One Shoot

340 23 80
                                    

Japan, 3nd August 2020

International Airport Haneda
Terminal 2
Starbucks Cafe
08:46 a.m

Seorang pria berpostur tubuh lemas sedang asyik merokok di salah satu tempat duduk kafe. Matanya fokus pada laptop di depannya. Jari jemarinya dengan lincah menari di atas keyboard laptopnya. Sesekali ia menyeruput segelas kopi panas yang ia letakan di sebelah laptopnya.

Untuk kesekian kalinya, pria itu kembali membuka ponselnya untuk membalas beberapa pesan dari teman-temannya.

"Om!"

Dari belakang, seorang gadis menepuk kencang pundak pria itu. Pria itu menoleh sambil menghela napas. Dengan cepat, ia mematikan puntung rokok di tangannya.

"Wuih yang pertama dateng, ciee..." goda sang gadis seraya duduk di bangku seberang pria itu.

"Selamat! Anggi orang kedua yang sampai duluan." pria itu memberikan senyuman terpaksa.

"Hehe. Sama sekali nggak sulit untuk menemukan kafe ini," ujar Anggi santai. "By the way, pindah tempat duduk yuk? Di ruangan ber-AC aja. Disini panas." Anggi memperhatikan sekeliling.

Tempat duduk yang saat ini mereka tempati memang sama sekali tidak ber-AC. Di luar ruangan, dengan suhu musim panas yang cukup membuat orang berkeringat. Satu alasan pria itu tidak mengambil tempat duduk di dalam kafe adalah, ia ingin merokok sepuasnya sebelum teman-temannya datang.

Pria itu mengangguk setuju. Ditutup laptopnya seraya bangkit mengambil tas punggungnya. Ia berjalan mengekori Anggi masuk lebih dulu ke dalam kafe.

Dengan teliti, mata Anggi memperhatikan setiap sudut kafe. Senyum mengembang terpancar dari wajahnya ketika ia menemukan tempat duduk yang cocok menurutnya. Di pinggir ruangan, dengan meja tersusun panjang yang bisa memuat delapan orang.

"Sini, Om Indra!" panggil Anggi ceria, sedetik setelah ia menghempaskan pantatnya di salah satu kursi dari delapan kursi pilihannya.

Pria itu, Indra, menghela napas sambil berjalan menghampiri meja yang Anggi pilih.

***

Terminal 1
09:00 a.m

"Nicho! Hauna! Cepat!" Rei meninggikan suara memanggil kedua temannya yang tertinggal cukup jauh di belakangnya. Perempuan itu memang selalu bersemangat.

"Tidak usah sok bersemangat, Rei," ujar Nicho melangkah lebih cepat.

Hauna, perempuan yang tadinya berjalan berdampingan dengan Nicho, memperlihatkan raut wajah yang cukup lucu. Ia menutup mulutnya dengan satu tangan. Satu tangannya lagi ia gunakan untuk menarik koper kecil miliknya. Berjalan pelan menghampiri Rei dan Nicho yang sudah berdiri menunggu dirinya. Hauna terkena jetlag.

"Semangat, Una!" Rei berusaha menyemangati.

Nicho menatap Hauna khawatir. "Kau masih bisa bertahan?"

Hauna mengangguk yakin. "Daijobu."

"Kita berjalan kemana?" Rei mengganti topik.

Secepat kilat Nicho menatap tajam Rei. Sedangkan Hauna, ia menatap Rei tidak percaya.

Menyadari tatapan kedua sahabatnya, Rei mengerutkan dahi. "Kenapa kalian menatapku begitu?"

"Sejak awal kami berdua mengikutimu, lho..." ujar Nicho menahan kesal.

"Lalu?" Rei masih tidak mengerti. Pikirannya lemot.

"Rei... Kami kira kamu tau jalan," ucap Hauna tidak percaya.

RPG MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang