A. Manusia

58 0 1
                                    


Ketika waktu belum berawal, apakah yang terjadi saat itu? Saat...saat apa? Waktu belum tercipta. Penggunaan kata penunjuk waktu seperti "saat" pun tidak dapat digunakan. Bahkan tidak ada keadaan "sebelum waktu" tercipta, karena kata "sebelum" hanya nyata saat waktu sudah bergulir. Lalu, waktu belum berawal?

Sayangnya, ingatan awal ku hanya bermula ketika waktu baru saja tercipta. Entah bagaimana semuanya dimulai, saat itu semua jiwa makhluk dikumpulkan. Kami, jiwa-jiwa yang dikumpulkan masih berupa suatu entitas bersama yang siap untuk melepaskan diri menjadi individu yang tak terhubung satu dengan yang lainnya. Kami berkomunikasi dengan cara "berbisik" antara satu dan yang lainnya. Tidak ada kata ataupun kalimat yang dapat menggambarkan cara berkomunikasi ini.

Entah sudah berapa lama kami saling "berbisik", namun hanya ada satu pembicaraan yang terjadi yaitu, ingin menjadi apa? Aku tidak begitu ingat kapan dan apa saja isinya, tetapi kami pernah mendapat "bisikan" yang sangat panjang dari entitas eksternal selain kami. Komunikasi tersebut hanya terjadi sekali dan satu demi satu dari kami pun menjadi sebuah entitas individu sejak saat itu.

Terdengar sebuah "bisikan" yang mengatakan ingin menjadi malaikat karena selalu berbuat benar sesuai perintah. Meskipun akan lenyap di akhir waktu, ia akan mengalami kondisi yang hanya dirasakan malaikat. Sebuah jiwa lainnya ingin menjadi ternak, meskipun akan diperlakukan tidak baik dan dibunuh untuk makanan, ia akan masuk surga dengan mudah. Jiwa lainnya ingin menjadi iblis, ia langsung diolok-olok oleh jiwa lainnya, ia tahu mungkin ia akan masuk neraka, tapi menjadi seorang iblis membuat dadanya selalu berdebar-debar mengasyikkan. Sebuah jiwa mengatakan bahwa yang paling realistis adalah menjadi jin, jin mengetahui keadaan langit dan meskipun tidak kuat seperti malaikat dan iblis namun jin memiliki kemampuan untuk memilih antara surga dan neraka.

Ditengah keributan tersebut, sebuah jiwa menyatakan sebuah hal yang mengagetkan semuanya, aku ingin menjadi lebih baik dari semua jiwa yang ada, aku ingin menjadi manusia. Ia diteriaki bodoh oleh jiwa lainnya, banyak yang memelas agar ia merubah pilihannya, namun dengan tegas dan berapi-api ia mengucapkan sekali lagi bahwa ia ingin menjadi manusia. Jiwa tersebut pun menarik diri dan menjadi sebuah individu yang terpisah.

Keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, terjadi sebuah perbedaan pendapat pada entitas bersama ini. Apakah yang sebenarnya terjadi? Mungkinkan secara perlahan kami akan menjadi individu yang terpisah selamanya? Aku lebih nyaman dengan keadaan ini. Bersama dan saling memahami pemikiran satu sama lainnya sebagai sebuah entitas. Tidak pernah ada hal buruk yang kami alami, entitas ini selalu mengalami kehampaan akan ketiadaan tujuan. Apakah kami memang membutuhkan tujuan untuk menjadi sesuatu yang nyata? Ataukah kehampaan yang kami alami selama ini justru tujuan yang paling hakiki dari suatu keberadaan? Apa yang sebenarnya terjadi?

Malaikat hanya bisa mengikuti perintah dan iblis hanya bertidak melawan perintah. Apa bedanya dengan kami saat ini yang hanya dapat menjalani kehampaan?

