Bertemu

16 3 0
                                    

"Gak takut lo sendirian di sini? Nangis pula, gak takut di kira Kuntilanak?" Sebuah suara memberhentikan tangisan tertahan yang dikeluarkan Khansa.

Dia menoleh ke arah suara yang tadi menyindirnya. Dahinya berkerut karena wajah orang yang berbicara padanya tadi tak terlihat karena tak ada cahaya yang masuk ke ruangan ini.

Ya. Khansa di ruang UKS sendirian. Malam hari. Dan menangis.

"Kenapa nangis?" Tanyanya lagi.
Khansa tak menjawabnya. Karena Khansa merasa tak perlu menceritakannya kenapa dia menangis pada orang yang bahkan tak tau wajahnya seperti apa.

"Lo gagu?" Bersamaan dengan pertanyaan yang begitu sarkatis lampu UKS menyala tiba-tiba.

Cerahnya lampu menyilaukan pandangan Khansa untuk melihat sekitarnya. Setelah membiasakan matanya dengan cahaya, Khansa bisa melihat seorang pria yang cukup tampan-tidak- sangat tampan sedang menatapnya.

Khansa terpaku menatap pria di hadapannya ini.

Pria tampan ini bertanya padaku?

"Lo bisa jawab pertanyaan gue sekarang." Suaranya mampu membuyarkan lamunan Khansa.

"Emm, maaf. Apa tangisanku ngeganggu Mas?" Tanya Khansa berbisik.

"Gue gak tanya itu. Gue tanya kenapa nangis?" Tanyanya masih dengan datar.

"Khansa-maksudnya Aku gak bisa jawab pertanyaannya mas." Khansa mendunduk tak berani menatap tajamnya tatapan pria di hadapannya.

"Jadi nama lo Khansa?"
Khansa mengangguk.

"Anak baru?"
Khansa mengangguk lagi.

"Gue harap lo gak ngangguk lagi ngejawab pertanyaan gue ini. Jurusan apa?" Sekarang dia duduk di hadapan Khansa yang mulai berani menatap Pria di hadapannya.

"Ekonomi." Jawab Khansa.

"Gue minta maaf sebelumnya, kalau gue liat lo yang ngeliat Andy, senior jurusan Ekonomi nembak cewek dengan romantis." Jelas pria ini dengan wajah datar.

Flashback

Sedari tadi yang diperhatikan Khansa hanya pada satu orang. Pria lebih tepatnya. Pria yang menjadi alasannya berada di sini. Kuliah di sini. Seorang pria yang menjadi seniornya di sini. Menjadi cintanya disini. Khansa berharap, setelah 3 tahun mencintai diam-diam, dia bisa dekat dengan cintanya.

Tapi saat Khansa melihat dengan matanya sendiri. Bahwa cintanya memilih wanita lain.
Off

Khansa melotot mendengarnya. "Ja..jadi mas.. mas ngeliat Khansa?" Tanya Khansa dengan terbata.
"And sorry for second time, gue gak sengaja juga ngikutin lo sampai sini."

Lagi-lagi Khansa melebarkan matanya. "Jadi mas ngikutin Khansa juga?" Tanya Khansa sedikit berteriak.

Pria itu mengangguk.
"Kenapa mas ngikutin Khansa?" Tanya Khansa.

"Gue, gak tau." Jawabnya sedikit gugup.

"Kenapa juga mas masuk sini? Mas perlu obat atau?" Tanya Khansa menggantung.

"Gue meriksa aja lo masih di sini atau udah balik ke tenda. Eh, gue masuk lo malah nangis. Tadinya gue udah mikir kalau yang nangis itu kuntilanak."

"Kenapa mas mau meriksa Khansa masih di sini atau udah balik ke tenda?" Khansa bertanya lagi.

"Lo kebanyakan tanya kenapa. Mendingan lo balik ke tenda sekarang, sebelum yang lain pada nyariin lo." Usirnya.

"Sebenernya Khansa takut balik ke tenda sendiri. Mas bisa tolong anter Khansa gak?" Bisik Khansa.

"Kenapa gue?" Sebelah alisnya mengangkat.

"Karena mas yang ada di sini."
"Yaudah. Cepet!" Dia bangkit dan berjalan terlebih dahulu.

"Mau sampai kapan lo duduk di situ?"

Khansa terkejut dan langsung berdiri dan mengikuti pria tadi.

Gak apa apakan, gue bikin cerita baru. Story kemarin gue mentok ga bisa nerusin. Sumber cerita gue entah pergi kemana. Jadi ya bikin yg baru aja. Hehehe peace :)

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang