Bagaimana rasanya jika seseorang yang melarangmu untuk terlihat mencolok, untuk tidak berbaur, dan untuk tidak terlalu bersikap ramah pada siapapun, tapi justru dia sendiri melakukan hal tersebut?
Dan di sanalah berdiri seorang Nick, menyanyikan lagu Empty Space milik Lifehouse di atas panggung, dikelilingi ratusan gadis yang beberapa di antaranya meneriakkan namanya dengan histeris.
"Ayo ke sana." Muktia menyambar tanganku dan menarikku mendekat beberapa meter. Aku mengikutinya sambil meneriakkan berbagai sumpah serapah dalam pikiranku. Mengutuk Nick dalam hati.
Aku bertemu pandang dengan Nick. Awalnya dia agak terkejut melihatku tapi kemudian wajahnya tenang kembali. Dia mengedipkan sebelah matanya padaku dan aku membalas dengan memelototinya. Dia terus memandangku dan aku terus memelototinya hingga lagu berakhir.
Gema tepuk tangan seluruh penonton, kecuali aku, terdengar di seluruh ruangan. Di tengah-tengah keriuhan teriakan-teriakan sumbang, diam-diam aku membuka jepitan rambut lebah milik Muktia. Rambutnya masih diikat karet sehingga dia tidak menyadari saat aku mengambilnya. Aku menunggu Nick lengah lalu melemparkan jepit rambut ke arahnya. Kulihat ketika benda itu melayang mengenai tengkuk leher Nick kemudian jatuh ke lantai. Aku mendengarnya merintih 'aw' pelan yang membuatku tersenyum puas. Sebelum dia melihatku lagi, aku memutar tubuhku dan berjalan keluar ruangan.
Belum sempat kakiku menginjak pintu keluar, sebuah suara melengking terdengar dari belakang bahuku.
"Celine."
Aku berputar dan berkedip.
Tiga gadis tercantik yang kulihat sepanjang sekolah ini berdiri di belakangku. Gadis sebelah kiri berambut pendek cepak ungu dengan dua tindik di telinga kirinya. Yang sebelah kanan berambut keriting merah dengan mata besar dan bulu mata lentik. Yang tengah, mungkin yang paling cantik di antara mereka, hidungnya besar dan rambut pirang bergelombangnya jatuh dengan sangat indah di punggungnya. Mereka semua memiliki tubuh ideal dan tinggi yang hampir sama. Bahkan jika mereka bangun tidur dengan rambut awut-awutan, kupikir mereka tetap cantik untuk tampil di halaman sampul majalah fashion. Gagasan itu membuatku langsung tidak menyukai mereka. Tanpa sadar mulutku melongo dan segera pulih begitu aku mengingat mereka.
"Kalian yang tadi pagi menyesatkanku." Aku ingat, tiga gadis yang membuatku menuju ke gudang penyimpanan saat mencari ruang kelas Mr. Oswald.
Gadis yang berambut cepak berjalan ke sebelahku dan melingkarkan sebelah tangannya ke bahuku.
"Itu cara ramah kami merperkenalkan diri, Celine."
"Ramah?" tanyaku mengangkat alis.
"Aku Sitta Zetene," dia menurunkan tangannya dari bahuku dan menarik telapak tanganku untuk menjabatnya tanpa meminta persetujuan dariku. "Dan dia-" Sitta melepas jabatannya dan menunjuk gadis yang berbulu lentik. "...Etna Maxwood."
"Senang melihatmu Celine," ujar gadis bernama Etna dengan suara serak rendah.
"Aku Bela Quenna," sahut gadis yang tadi di tengah dengan suara melengking tinggi. Dia tersenyum angkuh.
"Dan aku Celine Princessa." Aku mengucapkannya dengan suara amat pelan.
"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Bela.
"Bukan apa-apa. Em, apa kau masih punya hubungan kerabat dengan Ratu London?" Aku mengucapkannya dengan nada mengejek. Pertanyaan itu membuatku ingin tertawa.
"Memang." Bela tersenyum puas seolah-olah dia sudah menantikan pertanyaan itu.
"Apa?" tanyaku terpengarah.
"Dia generasi ketiga." Kali ini Etna yang mengucapkannya.
Aku kembali melongo dan suara Sitta dari sebelah telingaku membuat raut terkejutku berubah menjadi ekspresi panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Infinity
DiversosKetika kekuatan supranatural dari planet lain dicuri dan ditanamkan ke manusia bumi, apa yang akan terjadi? Celine, salah satu manusia hasil percobaan yang berhasil meloloskan diri berniat menyelamatkan temannya yang masih terjebak. Tetapi dalam per...