Prolog

149 39 34
                                    

"Lizaaaaaaaaaa." Lelaki itu terbangun dari mimpi yang menurutnya sangat buruk. Peluh menyiram tubuhnya. Begitu juga dengan baju tidur yang ia kenakan penuh dengan keringat. Ia sangat ketakutan akan kepergian Liza setelah ia menyelesaikan kuliah. Akar itu sudah tertanam dan terus bertumbuh.

Ia beranjak dari tempat tidur ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya dari air yang mulai mengering. Pancuran air dari shower menyiram tubuh atletisnya. Dingin merambat ke setiap inci kulit mulus itu. Ketakutan itu masih meracuni pikirannya.

Ia memakai kaos biru tua dan celana jeans yang warnanya senada dengan kaos kemudian ia berjalan menuju pintu rumah dan membukanya. Saat ia sudah mengunci pintu rumah dari luar, ia ditabrak oleh tubuh seseorang.

"Awhhh." Lelaki itu terkesiap dengan orang yang di depannya. Liza terjatuh ke lantai begitu juga dengan kantung kresek yang ia bawa beserta isinya berserakan. Lelaki itu membungkuk dan mengutip isi dari kantung itu dan memasukkannya ke dalam kantung tersebut. Kemudian membantu Liza untuk bangkit berdiri.

"Ada yang luka, Liza?" Ia bertanya pada Liza dan tatapan mata hitam pekatnya tertuju pada sahabatnya itu. Liza menggeleng dan ia tidak berani tenggelam dalam tatapan lelaki itu. Tatapan lelaki itu penuh dengan kekhawatiran.

"Kamu kok di sini subuh begini?" Remang lampu jalan yang tak jauh dari rumahnya menampakkan wajah mereka walau tidak begitu terang. Degupan jantung Liza sedikit bertambah cepat ketika matanya bertemu dengan tatapan lelaki itu sekejap. Lelaki itu bernama Gamaliel Andrew Kenny.

"Aku mimpi buruk lagi, Liel." Liza tertunduk dengan kedua tangan bertautan. Gamaliel meletakkan kantung kresek yang tadinya ia pegang ke kursi yang ada di sebelahnya. Kemudian ia memeluk Liza dengat erat. Liza dapat mendengar suara degup jantung Gamaliel yang teratur. Rasa takut Liza karena mimpinya seketika menguap dengan pelukan Gamaliel. Ia merasa hangat dan terlindungi oleh pelukannya. Tangannya perlahan terangkat untuk menanggapinya. Dengan erat dan penuh sayang ia membalasnya. Ia memposisikan kepalanya ke bahu kanan Gamaliel.

"Jangan takut lagi. Aku selalu bersamamu, Liza." Gamaliel mengucapkannya tepat di depan telinga Liza. Mata Liza seketika ingin keluar karena perkataannya. Tangan Gamaliel mengelus kepala Liza.

"Kamu tidak takut lagi kan?" Liza mengangguk. Gamaliel melepasakan pelukannya kemudian membuka pintu rumahnya. "Silahkan masuk, LIza." Liza tersenyum padanya. Ia duduk di sofa yang tak jauh darinya. Sedangkan Gamaliel, ia mengambil kantung kresek tadi kemudian menutup kembali pintu itu.

"Ini untuk apa kamu bawa?" Gamaliel mengangkat kantung itu sampai setinggi dada. "Aku mau nonton film dari kaset itu bersamamu." Lelaki itu duduk di samping Liza kemudian mereka memilih salah satu untuk mereka tonton. Setelahnya, lelaki itu meletakkan kaset itu ke tempat pemutaran kemudian menyalakan televisi. Ia kembali ke sofa. Tak lama, mereka tertidur.

***

Hai semua para pembaca. Selama liburan ini aku gk ada kegiatan lain selain nulis cerita ini. Kalo suka sama prolognya, vote dong. Kalo ada yang salah atau kurang pas di hati para pembaca -azeeeek- boleh di comment. Aku terima semua sarannya ya. Tetapi jangan comment yang nurunin semangatku untuk lanjutinnya.

Oke, sekedar aja dari aku. Terima kasih.

Salam

a_winner

Bunga Kertas AbigailTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang