Kau mungkin akan berpikir kalau cerita ini berlebihan, tapi selebihnya ini sangatlah normal. Seperti remaja lainnya yang tergila-gila pada idola yang disukai, ia juga begitu, hanya saja ia melakukannya dengan cara yang ‘sedikit’ berbeda. Karna percayalah, cerita ini akan berjalan lebih jauh dari apa yang kau bayangkan.
Lihatlah bagaimana manisnya ia saat sedang mendatangi acara fansign idol grup itu. Bertingkah layaknya gadis biasa yang akan bertemu dengan idolanya, senyum itu kembali mengembang di wajahnya. Senyum yang tidak dapat diartikan, suatu senyum yang hanya bisa kau lihat dari sudut pandang yang berbeda. Seperti biasa, tidak ada yang salah dengan penampilannya, ia terlalu pandai menyembunyikan dirinya diantara para fans.
Sebenarnya mudah saja untuk tidak dianggap di acara ini, kecuali jika kau adalah pemeran utamanya, yang bertugas berada di atas panggung, terus tersenyum walapun sedang berada dalam keadaan emosi yang beragam, menyapa para fans dengan gaya khas yang sudah ditetapkan, melakukan hal-hal yang disukai fans atau yang biasa disebut dengan fanservice. Memang apalagi yang lebih penting dari fans? Orang-orang itu adalah sumber uang mereka selama ini. Itu sudah menjadi hukum yang berjalan, dan 75% bagian dari pekerjaan.
Gadis itu masih fokus memperhatikan pria yang sedang duduk di atas panggung sana. Kalau dijelaskan, jika mereka semua adalah pemeran utama, maka orang yang diperhatikan oleh gadis itu adalah pemeran paling utama dari beberapa pemeran utama.
Bisa dibilang, ia sudah sangat lama ‘mengincar’ pria itu.
Yang selalu berdiri paling tengah dengan posisinya sebagai visual of group dan main dancer, memiliki warna kulit yang agak kecoklatan, juga pesona dingin dan manisnya yang siap membunuh siapapun.
Sambil menunggu antrian, ia menyalakan kembali kamera DSLR-nya untuk mengabadikan moment-moment yang dilakukan oleh pria itu. Mengatur lensa fokusnya beberapa kali, membidiknya setiap detik, harus detail, dan tidak ada yang boleh tertinggal. Entah, sudah berapa banyak foto yang ia dapatkan, yang jelas sebelum acara ini benar-benar selesai ia harus mendapatkan moment pria itu sebanyak-banyaknya.
Namun secara tiba-tiba gadis itu berhenti, berkebalikan dengan jantungnya yang berdetak semakin cepat. Ia menurunkan kameranya, lalu tersenyum kecil saat melihat beberapa hasil fotonya barusan. Darahnya berdesir halus. Pria itu melakukannya lagi.
Eyecontact.
Bukan sekali atau dua kali.
Tapi cukup lama.
-
-
Gilirannya sudah semakin dekat, ia segera mematikan kameranya dan mengaitkannya di bahu sebelah kiri. Lalu mengeluarkan album yang akan ditanda tangani oleh mereka dari tasnya. Menemui member EXO satu persatu, melakukan kebiasaan-kebiasaan yang biasa terjadi di acara fansign. Pria itu duduk di ujung sana, ia sudah melihatnya dari tadi, yang berarti ia harus melewati semua member EXO dulu baru ia akan bertemu dengan pria itu.
1 member....
2 member....
3 member....
4 member....
5 member....
6 member....
7 member....
8 member....
Inilah waktunya.
Dan Ia tiba pada mata itu lagi, mata yang selalu menatapnya sangat dalam. Mata yang bisa menenggelamkan pikiran seseorang, tanpa jeda sedikitpun, membuatmu semakin jatuh, terperosok semakin jauh dan jauh lagi. Hingga akhirnya kau tersadar kalau kau sudah berada pada titik terdalam.
Sangat dalam,
dan memang sedalam itu.
“Oh, noona... kau datang lagi”, pria itu membuka mulutnya, suaranya terdengar berat. Menyambangi telinga gadis itu secara perlahan.
“A..An..Anyeong haseyo, Kim Jongin.... senang bisa kembali bertemu denganmu”, sapa gadis itu sedikit kikuk. Membuat si lawan bicara tersenyum lebar mendengarnya. Entah, melihatnya seperti ini selalu membuat tingkat kebahagiaan Kai bertambah sekian persen, menjadi sebuah rutinitas yang dibutuhkan, menimbulkan rasa terus berharap agar gadis ini selalu datang.
“Annyeong haseyo”, balas Kai dengan sedikit membungkuk.
Keduanya sama-sama tersenyum.
“Noona, uh...hmm...kau terlihat cantik hari ini”
Gadis itu terdiam mendengar ucapan Kai.
"Ahh, maksudku, kau cantik, kau selalu cantik. Kau cantik setiap hari..... sangat cantik, seperti biasanya"
Kai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Karna gadis itu, ia mulai merasa kikuk juga.
"Ah, apasih yang kukatakan", batinnya.
Mukanya tertunduk sebentar, lalu melirik gadis didepannya lagi.
“Dan... terimakasih juga karna sudah datang”
