Chapter 2

2K 137 2
                                    

VOTE SEBELUM BACA !

***

            Aku hanya terduduk dengan malas di atas sofa milik Zayn. Hari ini aku menginap di rumah Zayn bersama Justin dan Caitlin. Setidaknya, tempat ini lebih baik daripada rumah Avan kemarin. Ya, kemarin aku menginap di rumah Avan. Aku malas sendirian di rumah. Jadi lebih baik aku menginap di rumah orang-orang terdekatku. Kutatapi Justin, Zayn dan Caitlin yang sedang bermain SORRY di atas lantai. Justin tampak tidak ingin berbicara denganku sejak aku datang ke rumah Zayn.

            “Sorry, Justin,” ujar Caitlin tertawa pada Justin. Justin hanya ikut tertawa dengan senang. Uh, aku benar-benar cemburu sekarang. Mereka begitu serasi, jika kulihat dari sini. Tapi aku mengembangkan senyuman palsu saat Zayn menatapku dengan tatapan yang aneh. Dia kasihan denganku, aku tahu itu.

            Aku memeluk perutku. Hari ini aku sangat kelelahan. Ingin aku pingsan dan perasaan cemas selalu menghampiriku. Kupejamkan mataku untuk mengurangi rasa lelahku ini. Dan seharian ini aku sering pergi ke toilet untuk buang air kecil. Tapi itu sudah tidak terjadi lagi sekarang. Hanya saja aku kelelahan. Tiba-tiba 2 buah tangan merangkulku. Sontak aku membuka mataku dan melihat Zayn yang ingin menggendongku. Langsung saja aku merangkulkan tanganku pada lehernya.

            “Kenapa kau terlihat begitu pucat? Apa kau sakit?” bisik Zayn bertanya dengan perhatian. Aku menggelengkan kepalaku dan memejamkan mataku kembali. Zayn melangkahkan kakinya untuk membawaku ke kamar kosongnya. *ceklek* Zayn menutup pintu kamarnya dan menaruh tubuhku ke atas tempat tidur.

            “Apa kau akan baik-baik saja jika aku tinggalkan sendirian di sini?” tanyanya dengan perhatian, lagi. Aku menganggukan kepalaku.

            “Tapi, tolong panggilkan Justin,” suruhku padanya. Ia menganggukan kepalanya dan tersenyum padaku. Pintu kamar kosong ini ia buka dan menutupnya kembali.

            Aku menatap langit-langit kamar ini. Perutku begitu kram dari tadi siang. Tapi aku selalu menahan rasa sakitnya. Kurasa aku harus pergi ke dokter kandungan. Kurasa kandungan ini sudah berumur 1 minggu. Karena aku pernah membaca artikel di internet, tanda-tanda kehamilan. Dan ya, mereka benar. Dokter-dokter itu memang benar.

            Pintu kamarku terbuka dan melihat Justin yang muncul di hadapanku. Ia tersenyum manis padaku. Seakan-akan tidak ada yang terjadi kemarin.

            “Jadi, bagaimana kabarmu?” tanyanya basa-basi. Aku ingin menamparnya. Sudah jelas-jelas aku pucat dan lemas. Ia masih bertanya bagaimana kabarku. Kabarku ? Aku hamil! Jadi aku lelah seperti ini. Lelah karena kau, Justin Bieber!

            “Apa kau sudah mencari pekerjaan?” tanyaku membangunkan tubuhku dengan susah. Dan berhasil! Aku menyandarkan tubuhku pada kepala tempat tidur. Menurut para dokter, kita harus duduk dengan baik jika kita sedang hamil. Meski aku tahu aku belum hamil lebih dari 6 bulan. Tapi setidaknya aku bisa belajar dari sekarang.

            “Ya, aku sedang berusaha. Dengar,” ucap Justin berhenti berbicara sejenak.

            “Aku akan berusaha untuk mencari pekerjaan apa pun itu. Dan aku akan bertanggungjawab atas kehamilanmu. Tapi tolong, jangan sekarang. Aku tidak bisa.”

***

*Author POV*

            “Apa yang bisa kaulakukan dengan supermarketku?” tanya seorang lelaki tua di depan Justin dan menautkan kedua alisnya. Ia tampak ragu dengan anak muda yang berada di depannya ini. Justin dengan acuhnya terkekeh pelan. Dan membenarkan cara duduknya menjadi tegap. Ia tampak tidak berperilaku sopan di depan kakek tua ini.

DEEP || Herren JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang