Kento duduk di ujung sofa seraya memilin-milin ujung kemeja kotak-kotak biru yang dikenakannya. Sementara di ujung yang lain, Fuma sibuk dengan tab-nya, nggak peduli-atau memang nggak mau peduli?-dengan helaan nafas Kento yang terdengar sejak kurang lebih satu jam lalu, dan menunjukkan satu hal: dia bosan.
Gimana nggak? Dari tadi Kento cuma duduk disana dan nggak ngapa-ngapain. Fuma yang datang nggak lama kemudian pun langsung sibuk pada benda bernama tab di tangannya. Sementara itu, korban kejahilan Kento-Shori, Sou, dan Marius-entah berada di mana. Mungkin aku emang ditakdirkan mati bosen hari ini, gerutu Kento dalam hati.
Oke, memang ada yang sedikit berbeda kali ini. Nggak biasanya sekarang Fuma nggak jahilin dia, padahal mereka ada di ruangan yang sama setidaknya sejak satu setengah jam yang lalu. Apa Fuma emang lagi hindarin dia? Iya sih, dia jadi terbebas dari keisengan Fuma yang kadang kelewatan. Tapi, tetap saja, dicuekin Fuma itu nggak enak.
"Fuma...?" Nggak tahan diem-dieman, akhirnya Kento memilih buat ambil inisiatif duluan.
"Hm?"
See? Kayaknya Fuma emang lagi marah deh, terbukti dengan nggak mau repotnya dia buat jawab 'ya' atau yang lain. Oh, sekedar info, Fuma bahkan nggak mau capek-capek mengangkat kepalanya untuk menatap sang lawan bicara.
"Masih marah?" tanya Kento.
Entah kerasukan setan apaan, kali ini Fuma mau bergerak sedikit dari posisinya, soalnya sekarang dia mau mengangkat wajahnya dan melayangkan tatapan 'gue-enggak-ngerti-lu-ngomong-apaan' pada Kento.
"Itu, yang masalah fanservice sama Shori waktu konser kita kemarin," jelas Kento tanpa diminta.
Fuma tampak mengingat-ingat sejenak. "Nggak," jawabnya pendek sebelum kembali fokus pada benda persegi panjang di tangannya [lagi].
Kento menghela nafas. Dia tau banget, butuh kesabaran ekstra buat ngadepin manusia satu ini. "Terus kamu kenapa? Kepikiran masalah kissing-scene di drama baru aku? Aku tegasin lagi ya, semua itu cuma tuntutan pekerjaan, profesionalitas kerja. Nggak lebih kok,"
Tiba-tiba senyum evil muncul di wajah Fuma. "Bukan itu kok," ucapnya. "Lagian, adegan itu malah keliatan kayak adegan yuri, bukan straight," lanjutnya sambil terkekeh.
Sebuah bantal mendarat di kepalanya. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Kento yang memasang ekspresi kesal bercampur senang-kesal karena jadi korban ledekan Fuma, tapi juga senang soalnya udah nggak dicuekin lagi sama Fuma.
"Sialan!" gerutu Kento. "Walaupun aku di bawah kamu terus, bukan berarti aku cewe,"
Fuma ngakak. "Gue nggak marah," katanya setelah tawanya mereda. Tangannya menunjukkan layar tab-nya pada Kento. "Nih, dari tadi gue mainin game ini. Seru sih, makanya gue fokus kesini dan nyuekin elu," jelasnya.
"Kampret!" umpat Kento, tapi seulas senyum tercetak di bibir tipisnya. Dia mendekat dan menyandarkan kepalanya di bahu Fuma seraya mengamati Fuma yang kembali larut dalam permainannya. "Kupikir tadi kamu marah," ucapnya pelan.
Fuma tertawa. "Ngapain juga harus marah," sahutnya sambil mengacak rambut Kento yang masih bersandar di bahunya dan mengecup keningnya.
Emang sih, Fuma agak kepikiran sama drama baru Kento itu, tapi bukan kissing-scene yang dia pikirin. Produser drama itu adalah om-om umurnya sekitar lima puluhan dan kelihatan genit banget. Nah, Fuma justru takut kalo si Kento bakal digodain sama om-om genit satu ini.
Yah, bukan gimana-gimana sih. Masalahnya, walaupun Kento itu cowo, ukenya itu kan punya aura kayak cewe cantik yang menarik buat digodain.
Nah loh?
OWARI
-----
Hai reader! Kali ini saya nyoba bikin fanfic FumaKen \( * A * )/
Tinggalkan jejak ya, vote, kritik, saran, pujian, atau hujatan (?) sangat berharga ^^