kak. Nanti dituruninnya di depan gang aja, ya. Biar kak Ali bisa langsung bablas ke perum 03," kata Prilly seraya naik ke motor Aliando.
"Iya, gampang." kemudian Aliando menghidupkan motornya dan tancap gas, membelah jalanan Jakarta yang padat ditemani dengan panasnya sengat matahari.
×××
TBC yaa!
Hehe, gimana nih prolognya? Gaje banget ya :3 Waks.
Maap ini pendek banget, soalnya ya.. Belum kepikiran karena baru prolog. Ntar kalo udah masuk chapter dipanjangin, deh ;)Yaudah makasih yaa~
Jangan lupa vote+commentsnya(!)
Butuh banget krisar dari kalian.Ketjup basah,
Zahirana.
17/06/2016
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Born To Be Yours
FanfictionSebelumnya, aku tak pernah terlibat dalam kisah cinta yang serumit ini. Aku tak pernah bisa mengendalikan jantungku yang kadang berdetak dengan frekuensi ekstra cepat. Namun, kamulah yang mengajarkanku bagaimana cara menjalani hidup dengan cinta. Ka...