Till the end i'll always love u

813 98 42
                                    

"Disaat cuaca seperti ini tidak seharusnya kau berada di luar."

Jeonghan menolehkan kepalanya ketika mendengar suara yang amat dia kenal. Senyum tipis terpoles di bibirnya.

"Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini?" balas Jeonghan ketika pria yang tadi berbicara padanya berjalan mendekatinya.

Pria itu mendudukan dirinya di samping Jeonghan setelah sebelumnya menyampirkan jas putih miliknya di bahu kecil pemuda cantik itu.

"Mengunjungi pacarku. Apalagi."

Senyum kecil tak juga hilang dari bibir pucat Jeonghan. Matanya menatap lurus ke depan. Memandang orang-orang yang lalu lalang di hadapan mereka. Kepalanya dia sandarkan di bahu tegap pria tampan itu. "Mantan pacar Mingyu-ya," ucapnya pelan.

Mingyu diam. Berusaha mengabaikan nyeri yang menghantam hatinya setiap mendengar fakta itu. Dengan lembut dia genggam tangan Jeonghan yang terasa sangat dingin akibat angin di penghujung musim gugur.

"Sudah terlalu dingin, sebaiknya kita masuk ke dalam."

Jeonghan menggelengkan kepalanya lalu menengadahkan kepalanya menatap langit yang berawan.

"Musim gugur sudah berakhir. Aku yakin sebentar lagi salju akan turun, aku ingin melihatnya."

"Kita bisa melihatnya dari dalam kamar mu," saran Mingyu.

Jeonghan menggelengkan kepalanya, "Tapi aku juga ingin merasakan salju pertama yang turun dengan kedua tanganku."

Mingyu menghela napas. Jeonghan dengan kekeras kepalaannya memang hal yang sulit pria itu hadapi. "Tapi Jeonghan..."

"Kali ini saja...," Jeonghan menatap Mingyu dalam, tangannya balas menggenggam tangan pria tampan itu, "...karena ku rasa ini akan menjadi salju terakhir yang dapat kulihat."

Lagi. Nyeri hati itu kembali Mingyu rasakan.

Mingyu memejamkan matanya. Berusaha menahan rasa sakit di hatinya. Rasa sakit yang entah kenapa melebihi rasa sakit yang selama ini pernah dia rasakan.
.
.
.
.
.
"Aku ingin kita putus."

Mingyu langsung menatap Jeonghan lekat ketika mendengar ucapan kekasihnya. Menatap dalam mata pemuda cantik itu guna mencari sedikit kebohongan di dalam sana.

Hari masih terlalu pagi. Mereka bahkan baru saja menyelesaikan sarapan tapi kenapa Jeonghan sudah melontarkan lelucon yang sama sekali tak lucu.

"Kenapa?" tanyanya setelah lama menyelami manik hitam Jeonghan dan tidak menemukan kebohongan di sana.

"Kau tahu aku sekarat."

"Kau tidak."

"Jangan membohongi dirimu sendiri Mingyu-ya."

Mingyu mengepalkan genggaman tangannya, "Jika iya, lalu kenapa?" tanyanya dengan sedikit suara tinggi.

Jeonghan mengulurkan tangannya ke seberang meja untuk mengusap lembut tangan Mingyu yang mengepal erat. Lalu menggenggam tangan Mingyu yang terasa dingin.

"Aku bisa mati kapan saja," Jeonghan menatap Mingyu dengan pandangan putus asa. Suaranya terdengar lirih.

Mingyu mengeratkan genggaman tangan mereka. Dia tak pernah suka ketika mendengar sang kekasih mulai mengungkit masalah ini.

"Lalu kenapa Jeonghan? Kenapa?" Mingyu bertanya dengan suara serak, "Aku juga bisa mati kapan saja," lanjutnya dengan suara tercekat.

Jeonghan menggeleng, "Itu berbeda. Kau sehat, sedangkan aku tidak," ucapnya.

Till The End, I'll Always Love U (GyuHan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang