Gin

59 6 0
                                    

Aku berlari seolah waktu akan terhenti. Persiapan sudah dilakukan sejak kemarin sore agar tidak ada barang yang kutinggalkan hanya karena kelupaan. Sudah menjadi rutinitasku untuk datang ke rumah Paman apabila libur telah tiba. Pikirku melayang, mengulang segala hal yang selalu aku lewatkan selama dirumah Paman.

Rambutku yang tergerai sempurna bergerak mengikuti angin. Suara pluit bersahutan dengan suara dari ruang informasi. Banyak orang hilir mudik keluar masuk gerbong. Aku menunggu gerbong yang akan kunaiki. Tatapanku nyalang, mengingat kembali pertemuanku dengannya saat aku berusia tiga belas tahun.

Musim panas cukup membuat bajuku basah karena keringat kala itu. Di hutan desa Paman, aku tersesat untuk pertama kalinya. Aku menangis sejadinya karena tak bisa mencari jalan keluar. Saat aku mulai merasa ketakutan dan kesepian, dia muncul dari kejauhan. Tubuhnya tinggi dan tegap dengan wajahnya yang pucat. Dari posturnya aku bisa melihat bahwa dia lebih tua dariku. Dia bertanya mengapa aku bisa ada di dalam hutan dan menangis. Refleks, aku berlari mendekatinya dan mencoba untuk memeluknya karena aku bahagia mengetahui bahwa bukan hanya aku yang tersesat.

Tuk.
Responnya kala itu hanya memukul kepalaku dengan ranting.
"Kamu anak manusia kan? Apabila aku tersentuh anak manusia, maka aku akan menghilang" racaunya.
Apakah dia bercanda? Mana mungkin ada makhluk seperti itu.
Dia berkata bahwa tempat tinggalnya disini. Aku memandang ke sekeliling. Aku tak melihat ada rumah maupun gubug disini. Apakah dia sedang bercanda denganku?

Matahari sudah mulai kembali ke singgasananya. Dia berinisiatif untuk mengantarkanku hingga bibir hutan. Kita berpisah disini. Di depan pohon akasia yang menjulang ke langit, entah seperti itu atau hanya penglihatanku saja.

"Menginjakan kaki disini, berarti kamu akan tersesat. Jangan pernah kembali. Penduduk bilang begitu,kan?" teriaknya padaku.
"Mai. Namaku Mai" teriakku lebih kencang. "Siapa namamu?"

Tidak ada jawaban. Dia hanya menatapku dengan matanya yang sayu. Angin mulai berhembus kencang seakan memerintahkanku untuk segera pulang. Aku mulai berjalan mundur.
"Pokoknya besok aku akan datang lagi dengan tanda ucapan terimakasih!" seraya berbalik arah dan berlari meninggalkannya.

"Gin."
Setelah nama itu diteriakkan, aku berhenti dan menengok ke arahnya lagi. Namun, dia tak ada disana. Setidaknya kini aku mengetahui namanya.

Keesokan harinya dan hari berikutnya lagi aku selalu pergi ke hutan. Tersesat lalu bertemu dan bercengkrama dengannya sudah menjadi kerutinan. Gin selalu memintaku untuk datang lagi tahun depan apabila masa liburku telah usai. Dan itulah yang menjadikan libur panjang akhir semester selalu menjadi sesuatu yang selalu aku nantikan.



(Cerita ini terinspirasi dari anime dengan judul yang sama 'Hotarubi No Mori E')

Hutan Bercahaya Kunang-KunangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang