Senja itu mengantarmu kepada ku. Pertemuan yang tak terduga. Sore santai kita tak istemewa. Bukan berbincang berdua tapi kita berdiskusi bersama teman lainnya. Setiap argumenmu mampu membuka pola pikirku namun tidak menggoyahkan prinsipku. Perdebatan kita sore itu membuatku mengerti perbedaan tak selamanya harus dipermasalahkan. Terkadang kita hanya perlu menerima.
Akhirnya aku menemukanmu. Setidaknya itu yang aku pikirkan setelah pertemuan kita kala itu. Terlalu cepat memang tapi aku sudah terlanjur jatuh hati dengan pemahamanmu. Jatuh cinta dengan segala jalan pikiranmu.
Entah kenapa diantara teman yang lainnya sore itu. Kamu satu-satunya pria yang ku harap menghubungiku. Meski kita tidak bertukar kontak saat itu. Belum lagi aku hanya seorang gadis biasa yang tidak mungkin mampu menyita pikiranmu. Terlalu biasa menurutku untuk orang secerdas dirimu. Namun, tetap saja hatiku tak tahu diri, angan muncul dengan lancangnya dalam benak ku agar kau berjuang mencari tahu tentang diriku.
Semua angan itu terjawab, ketika malam hari sebuah pesan singkat masuk ke ponselku.
"Halo aku fian."
Singkat. Sebuah ciri khas dari dirimu. Hal itu pula lah yang membuatku menginginkamu.
"Halo, ada apa?" Begitu isi pesan yang aku kirim padamu. Orang lain mungkin menganggapnya kaku tapi aku tahu ini adalah gayamu dan sebuah gaya baru yang aku sukai.
"Tidak. Entah kenapa sepertinya perbincangan kita belum selesai." Mungkin kalian pikir ini bercanda tapi sayangnya tidak. Pesan yang dia kirim benar-benar tertulis seperti itu.
Aku senang sekaligus bingung. Senang karena itu artinya dia merindukanku meski sekedar untuk berbincang atau mungkin mengundangku dalam sebuah seminar. Perasaan bingung tidak pula absen untuk mengahampiriku, aku bingung karena aku tidak pernah menemui orang sekaku ini. Bahasanya terlalu kaku. Baru ini aku merasa tidak percaya diri bertukar pesan dengan seseorang. Aku takut salah menulis tapi aku ingin terus mencoba berinteraksi dengannya. Debaran pada setiap balasan pesan yang kutunggu menimbulkan warna lain dalam hidupku.
"Oh ya, bukankah kita hanya berdiskusi secara tidak sengaja. Apa perlu kita menyambungnya lagi?" Aku mulai mengirim pesan teks mengikuti caranya.
"Bukan tentang ekonomi, politik, bisnis, self branding, lingkungan, atau bahkan aktifitas sosial tapi tentang kita." Sebuah pesan sangat polos. Aku tidak tahu apa ini sebuah gombalan yang biasa pria lain lakukan atau ini adalah sebuah bukti keseriusan.
"Kamu bercanda?" Tidak mau terlalu percaya diri aku memilih untuk bertanya padanya.
"Aku tidak pernah bercanda untuk segala sesuatu yang aku inginkan." Jawabnya singkat tanpa ada ajakan untuk makan malam bersama.
"Sepertinya aku membutuhkan secangkir kopi malam ini." Aku sengaja memancingmu barangkali kamu terlalu malu untuk itu."Aku sudah ada di depan kampus mu." Pesan ini benar-benar mengejutkanku. Aku tidak lagi membalas pesannya tapi berlari mencari pagar kampus. Bukan kali pertama aku merasakan pagar kampus terasa jauh tapi baru kali ini aku merasa pagar kampus berada diujung dunia membuat ku sulit untuk mencapainya.
Beberapa menit berlalu akhirnya ku lihat pria dengan kemeja biru. Sebuah kemeja polos lengan panjang yang sudah kau gulung samapai ke siku. Wajahmu gusar menunggu. Kamu bersender pada bagian depan mobilmu sambil matamu terus memperhatikan layar ponsel. Aku harap kamu menunggu balasan pesan dariku. Aku masih terdiam beberapa jarak di dekat pagar mengamatimu dan membeku.
"Deg" jantungku rasanya mau copot ketika kepala itu terangkat. Kamu menatap lurus ke arahku. Kamu tersenyum. Senyum yang mampu meruntuhkan hatiku. Kamu benar-benar menangkapku kali ini. Seperti maling yang tertangkap karena mencuri. Iya, mencuri. Mencuri padang ke arahmu.
Aku berjalan mendekat ke arahmu lalu memamerkan deretan gigi yang tidak terlalu rapi seperti bintang iklan pasta gigi atau pemain sinetron tapi ku usahakan membuat senyum termanisku.
"Ayo minum kopi." Sesingkat itu kamu mengajakku tanpa ada rayuan atau apapun. Anehnya bagai terhipnotis aku hanya mengangguk dan masuk ke mobilmu.
