It Is Just a Number

996 97 18
                                    

Perasaan ini receh sekali. Pikir Junhoe saat ia sendiri di kamarnya. Menatap cahaya rembulan yang menembus jendela kamarnya. Tangannya menggenggam erat ponselnya. Kata "Bobby, Jiwon" masih tertulis di sana dan pemuda itu tidak mempunyai keinginam untuk menempelkannya ke telinganya, bahkan untuk memencet tombol merah itu saja tidak.

"Aku ada di depan pintu rumahmu, aku akan masuk,ya?

Chagi?"

Chagi.

Bahkan panggilan "chagi" dari suara yang berasal dari ponselnya itu tak berhasil membuatnya menarik senyuman selayaknya ia kemarin atau mungkin hari-hari yang lalu. Kepalanya pening, hatinya bergemuruh penuh keraguan akan apa yang harusnya ia lakukan.

Antara menyudahi semuanya atau ia harus menyimpan perasaan menjengkelkan ini lebih lama. Entahlah.

"Chagi?"

Mendengar suara itu, Junhoe berbalik menatap sumber suara. Matanya sayu, terlebih kala kelihat pria bermata sipit itu menggenggam sebuket bunga mawar merah. Layaknya kekasih normal. Ya, kekasih normal.

"Ada apa denganmu?"

Junhoe merasakan pelukan hangat di lehernya. Ia merasakan kehangatan itu semu, hatinya masih membeku dengan lukanya. Luka karena rasa bersalah yang entah apa bisa sembuh atau tidak.

"Aku tak apa."

"Kau ini pembohong paling payah, kau tahu?"

Junhoe mengiyakan dalam hati. Rengkuhan pria itu semakin lama semakin erat, membuatnya sesak. Sesak akan pelukannya, juga sesak karena cintanya. Cinta Jiwon terlalu berat untuknya, setidaknya itu yang ia pikirkan kala Jiwon merengkuhnya atau sekadar membisikan aku mencintaimu padanya. Semakin besar cinta Jiwon padanya, saat itulah luka di hati Junhoe menganga lebih lebar.

"Kau bisa membagi keresahanmu padaku."

Tentu Junhoe ingin meringankan segalanya, tanpa perlu menambah beban pada pria yang ia cintai itu. Sesungguhnya ia ingin menumpahkan segalanya, meluap-luapkan kefrustasinnyaya yang ia tahan begitu lama. Yang baru kali ini memuncak kala Jiwon melihatnya tengah dalam rengkuhan pria lain beberapa hari yang lalu.

"Kau masih ragu dengan kelanjutan kisah kita?"

"Jiwon-hyung, aku tidak bisa terus begini. Kau sendiri sudah sangat sakit karena aku bukan?"

Pria bernama Jiwon itu berjongkok di hadapan Junhoe. Junhoe merasakan kecupan lembut di kedua pipinya, juga keningnya.

"Kau tahu dengan jelas kalau aku mencintaimu." Bisik lembut pria itu di telinga Junhoe, membuat Junhoe merinding mendengar suara husky itu. "Kau tidak perlu takut. Dia mungkin saja menyerah jika ia berada di posisiku, tapi aku tidak, Goo Junhoe."

"Aku tahu kau kuat," ujar Junhoe sembari menangkup kedua pipi tirus pemuda bermarga Kim itu. "Tapi, kuat itu ada batasnya. Aku terlalu menyebalkan untuk mempertahankanmu, bukan?"

"Junhoe-ya, jangan seperti itu," Jiwon mengambil tangan Junhoe lalu menggenggamnya erat. Mata meraka beradu tatap dan Jiwon menyadari dengan jelas bahwa mata Junhoe mulai berkaca-kaca. "Bayarannya memang aku harus tega melihatmu berjalan dengan orang lain, tapi aku tak apa. Apalagi kelihatannya kau tidak bisa melepaskannya begitu saja karena ia mengikatmu dengan erat."

Ucapan itu berhasil membuat air mata jatuh dari kedua mata Junhoe. Tenggorokannya tersekat, ia menahan diri untuk tidak mengeluarkan isakkan namun ia gagal.

Mau merelakan diri menjadi satu-satunya yang terluka pun tidak bisa, karena dari setiap rasa sakit Junhoe dari sanalah luka dalam hati Jiwon tumbuh. Percuma.

"Kau mau menjadikanku yang kedua, ketiga atau keempat, aku tidak peduli. Semua urutan itu hanyalah angka bagiku."

"Aku mencintaimu."

-the end-

Efek lagi stress huhuhu. Gatau bikin apaan. Cuman selingan aja kok :3

Ff Bobjun pertamaku. Kayaknya selain Junhyeong aku juga bakal bikin Bobjun. Jarang jarang june uke/?

Komen ya aku ingin tau pendapat kalian tentang ff ini atau junbob kkkk~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It Is Just A NumberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang