4. Sekolah

52 24 7
                                    

Pagi ini Rey- maksudku Nick- menyiapkan roti bakar dengan selai kacang ketika aku selesai mandi. Kurasa aku harus mulai memanggilnya dengan nama baru. Kami memang sering berganti nama di kartu pengenal, tapi dalam keseharian aku tetap memanggilnya Rey. Karena kehidupan sosial kami sekarang sedikit berbeda, aku seharusnya membiasakan diri memanggil Nick. Sarapan kali ini merupakan sisa makanan perjalanan kami kemarin. Kami belum sempat berbelanja dan lemari es hanya berisi beberapa junk food dan minuman soda, tentu saja bukan sesuatu yang menyehatkan di pagi hari. Aku menyuapkan makanan ke mulutku dengan malas sambil mendengar ocehan Nick tentang hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan selama sekolah. Dia sudah membahasnya berulang-ulang selama perjalanan ke London kemarin.

"Hari pertama pasti akan banyak yang ingin berkenalan denganmu," Nick memulai pidatonya. "Jadi bersikap baiklah. Kenali secukupnya, jika bisa usahakan mereka segera melupakan namamu."

"Hmm," gumamku menambahkan selai kacang ke atas rotiku. Nick sudah selesai sarapan.

"Jangan terlalu ramah dan juga jangan terlalu galak."

"Hmm." Aku memotong rotiku menjadi dua bagian dan melahap salah satu.

"Jangan pernah memakai kekuatanmu. Bersikaplah seperti orang normal, tapi jangan mencolok. Jangan tunjukkan kalau kau pintar."

"Aku harus bersikap tolol," imbuhku sambil memasukkan potongan roti yang lain ke mulutku dan langsung menelannya, membuatku hampir tersedak.

"Jangan mengikuti perkumpulan atau klub apapun yang membuat namamu meledak."

Aku mendesah kesal, sengaja menghembuskan napas dengan kasar. Kutuangkan air putih ke gelas dan akan meminumnya ketika Nick melanjutkan ocehannya.

"Jangan menggoda atau tergoda dengan lelaki mana pun."

Kali ini aku sungguh-sungguh tersedak dan menyemburkan air ke seberang meja. Nick tertawa keras dan menepuk-nepuk punggungku dengan keras dari samping. Aku benar-benar berharap tadi dia duduk di depanku.

"Jam delapan. Kita sebaiknya berangkat sekarang." Nick mengambil kunci mobil dan keluar mendahuluiku. Ketika sampai di sisi pintu, aku memanfaatkan kelengahannya dengan mengambil satu buah apel di meja dan melemparkannya ke Nick. Bahkan tanpa menoleh ke belakang, dia menangkap apel tersebut yang hanya berjarak beberapa inci dari kepalanya dengan tangan kiri. Dia membalikkan badan padaku dan menyeringai lebar.

"Terima kasih," ucapnya sambil menggigit apel. Sial. Nick memang pendengar yang baik. Aku menyambar tasku dan berlari menyusul Nick sambil menggerutu.

***

Perjalanan ke sekolah berlangsung tiga puluh menit. Tidak sulit menemukannya karena letaknya di pinggir jalan dengan papan nama besar "SMA Famos" tertancap di depan gerbang. Bangunan SMA Famos tidak jauh berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya yang kulihat di televisi. Bertingkat-tingkat dari batu bata berlapis semen dengan cat abu-abu yang dikelilingi dengan pohon-pohon besar. Kami masuk ke tempat parkir mobil. Di sana sudah banyak terparkir mobil. Aku bersyukur kami menggunakan mobil ford biasa yang tidak terlihat mencolok karena banyak mob lain dan lebih mewah. Ketika keluar dari mobil, bau tanah basah tercium hidungku. Kupikir tadi malam turun hujan selama aku tidur.

Langit terlihat gelap hari ini, tidak ada matahari. Embun pagi masih tersisa di sela-sela daun. Setetes air dari atas pohon mahoni menjatuhi rambutku ketika aku keluar dari mobil. Hari ini aku mengenakan celana jeans dan blus biru muda yang agak tebal. Di sekolah ini tidak ada aturan berbusana yang ketat. Kami berjalan bersama mencari ruang tata usaha untuk mengatur jadwal kuliah. Kami melewati beberapa kerumunan murid. Beberapa pasang mata ada yang memandang kami penasaran, ada juga yang bersikap acuh. Mungkin wajah kita masih terlihat asing. Tapi aku bersyukur perbedaan fisikku dengan mereka tidak mencolok. Tinggiku 165 sentimeter, termasuk tinggi rata-rata di sini. Kulitku putih kekuningan sama seperti kebanyakan dari mereka, dengan rambut ikal panjang coklat kemerahan kurasa aku bisa berbaur dengan mereka tanpa terlihat aneh. Aku mengikat rambutku menjadi kuncir kuda dengan rapi.

Dark InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang