Satu dan hanya satu

19 3 4
                                    


Pantaskah aku disebut seperti itu? Tidak ada yang menyangka bahwa aku yang phobia segala hal berbau kekejaman bisa berbalik menjadi seorang pembunuh berdarah dingin yang memiliki jutaan rencana jahat dalam fikirannya.

Kalau difikir lagi, jelas saja tidak ada yang menyangka. Aku tak punya teman. Aku adalah makhluk penyendiri dan bahkan bisa disebut anti-sosial. Aku hanya kenal beberapa orang dan mereka hanya tahu aku menyukai hal-hal berbau kriminal dalam bentuk cerita, bukan film. Aku agak jijik melihat hal seperti itu secara visual.

Aku mencintai kesendirian, namun terkadang aku merasa kesepian juga. Tapi menurutku lebih baik sendiri daripada bersama orang banyak namun kau harus membangun benteng di dalam dirimu agar kau kebal mendengar ucapan pedas dan komentar satir.

Aku pernah mendengar bahwa cara mengatasi phobia adalah menghadapinya. Sejak saat itu, aku berubah. Sepertinya sesuatu di otakku telah berganti posisi.

Dahulu, aku hanya berandai-andai untuk membunuh saat aku sedang kesal, tak peduli siapapun itu. Dalam hal ini, semua orang kuanggap sama rata. Tak ada bedanya. Aku sering membayangkan bagaimana jika suatu saat aku jadi psikopat.

Aku siap meledakkan dinamit di mana saja, sebagaimana mereka meledakkanku dari dalam.

Aku siap menusukkan pisau ke mana saja, karena dulu aku sering ditusuk dengan pisau tak kasat mata.

Aku siap membunuh, semudah mereka menumbuhkan keinginanku untuk bunuh diri saat itu.

Aku siap merusak jiwa, sebagai ganti kerusakan jiwaku yang telah mereka buat.

Aku siap untuk meracun dengan racun apapun, seperti dahulu fikiranku telah teracuni.

Aku siap mematahkan mereka, semudah mereka mematahkan harapan-harapanku.

Aku siap menyakiti apa saja, sebab aku telah lelah tersakiti.

Aku siap, aku siap, aku siap!

Aku berprofesi sebagai pembunuh bayaran, jika itu bisa disebut profesi. Seperti di film-film, bukan? Namun inilah hidupku. Banyak darah di sana-sini. Pisau menancap, wajah pucat, organ tubuh tercecer sudah biasa kulihat. Padahal dulu, melihat darah saja aku sudah mau muntah. Kini, aku adalah wanita yang tak punya hati. Dingin dan kejam. Siap membunuh baik disuruh maupun sekadar kesenangan sendiri.

Misalnya saja aku melihat seseorang dari masa lalu dan tiba-tiba kenangan buruk muncul, aku membunuhnya. Namun hal itu jarang terjadi. Aku hidup jauh dari orang-orang yang pernah mengisi masa laluku.

Itulah hasil dari perubahanku selama beberapa tahun terakhir.

Terfikir olehku, apakah masih ada ruang kebaikan dalam diri ini? Jawabannya adalah tidak.

***

Suatu hari, saat aku sedang berfikir seperti itu, sebuah pesan masuk ke nomorku. Inilah dia... Akhirnya, tujuan hidupku tercapai juga. Aku akan melakukan hal ini, meski tidak dibayar sekalipun. Kenangan buruk mulai muncul bertubi-tubi dalam fikiranku...

Aku harus kembali ke masa laluku.

Hidupku adalah sebuah tragedi. Aku mati bersama orang-orang dari masa laluku dalam sebuah ledakan yang bisa disebut bom bunuh diri saat mereka semua berkumpul. Benar-benar momen yang pas untuk balas dendam sekaligus mengakhiri hidup.

Singkatnya, semua kulakukan saat reuni.

PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang