NOTE: This chapter contains some swearings.
CHAPTER 12
LYDIA hanya berdiri canggung di sana, dengan kedua tangan Nathan merengkuh tubuhnya semakin erat. Nathan memang besar, Lydia selalu menyadari itu. Tapi ketika berada dalam jarak sedekat ini, Lydia selalu saja terkejut untuk yang kesekian kalinya, ketika menyadari bahwa dia terlihat begitu kecil di hadapannya.
Selama beberapa saat, mereka masih dalam posisi seperti itu. Nathan sesekali mengusap rambut Lydia dan menghirup baunya dalam-dalam.
Sialan! Kenapa malah jadi begini?
Perasaan gundah yang berputar-putar di dalam diri Lydia seolah tidak bisa dibendung.
Mereka masih bertahan seperti itu selama beberapa saat. Hingga pada akhirnya, syukurlah, Nathan melepaskan pelukannya dan menatap Lydia dalam. Pandangannya itu terasa penuh arti. Semua bercampur aduk di dalam sepasang mata berwarna kebiruannya itu.
"Hai juga, Nathan." Lydia berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan kegugupannya. Semua ini terasa begitu berlebihan, sangat berlebihan hingga dia tidak bisa lagi berkata-kata.
"Awww, manisnya. Aku juga mau pelukan, Nathan..." Sahut seorang laki-laki dengan nada setengah mencibir.
"Tutup mulutmu, Al." Jawab Nathan ketus.
"Duduk saja, Lilian. Jangan sungkan begitu, ini kan tempatmu. Kita hanya mampir saja." Brooklyn mengakhiri kalimatnya dengan sebuah tawa yang terdengar sedikit memaksa.
"Ah ya, tentu."
Lydia duduk. Tanpa dia duga, Edward menyusul di sampingnya. Jarak mereka begitu dekat, Lydia yang merasa tidak nyaman harus berkali-kali membenahi posisi duduknya. Apa semua ketidaknyamanan itu hanya berhenti di situ saja? Hmm, tentu saja tidak! Ketika Lydia melihat ke sekeliling, dia bisa melihat dengan jelas tatapan tajam milik Nathan yang terarah kepadanya. Terlihat menakutkan. Dia seperti sedang marah. Tapi marah kepada Lydia? Tidak masuk akal. Lydia bahkan tidak melakukan sebuah kesalahan.
Seolah menyadari kepanikan yang ada di dalam diri Lydia, Edward berbisik ke arahnya. "Tenang saja, tidak usah takut."
Lydia tersenyum.
"Terimakasih." Dia kembali berbisik.
Dan setelah itu, semua terasa seperti malapetaka. Bukan, bukan karena para Godfrey ini melakukan hal buruk kepadanya atau apa, tapi lebih kepada perasaan canggung yang semakin lama semakin membuncah dalam dirinya.
Bayangkan saja: kau, duduk di sana, di tengah orang-orang ini. Dan bahkan mereka tidak menahan diri! Mereka kembali berdiskusi tanpa berusaha untuk menutup-tutupi apapun di depan Lydia. Bagaimana bisa dia tidak merasa tidak nyaman?
Lydia kembali mengalihkan pandangannya. Lagi-lagi dia melihat Nathan masih menghadap ke arahnya. Melihat raut wajahnya yang kelihatan aneh, Lydia tidak bisa berhenti bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan?
Beberapa puluh menit berlalu.
Penderitaannya masih saja berlanjut. Dia menengok ke samping dan melihat Edward mengeluarkan ponselnya. Itu ide yang bagus! Dia bisa membaca ebook atau bermain game apalah yang ada di memorinya.
Tapi bukannya itu tidak sopan? Memangnya kau itu siapa? Berani-beraninya melakukan hal semacam itu.
Lydia menelan ludah.
"Bagaimana dengan Guy?"
Sebuah pertanyaan yang terutarakan dengan keras seketika membuatnya tersentak dari lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dystopia [Discontinued]
RomanceLYDIA tidak pernah menyadari, bahwa membantu seorang laki-laki yang tergeletak penuh luka di samping rumahnya, akan membuat hidupnya menjadi sulit. Semua mulai menjadi rumit, ketika dia tahu bahwa laki-laki itu adalah anak dari seorang konglomerat b...