Jin mengetahui langit dan mampu mengendalikan dirinya, bukankah seharusnya jin menjadi yang paling tinggi keberadaannya dibandingkan yang lain terutama manusia? Namun tidak, justru manusialah yang dijanjikan sebagai entitas yang dapat menjadi lebih tinggi dari yang lainnya. Suatu hal yang sungguh muskil jika mengingat kembali bisikan luar yang terjadi sebelumnya. Seingatku, manusia sudah pasti akan menjadi sesuatu yang menyeramkan, bahkan menempati neraka yang lebih dalam daripada iblis. Lalu, untuk apa keberadaan manusia ini hingga ia memiliki kemampuan menjadi lebih baik dari entitas lainnya. Pertanyaan yang lebih jauh lagi, untuk apa kami dipisahkan menjadi entitas individu yang kelak akan menyakiti satu dengan yang lainnya?

Aku terlalu tenggelam dengan kesadaranku sendiri hingga tidak menyadari bahwa kini seluruh jiwa lainnya mulai memperhatikan bisikanku. Mereka tidak mengerti bahkan tidak menyadari segala hal yang kubisikkan sebelumnya. Aku terdiam dari bisikanku. Mencoba memahami keadaan kami terhadap bisikanku tadi. Muncul sebuah perasaan baru yang muncul, namun aku tidak tahu bagaimana aku dapat menjelaskannya.

"Aku ingin menjadi manusia"

Sebuah kalimat yang keluar begitu saja tanpaku sadari. Seperti yang lainnya, setiap ada yang ingin menjadi manusia pasti akan mendapatkan cemoohan dari jiwa-jiwa lainnya. Aku tidak peduli.

Perlahan, jiwaku memisahkan diri dari entitas kebersamaan dan menjadi sebuah individu yang terpisah secara total. Tak ada lagi bisikan yang kurasakan, segalanya...hampa. Perasaan hampa yang menyesakkan langsung kurasakan.

Ingatanku pun berakhir. Aku tidak ingat apa yang terjadi setelah jiwaku melepaskan diri dan menjadi sebuah individu.

Ingatanku selanjutnya berawal disebuah tempat yang gelap. Sebuah suara yang tertuju padaku menggema dengan keras. Suara tersebut bertanya apakah aku masih ingat tiga pertanyaan sebelumnya? Pertanyaan apa? Aku bahkan tidak ingat apa yang tengah terjadi padaku saat itu. Celakalah kau. Ucapan tersebut terdengar sayup-sayup. Tidak menggema keras seperti sebelumnya. Saat itu, untuk pertama kalinya aku dapat melihat. Sosok dihadapanku yang perlahan menjauh, tampak begitu indah. Itukah malaikat? Bergerak dengan penuh keagungan dan keindahan. Keberadaannya dihadapanku saat itu sungguh membuat diriku dilingkupi perasaan yang hangat. Namun itu tidak berlangsung lama.

Makhluk lainnya segera menghampiri. Penampilannya berbeda jauh dengan makhluk yang kuanggap malaikat sebelumnya. Makhluk ini terlihat tampak sangat tua karena wajahnya dipenuhi oleh kerutan, terutama dibagian dahinya. Hal yang pertama kali ia lakukan saat melihatku adalah mengernyitkan dahinya dan menatapku sangat tajam.

"Kau bukan yang terpilih, celakalah kau manusia."

Makhluk tersebut segera pergi menjauh setelah mengucapkan hal tersebut. Perasaan hangat yang dihasilkan dari keberadaan malaikat pun seketika musnah. Sudah dua makhluk yang mengatakan aku akan celaka. Bukankah menjadi manusia artinya menjadi yang terbaik dari makhluk lainnya? Mengapa justru aku kini dianggap akan celaka? Apa kesalahanku? Kebimbanganku sepertinya menarik makhluk lain untuk datang menghampiri.

Makhluk tersebut tidak mengatakan hal apapun. Ia hanya tertawa, sangat keras hingga melebihi gema suara malaikat. Ia menatapku sangat tajam, penuh dengan senyum mengerikan diwajahnya. Sangat mengerikan hingga menyesakkan sekali dan tanpa sadar, akupun menangis dengan kerasnya. 

Aku telah terlahir ke dunia sebagai manusia.

Dongeng Sebuah LegendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang