Kamu berjalan terseret dengan langkah yang tampak kepayahan. Tubuhmu begitu kusut, pucat, dan lemah pun baju merahmu yang compang-camping. Namun, keadaan ini seolah tak membuatmu terjatuh dan menyerah begitu saja. Tanganmu terus menyentuh perut kurus tak berisi milikmu, menekannya kuat-kuat, seperti seseorang yang menahan lapar.
Kamu yang masih berjalan terseok tiba-tiba terpelanting ke belakang, membentur ubin dingin dengan keras. Sebuah ringisan tercetak di bibirmu, seolah kamu tengah menahan sakit yang teramat sangat.
"Tolong lepaskan aku."
Badanmu menggeliat dan berusaha memberontak saat sebuah benda mengilap tertanam di tubuhmu, lantas secara perlahan merobek perut hingga dadamu. Baju merah di tubuhmu terlihat kian rusak dengan sobekan di sana-sini. Merah. Semua yang ada di sekitarmu penuh dengan warna merah.
"Melepasmu kau bilang? Kita baru akan bermain, Sayang."
Matamu terpejam dengan beberapa bulir air menetes dari sana. Tubuhmu benar-benar berlumuskan warna merah. Dan sekarang, kamu hanya diam tanpa pergerakan berarti. Tetes demi tetes air meluncur dari tubuhmu, juga matamu. Napasmu mulai memelan dan terlihat sangat berat.
Benda yang sebelumnya tertanam di tubuhmu perlahan-lahan terangkat. Dan sekarang, lima jari dengan gerakan gemulai mengusap perutmu. Jari itu perlahan menelusup ke dalam sebuah rongga di sepanjang perut juga dadamu. Suara benda patah diiringi oleh teriakan pilu mengisi ruang kosong di tempatmu berbarinh sekarang. Ringis kesakitan, tubuh pucat pasi, badan penuh dengan warna merah.
"Apa kau menikmatinya, Sayang?"
Kamu membalas pertanyaan tersebut dengan teriakan yang begitu memilukan. Matamu membelalak lebar. Tiba-tiba saja, kamu terbatuk hebat dan cairan merah keluar dari mulutmu. Cairan tersebut menyembur keluar dan melumusi wajah juga sebagian rambutmu.
"Apa yang akan terjadi jika benda seukuran kepalan tanganku ini aku cabut dari tempatnya?"
Dan kamu kembali berteriak lemah, namun dengan tubuh yang diam tak bergerak. Matamu membelalak, mulut membuka lebar, mengeluarkan rintihan-rintihan lirih, seolah tenagamu sudah terkuras habis. Kamu tampak berusaha membuka mulut dan mengatakan sesuatu, namun tubuhmu tampak begitu lemah tak bertenaga.
Kamu terlihat terperanjat kaget saat sebuah benda kecil menerebos melalui kepalamu. Merah. Kini kepalamu penuh warna merah.
Napasmu semakin terlihat berat dan kian berat. Hingga akhirnya, matamu terbuka lebar dan deru napasmu secara perlahan mulai menghilang dan tidak terlihat lagi.
Badanmu diam, tidak bergerak, tidak bersuara, tidak berkedip, tidak juga mengembuskan napas.
"Ini akibat untuk orang yang berani melawanku."