PART 2

22 9 0
                                    

Malampun tiba. Sedikit mengecewakan bagiku karna aku tidak dapat menikmati cahaya bulan dan bintang yang begitu indah.
Aku berbaring diatas kasurku. Tiada angin dan hujan, aku mulai bermain-main dengan imajinasiku. Aku membayangkan jika suatu hari nanti, aku menemukan seorang pria tampan yang mencintaiku tulus dan apa adanya, menemaniku dan bersedia menuntunku kemanapun aku pergi. Dia akan menjadi pasangan hidupku, berdiri bersamanya didepan banyak orang, memakai gaun putih yang indah. Imajinasi terlalu tinggi, tapi, aku yakin, orang itu akan ada! Mungkin memang langka, tapi bukan berarti tidak ada!

Aku segera bangun dan menuju ke meja belajar ku. Saat malam seperti ini, biasanya aku menuangkan seluruh ide yang ada dipikiranku untuk menulis puisi. Akupun mengambil buku kecil yang tertata rapi diatas meja belajarku beserta pulpen yang terjepit diatasnya.

"Setiap kali aku berjalan
Tak satupun cahaya putih dapat aku saksikan
Setiap kali aku berlari
Tak satupun sinar dapat menyilaukan mataku
Tapi ini bukan akhir dari segalanya
Kiri dan kanan masih memberikan bisikan padaku
Cinta dan kasih masih membungkus erat diriku
Hingga aku sadar
Aku ada karena cinta"

Aku menutup buku kecilku dan duduk didepan jendela. Aku kembali teringat akan sosok pria tadi. Pertama ketemu, tapi dia terkesan sangat baik. Bahkan, ia memberikan kalung hati ini kepadaku. Aku harus mengenalnya lebih jauh!

Tepat hari ulang tahun ibuku. Pagi ini aku bangun lebih awal. Dengan bantuan bi Amy, aku sudah menyiapkan sarapan spesial untuk ibu. Pagi ini juga, ada ayah yang menemaniku. Ayahku bekerja sebagai dokter disalah satu rumah sakit yang berada di desa. Jaraknya jauh dari kota sehingga aku hanya dapat bertemu dengan ayah seminggu sekali. Tapi kali ini, ayah menyempatkan waktu untuk hadir tepat pada hari ulang tahun ibu.
Aku dan ayah segera menuju ke kamar ibu dan mengetuk pintu kamarnya untuk membangunkannya. Ditanganku sudah ada sebuah kue tart cantik buatan bi Amy beserta lilin-lilin kecil diatasnya. Ibu genap berusia 46 tahun.
Ibu membuka pintu dan ia terkejut dengan kehadiran ayah. Dapat kurasakan kebahagiaan ibu yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Aku tentu merasa sangat senang karena bisa merasakan kebahagiaan ibuku. Aku tidak gagal memberikan surprise.

"Ibu, selamat ulang tahun, yah. Ini ada hadiah buat ibu. Semoga ibu menyukainya"
Kuberikan kotak yang berisi kalung itu pada ibu.

"Ini bagus sekali, sayang! Ibu sangat menyukainya. Ini tentu sangat mahal. Apa uang tabunganmu tidak habis?"

"Apalah arti uang tabungan jika dibandingkan dengan senyuman ibu sekarang. Aku mencintai ibu"

Ibu langsung memelukku dengan erat. Kudengar suara tangisan harunya yang kecil. Tidak lama, aku merasakan pelukan erat ayah juga. Aku merasa sangat bahagia. Hidup dalam gelap tapi dibungkus dengan cinta. Aku sangat bersyukur untuk semua ini.

Hari ini, aku kembali menemani ibu menjaga butik. Tak lama, kudengar kembali suara seorang pria sedang berbincang dengan ibuku. Tidak terlalu jelas akan apa yang mereka bicarakan, tapi aku yakin, dia adalah pria yang kemarin! Tak lama, kudengar langkah kakinya menghampiriku.

"Hai Emily Grace. Sepertinya kita belum sempat untuk berbincang banyak. Boleh aku duduk disampingmu?"

"Silahkan saja. Siapa namamu?"

