***
BAB 6 - SALAH LIHAT
Dua hari setelah Maudy dan Nadien dibebaskan dari jeratan Keyna, mereka mulai mencari tahu informasi tentang Ferry, yang diduga kuat membunuh kepala sekolah SMAN 16 tahun 1990.
Mereka mendatangi sebuah perkampungan kecil di kota P, dan bertanya kepada wanita penjaga warung di sana.
"Permisi bu, apakah ibu pernah melihat laki-laki ini?" tanya Maudy. Tangannya merogoh sesuatu ke dalam kantung celana panjangnya dan menunjukkan sebuah foto berukuran 4 × 3. Itu foto Ferry saat dia meminta bantuan ke kepala sekolah SMAN 16.
"Namanya siapa kalau boleh tahu? Mungkin saya mengenalnya," kata ibu itu. Beliau duduk di salah satu kursi warungnya sambil memperhatikan foto itu secara saksama.
"Namanya Ferry. Sultan Abdul Ferry. Dia lahir di Kota PP, 19 Juli 1964," jawab Maudy. Dia membuka biodata laki-laki itu dari dalam tas kecil yang kebetulan dibawa oleh Nadien.
"Oh si Ferry Robert?" terka si ibu. Maudy dan Nadien mengerutkan dahinya, pertanda kalau mereka tidak mengerti tentang Ferry Robert.
"Dia dipanggil Ferry Robert disini karena ayahnya blasteran Inggris - Malaysia," Ibu itu tersenyum dan mengembalikan foto Ferry. "Dulu sewaktu dia berumur 20 tahun, dia sangat baik kepada kami. Dia juga menjadi laki-laki yang rajin dan bertanggung jawab. Tapi setelah ibunya meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas, Ferry menjadi laki-laki yang pemalas."
Ibu itu menarik dan membuang nafasnya sebelum dia melanjutkan ceritanya. "Sejak ibunya meninggal, Ferry menjadi pria yang suka mabuk-mabukan, pulang malam pasti bersama cewek dan ujung-ujungnya berakhir di kamarnya. Ayah Ferry sering memergoki kelakuan anaknya itu, tapi apalah daya orang tua yang sudah berumur 67 tahun? Apalagi kini tinggal dia sendiri karena istrinya sudah lebih dahulu dijemput oleh Tuhan."
"Pernah suatu hari, dua orang gadis berusia 19 tahun datang ke rumah Ferry untuk meminta pertanggung-jawaban karena mereka berdua telah mengandung anaknya. Ayah Ferry sangatlah marah dan mengusir anaknya dari rumah. Ferry pun merantau ke Jakarta dengan kedua gadis tersebut. Setelah dia berada di Jakarta, aku tidak tahu lagi ada apa dengannya dan bagaimana kabar dua gadis itu lagi," Ibu itu mengakhiri ceritanya. Tatapannya sedikit sedih ketika membayangi kejadian 20 tahun yang lalu. Maudy dan Nadien merasa sedikit iba karena melihatnya.
Yah dari cerita Ferry, pelajaran yang didapatkan oleh kedua gadis itu adalah: laki-laki pasti akan hancur jika kehilangan orang yang sangat dia sayangi.
"Lalu ..., bagaimana cara kami mendapatkan info tentang Ferry selama di Jakarta? Mungkin ibu tahu di mana dia tinggal terakhir saat di Jakarta?" Tanpa menjawab lagi, ibu itu masuk ke dalam warung dagangnya, dan keluar lagi sambil membawa sebuah kertas kecil yang lecek. Di dalamnya, terdapat sebuah lokasi pertama saat Ferry tinggal di Jakarta.
"Mungkin kamu bisa bertanya dengan tetangga-tetangga yang ada di lokasi ini. Mereka tahu banyak keberadaan Ferry dan informasi lainnya tentang pria itu," ujar si ibu. Maudy menerima kertas tersebut.
"Itu artinya kita harus terbang ke Jakarta? Malam ini juga?" tanya Nadien. Pandangannya kaget saat melihat anggukan kepala Maudy.
"Mau tidak mau, dan suka tidak suka, kita harus tetap pergi ke Jakarta walaupun kita baru saja dibebaskan dari Keyna. Oh ya, mungkin aku akan bertemu Anwar di kantor supaya mau membujuk Keyna untuk bercerita sedikit tentang Ferry."
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Sekolah
Mystery / ThrillerAkhir-akhir ini, SMAN 16 menjadi sorotan publik terkait kejadian pembunuhan misterius. Motif pelaku tidak diketahui dan hanya memburu siswi primadona di sekolah tersebut. Sebagai anggota detektif, Nadien dan Maudy ditunjuk oleh Anwar untuk mengusut...