Sore dan malam melebur menjadi satu yang tak bisa aku pisahkan. Aku tak lagi mengenal waktu. Satu-satunya yang memisahkan waktu adalah setiap jeda untuk beribadah selebihnya hanya ada kita. Bercerita tanpa ada waktu. Bercengkrama tanpa peduli matahari telah merubah dirinya menjadi sang rembulan. Malam semakin larut. Tugas akhirku harus segera aku selesaikan. Aku tidak mau terlambat wisuda. Aku memutuskan untuk pulang dan kembali mempercayai sang waktu.Hari berlalu begitu cepat. Tidak terasa kita semakin dekat. Tubuh mungil mu membuatku merindu semakin hari semakin kuat. Kamu lebih tinggi dariku, lebih besar dariku tapi tidak seperti laki-laki lain yang dekat denganku. Kamu bertebuh lebih mungil dari mereka. Perangaimu kaku tapi tidak pernah terlihat tua. Kamu selalu pantas dengan seragam sma meski kini kamu telah bekerja dengan terus mengenakan kemeja. Kamu bahkan masih pantas pakai baju smp pikirku.
Setelah mengenalmu aku tahu kamu tidak sekaku itu. Bagi orang lain kamu membosankan tapi bagiku kamu menyenangkan. Kamu adalah wikipedia berjalanku. Kamu adalah kamus berjalanku bukan hanya nilai IELTS mu saja yang tinggi tapi 20 bahasa negara lain pun mampu kau kuasai. Bersama denganmu adalah anugrah. Mengenalmu adalah sebuah hadiah.
Suatu sore kita kembali ke tempat yang sama saat kita kali pertama bertemu. Kamu menatapku serius. Kamu selalu serius tapi tidak pernah seserius ini. Aku menatapmu takut. Apa ada berita buruk yang akan aku dengar.
"Kamu tahu apa impianku kan?" Tanyannya sambil terus menatapku yang justru asik menyantap kentang goreng karena menghindari tatapanmu.
Aku mengangguk "Kamu mau jadi profesor yang bisa bikin robot yang lebih hebat dari power rangers." seperti itu setahuku. Kamu begitu semangat begitu menceritakan cita-citamu itu.
"Benar." Anggukmu menyetujui jawabanku "Itu memang cita-citaku sejak kecil. Kemungkinan aku bisa mewujudkannya." Tambahnya membuatku semakin bingung dengan arah pembicaraan ini.
"Kamu pasti bisa fi, aku percaya." Aku mencoba meyakinkanmu.
"Aku mendapat beasiswa untuk lanjut S2 di Jepang." Jawab mu singkat tapi mampu menimbulkan gemuruh dalam hatiku. Aku hampir melompat karena kegirangan meski setengah hatiku terasa sesak mengetahui Jepang dan Indonesia memiliki jarak yang amat jauh.
"Bagus, kamu pasti akan berhasil. Aku akan selalu mendoakan kelancaramu di sana." Kata-kata itu yang akhirnya keluar dari mulutku.
"Lalu kita?" Perntanyaan yang singkat tapi sangat membingungkan. Tidak kah ia seharusnya membuat segalanya menjadi mudah bagiku dengan membuat pertanyaan yang jelas. Bahkan sampai detik ini status kami adalah teman meski kami sama-sama tahu bahwa hati kami telah terisi satu sama lain.
"Apa?" Tanyaku tak kalah singkat. Aku mulai geram dengannya. Dia laki-laki, seharusnya dia lebih mampu memberi kejelasan. Tiga setengah tahun hidup di kota kembang bahkan tidak mengubahmu menjadi anak kota yang pandai berbicara mengenai cinta. Aku suka itu tapi tidakkah kamu berpikir bahwa aku sering dibuat ragu olehmu.
Dia mencoba menggaruk tengkuknya yang aku tahu tidak gatal "Ini kali pertama bagiku tapi aku tahu kalau aku menginginkanmu. Kamu wanita yang selama ini aku cari. Aku tahu, aku sangat kaku tapi kamu bisa mengimbangiku tanpa berubah menjadi diriku. Kamu adalah kamu, pencair untuk hatiku yang beku. Aku tidak tahu bagaimana carannya. Hijabmu membuatku untuk terus menjaga jarak darimu tapi aku tak mampu. Lalu bolehkah aku segera meminangmu? Menjadikanmu sesuatu yang halal bagiku lalu kita akan belajar hidup bersama di negara impianku dan kamu." Kalimat terpanjang yang pernah dia ucapkan selain tentang cita-citanya. Bagai disambar petir tubuhku kaku. Mataku tak bergeming terus menatapnya mencari celah kebohongan dari wajahnya.Tidak ku temukan tanda itu. Berarti dia serius. Tiba-tiba kepalaku pusing. Aku ingin menangis entah bahagia atau apa tapi air mata itu akhirnya menetes. Aku frustasi dengan diriku sendiri. Dia panik melihat air mata itu.
"Ada apa, aku tidak akan memaksamu. Apapun jawabanmu aku akan terima. Tolong jangan menangis. Kalau ucapanku membuatmu sedih lupakan saja" wajahnya yang cemas entah kenapa begitu jenaka bagiku. Membuat tangisanku bercampur dengan gelak tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Jarak Tak Dilirik oleh Cinta
RomanceSepenggal curahan hati perempuan yang sedang jatuh cinta. Membawa cinta mereka menjadi lebih dewasa. Bersama jarak mereka tak pernah putus asa. Mereka percaya bahwa pada akhirnya akan ada kebersamaan yang istemewa. Nyatanya perpisahan karena jarak...