Tubuh Digo sudah normal seperti biasanya. Tak ada lagi erangan kesakitan yang memekik telinga Sisi. Digo bangkit, menundukkan kepalanya. Setelah 10 menit berlalu ia bisa terbebas dari rasa sakit yang menyiksanya. Entah ini sudah keberapa kalinya ia tersiksa karena kutukan yang membelenggu hidupnya itu.
"Digo lo beneran nggak papakan?" tanya Sisi lagi. Dan lagi-lagi Digo menjawabnya dengan gelengan dan seyuman yang ntah mengapa menghangatkan hati Sisi yang risau.
"Lo beneran nggak papa, kan? Lo bikin gue khawatir tau nggak!" Sisi menatap Digo tak percaya. Digo bisa saja menjawab tidak apa-apa namun dibalik tidak apa-apa bukan berarti baik-baik saja.
"Ayo lo ikut gue sekarang!" Digo tiba-tiba menarik tangan Sisi tidak sabaran.
Sisi yang terkaget hanya bisa diam selama beberapa detik. Saat sudah sadar ia melepaskan cengkraman Digo kasar dan menghapus sisa-sisa air mata yang menggenang di pipi chubby-nya. "Heh! Lo tu ya, udah bikin gue khawatir sekarang lo main tarik-tarik tangan gue seenak jidat lo," erang Sisi kesal.
Digo diam tak menjawab. Kali ini Digo kembali ke wujud aslinya yang sangat tengil dan menyebalkan. Dan lagi-lagi Sisi hanya pasrah tangannya ditarik oleh Digo, dalam hati Sisi hanya bisa mengumpat dan berdoa agar Digo tak mengetahui umpatannya.
"Lo bisa diem nggak sih! Tinggal ikutin gue aja apa susahnya?!" Sisi diam membeku, ternyata Digo mengetahui umpatannya.
"Si...." Digo membalikkan badannya menengok ke arah Sisi yang tepat berada di belakangnya. "Aw! Kalo mau berhenti bilang-bilang dong! Kan jadinya jidat gue kepentok elo."
"Udah deh nggak usah manja, cuma segitu doang udah kesakitan, gimana nanti kalo ada yang gebugin lo. Bisa-bisa lo udah mati di tempat lagi," ledek Digo. Sisi yang mendengarnya langsung melotot tajam, tangannya yang sendari tadi digunakan untuk memggosok jidatnya yang memerah kini sudah beralih fungsi untuk memberi pelajaran kepada Digo, namun sayang Digo sudah menahannya terlebih dahulu.
"Si, lo bawa mobil, kan?"
"Iya, emang kenapa lo nanya-nanya mobil gue?" selidik Sisi.
"Udah nggak usah banyak protes, sekarang kita cabut dulu, ntar gue kasih tau kita bakal ke mana." Digo melangkah mendahului Sisi menuju ke tempat di mana mobilnya Sisi terparkir. Sisi hanya bisa melongo melihat kelakuan arwah tengil yang satu ini. Demi Tuhan, ia baru pertama kalinya menemukan dan mengenal hantu ataupun arwah yang tengilnya melebihi Ibu tirinya sendiri. Sisi tak habis fikir, melihat kelakuan arwah yang satu ini.
"Bentar-bentar, lo nggak bisa seenaknya gitu aja dong! Lo harus kasih tau gue kita bakal ke mana, kalo nggak, gue ogah nganterin lo!" Sisi melipat tangan di depan dadanya. Tak peduli bagaimana reaksi Digo terhadap dirinya. "Oke-oke, lo anterin gue ke markas geng motor gue. Di sana lo juga bisa nanya-nanya tentang hidup gue dan cewek sialan itu ke temen-temen gue. Nggak ada protes!!"
"Hah! Geng motor! Ogah! Gue nggak mau berurusan sama geng motor. Gue paling anti sama yang namanya geng motor! Ingat, garis bawahi kata geng motor!" tolak Sisi tak mau.
Mata Digo sudah melotot tajam mendengar jawaban Sisi. Sisi menelan ludahnya susah payah. Ia paling tidak suka dipelototi seperti itu dan akhirnya menyerah dan menuruti perintah Digo.
***
"Jadi ini tempatnya?" tanya Sisi dan dijawab anggukan oleh Digo.
"Lo ingetkan cerita gue yang pas di rumah sakit. Pas gue berantem sama bokap gue, gue lari ke sini nyari ketenangan. Jadi, lo bisa nyari informasi tentang gue lagi di sini. Jangan takut! Mereka baik kok." Tiba-tiba Digo menghilang entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Soul [mate]
FanfictionMenjadi seorang gadis indigo sebenarnya bukanlah pilihan. Sisi tidak bisa menyangkal jika di dalam tubuh mungilnya terdapat suatu kelebihan yang tak semua orang miliki. Hingga semua lika-liku hidupnya tak pernah surut dari kata mistis, miris, dan cu...