"Namaku Steven Edward. Panggil saja Edward"

"Ok, senang berkenalan denganmu, Edward. Ada apa kesini?"

"Aku cuman senang melihat kemarin kau bermain piano sambil bernyanyi di cafe. Suaramu juga bagus. Sejak kapan kau bisa bermain seperti itu?"

"Sudah lama. Aku tidak ingat kapan. Beberapa tahun yang lalu"

"Kalau boleh tau, sejak kapan kau mengalami kebutaan? Maaf kalau pertanyaanku menyinggungmu, kalau kau tidak ingin menjawabnya, tidak papa"

"Santai aja. Buta? Sejak 15tahun yang lalu. Buta karena kecelakaan."

"Kau tidak berencana untuk oprasi mata?"

"Belum dapat donor"

Edward hanya terdiam. Entah apa yang dia pikirkan sekarang.

"Kenapa? Tidak perlu mengasihaniku. Aku sudah terbiasa hidup dalam kebutaan."

"Tapi kau tidak terlihat seperti orang buta. Bahkan waktu itu, aku bisa tertipu"

"Ya.. Bagus lah."

"Apa kau mau jalan-jalan bersamaku hari ini?"

"Hah? Untuk apa?"

"Aku ingin mengenalmu dan mengobrol denganmu lebih jauh lagi. Bisa?"

"Kau harus meminta izin pada ibuku terlebih dahulu"

"Baiklah"

Kudengar Edward melangkah dari kursi yang di dudukinya. Kurang lebih 10 menit ia pun kembali.

"Ibumu mengizinkan. Asalkan kau kujaga dengan baik dan pulang tidak lewat dari jam 5 sore"

"Baiklah."

Edward menuntunku untuk naik ke mobilnya. Aku tidak tau hari ini Edward akan membawaku kemana. Semoga saja, dia tidak ada niat buruk padaku. Aku merasa dia adalah pria yang baik. Setelah beberapa menit, kami pun tiba disebuah tempat. Edward membantuku turun dari mobil dan menuntunku masuk ke tempat tersebut. Aku menebak bahwa itu adalah sebuah toko. Tapi entah toko apa. Suasananya serasa sepi dan dingin.

"Ini toko musik milik ayahku. Apa aku bisa memintamu memainkan piano untukku?"

"Tentu bisa"

Edward mengantarku menuju ke kursi piano. Aku memainkan piano dengan sangat lembut. Selama aku memainkan piano, Edward tidak berbicara sepatah kata pun. Aku memang tidak bisa liat apa yang Edward lakukan pada saat aku bermain piano, tapi perasaanku berkata dia sedang berdiri didepanku dan memperhatikanku. Tapi itu hanyalah perasaan.

"Benar-benar hebat. Bagus sekali, Emily"

"Terima kasih, Edward. Apa kau bisa bermain piano juga?"

"Tidak. Aku tidak sepandai dirimu."

"Ya harus kau akui, aku memang pandai"

"Emily, apa kau punya pacar?"

Aku kaget mendengar pertanyaan itu. Mengapa Edward menanyakan soal pacar?

"Ha? Aku ini buta, Edward. Sampai saat ini aku belum menemukan seorang pria yang bersedia menerima kekuranganku"

"Tetapi aku tidak merasa kalau kau buta"

"Itu buatmu, bukan yang lain"

"Aku mencintaimu"

"Hah?"

"Aku mencintaimu dan ingin menjadi pacarmu."

"Itu gila"

"Kenapa?"

"Aku tidak percaya. Kita baru kenal"

"Aku mencintaimu sejak awal aku melihatmu. Kau gadis yang cantik dan berbakat. Dimataku, kau sempurna."

"Kau gila"

"Kau mau jadi pacarku?"

"Tidak. Aku tidak bisa mempercayai seseorang yang baru saja aku kenal. Apalagi menjadi pacar."

"Oke, suatu saat nanti aku akan buktikan kalau aku benar-benar mencintaimu. Kau harus janji akan menerimaku"

"Baiklah. Aku akan melihat sendiri caramu mencintaiku"

Let me to be your eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang