Hai semua, met malam. Aram sama si Abang datang lagi nih. Nggak usah banyak basa-basi ya. hehehe... maaf typo.
======000====
Mobil yang dikendarai Bayu memasuki bandara lewat jalur khusus menuju langsung ke helikopter Hasan yang sudah menunggu sejak tadi.
"Bang, aku titip keluargaku ya." kata Jalal kepada Bayu. Pria itu mengangguk.
"Kamu tenang saja, nggak usah kamu khawatirkan keadaan keluargamu disini. Pikirkan Aram dan keadaan disana saja."
"Iya Bang. Makasih." Kembali Bayu mengangguk. Jalal masuk ke helikopter bersama Fatih, sementara Rahim pamitan dengan ayahnya.
"Aku pergi dulu Yah." Kata Rahim mencium punggung tangan Bayu.
"Iya hati-hati. Masalah ijin kamu, nanti biar ayah yang urus. Kamu fokus cari Aram ya." Rahim mengangguk. Dia pun meninggalkan ayahnya dan masuk bergabung dengan Jalal dan Fatih.
Helikopter itupun segera lepas landas meninggalkan bandara menuju kalimantan. Kali ini helikopter yang mereka pakai bukan seperti yang pernah Jalal dan teman-temannya dulu tumpangi. Helikopter kali ini adalah jenis yang jarak jelajahnya lebih jauh dengan ketahanan terbang sampai 6,5 jam. Helikopter yang bisa menampung sekitar 29 orang, memudahkan untuk mendatangi tempat-tempat terpencil yang susah dijangkau dengan cepat.
Suasana hening selain suara mesin. Semua bergelut dengan pikiran masing-masing. Bahkan Hasan yang ikut mengantar juga hanya bisa terdiam. Tingkah gokilnya ketika bersama Jalal seperti biasa sekarang tidak lagi nampak. Seakan semangatnya ikut hilang mengingat nasib keponakannya yang belum jelas.
Sekarang Hasan dan Husein tidak lagi memanggil Jalal dan Jodha dengan panggilan papa dan mama. Entah mungkin karena usia sudah tidak muda lagi seperti dulu, hanya tingkah mereka saja yang tidak berubah. Selalu ramai jika mereka bersama. Namun semenjak sudah menikah, mereka berdua sudah jarang terlihat bersama. Husein di tugaskan abinya di Timur Tengah, sedangkan Hasan bertugas di Indonesia tepatnya di Jogjakarta dan Jakarta.
Meski sudah menikah dan berumur, namun tidak mengubah rasa kekeluargaan yang mereka miliki kepada Jalal, Mansingh, dan juga Surya. Terkadang mereka berkumpul seperti dulu meskipun hanya bisa setahun sekali.
Jalal dan Fatih menyandarkan kepala mereka disandaran kursi, sementara Rahim memeriksa perlengkapannya. Dia dan Fatih membawa ransel masing-masing. Fatih yang terbiasa ikut MAPALA (mahasiswa pencinta alam) di kampusnya, sedikit banyak sudah tahu apa yang diperlukan selama mereka disana.
Melihat abangnya membuka ransel, Fatih ikut membuka ranselnya yang nampak menggembung itu.
"Kamu bawa apa Fi, kok kelihatannya berat?" tanya Rahim mengerutkan keningnya melihat ransel Fatih.
"Ini pakaian Kakak, sedikit makanan kesukaannya dan juga coklat. Bunda menyuruhku membawanya. Mungkin saja disana semua pakaian Kakak tidak bisa dipakai, dan coklat ini kata Bunda biar sedikit menenangkan Kakak." Rahim mengangguk. Dia berpikir sebentar.
"Sini Fi, pindahin ke ransel Abang aja. Biar Abang yang bawa." Fatih menatap Rahim dengan keheranan.
"Kenapa emangnya Bang?"
"Ya biar Abang yang bawanya Fi, karena sampai disana Abang akan langsung mencari Kakak kamu." Fatih mengangguk.
"Iya deh Bang. Biar nanti aku temani Abang ya. Aku nggak mau hanya diam menunggu saja."
"Boleh. Abang juga begitu."
Akhirnya Fatih memindahkan barang-barang untuk keperluan Aram ke dalam ransel Rahim. Setelah selesai, dia kembali menyandarkan tubuhnya di kursi. Diliriknya ayahnya yang duduk menyandarkan kepalanya dengan mata terpejam. Namun Fatih yakin ayahnya tidak tidur. Fatih menjadi kasihan melihat ayahnya, lebih kasihan lagi ketika teringat dengan bundanya. Pasti bundanya sekarang gelisah memikirkan kakaknya. Fatih menghela nafas dan berdoa semoga kakaknya baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanfictionAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...