===
Ini terlampau menyakitkan. Terlampau membuat dadaku sesak. Aku mencintai dia, mencintai sahabatku sendiri. Tapi posisiku begitu salah, sahabatku juga mencintai orang yang aku cintai. Kami ber-tiga selalu bersama, hanya dia seorang laki-laki. Dan aku memiliki perasaan padanya, begitu juga dengan sahabatku yang satu lagi. Haruskah aku yang selalu berkorban? Kenapa harus aku?
“Intan? Kayaknya gue dari tadi liatin lo diem mulu, kenapa ada masalah?”
“Eh?” Aku tersentak pelan tiba-tiba saja Dion—laki-laki yang aku sukai sekaligus sahabatku ini muncul di depanku.
“Iya, kenapa sih? Kok diem mulu, wah gak cerita-cerita nihhh Intan!” Mela ikut nimbrung, Mela juga sahabatku. Dan ya, dia menyukai Dion juga.
“Enggak apa-apa, gue cuman lagi pengen diem aja. Salah emang?”
Mela nyengir, “aneh aja sih seorang Intan bisa diem gitu. Ya gak?” Mela menyikut Dion, Dion tertawa garing lalu mengangguk menyetujui ucapan Mela.
“Kalo ada masalah cerita aja, Tan.” Dion tersenyum lembut padaku membuat mendadak aku kesulitan bernafas. Duh, Dion!
“Iya kalo ada masalah gue bakalan cerita kok ke kalian, udah sana balik ke bangku kalian! Tuh, Bu Eha udah masuk!”
Dengan gasrak-gusruk mereka buru-buru balik ke bangku mereka, aku hanya bisa tersenyum kecil melihat mereka. Kenapa sih harus ada perasaan suka diantara aku dan Dion? Kenapa Mela juga harus suka sama Dion? Kalo gini kan susah, harus ada yang mengorbankan perasaannya. Dan aku yakin, yang harus mengorbankan perasaannya itu aku. Mela? Aku yakin dia tidak akan pernah mau mengorbankan perasaannya. Dia terlampau semangat dan ngotot kalau sudah menyukai seseorang. Sekali itu, tetap itu. Tidak bisa diganggu gugat.
Aku mengusap wajahku dengan telapak tanganku dengan kesal, duh! Kenapa sih aku harus terjebak di cinta segitiga seperti ini?!!
“Intan? Kalau tidak ingin mengikuti pelajaran Ibu, kamu bisa keluar.” EH!
===
“Intaaaaan! Gue mau curhat niiiiiiih!” Mela loncat-loncat gak jelas sambil menggenggam ponselnya, Mela emang lagi di rumahku, seperti biasa dia emang suka bisa main. Yah daripada aku di rumah sendirian?
“Apaan sih?” Aku berdecak heran sambil menaruh nampan dengan beberapa toples kue dan minum di atasnya ke atas meja. Baru aja ditinggal sebentar ke dapur, balik lagi eh Mela mendadak gila. Ck dasar.
“Lo taukan gue suka sama Dion?” Aku mengangkat alisku lalu mengangguk pelan dengan ragu.
“Ada apa?” Tanyaku, rasanya kerongkongan aku benar-benar kering.
“Kata lo gue musti nyatain perasaan gue gak? Kan mau lulus SMP! Masa gue terus mendem perasaan gue sih?! Gak asik bangetkan!”
“Iya terserah lo sih, kan yang ngejalanin lo.” Aku tersenyum mencoba memeberikannya semangat, tapi jauh di dalam hatiku, aku sudah ingin menangis dan tidak tahan lagi untuk memendam perasaan ini.
“Mending PDKT lebih dalem lagi atau gue langsung bilang ke Dion aja?” Aku mengangkat bahuku, lalu menghempaskan tubuhku ke sofa.
“Ah Intan mah! Kasih saran dooong! Gue dilema gini jadinya!”
“Gue enggak tau masalah begituan, lo kan tau sendiri gue enggak pernah pacaran dan... gak pernah suka sama orang.” Mela mencibir, “iya ya. Lo sih kenapa harus nutup hati lo gitu? Payah nih.”
KAMU SEDANG MEMBACA
CERPEN: KENAPA HARUS GUE?
Teen FictionNyesek. Itulah yang dirasain Intan. Ngorbanin perasaannya demi sahabatnya. Cinta segitiga emang enggak enak. Terus gimana kisah selanjutnya? Yuk intip...