PERJALANAN dengan pesawat terbang keselatan terasa begitu ceoat sekali. Pesawat terbang yang mereka tumpangi rasanya baru saja tinggal landas, Eh .. tahu-tahu sudah mendarat lagi. Setidaknya begitulah yang dirasakan anak-anak.
Rumah susun tempat mereka tinggal selama berlibur dikota itu terletak di tepi jalan yang ramai dengan lalu lintas. Dan tempat tinggal itu luas, jadi sesuai dengan jumlah mereka yang berenam. Atau bertujuh dengan Timmy.
Seperti biasa, paman quentin lamgsung mengurung diri didalam kamar kerja untuk menyelesaikan catatan serta menelepon. Sementara itu bibi Fanny mengajak anak-anak melihat kamar-kamar yang akan mereka tempati.
George dan Anne sangat gembira. Keduanya meneliti kamar mereka yang mewah sampai ke sudut-sudutnya. Timmy berjalan dengan hati-hati. Anjing itu cerdas, bisa membedakan antara jalan di kebun rumah dengan dilantai karpet dalam tempat tinggal di kota.
Dengan cepat koper-koper sudah dikeluarkan isinya. Anak-anak mendatangi Bibi Fanny, yang saat itu juga sudah selesai berbenah.
"Sekarang kita harus berbelanja dulu," kata Bibi Fanny, "sambil berbelanja kita juga bisa melihat-lihat. Karena itu bagaimana jika kita sekalian saja melancong! Dengan begitu paman Quentin bisa bekerja dengan tenang."
Anak-anak langsung setuju. Mereka memang sudah tidak sabar lagi, ingin berjalan-jalan sambil melihat-lihat.
"Kota ini indah," kata julian setelah beberapa saat melihat-lihat. "Penduduknya begitu banyak, dan lampu lalu lintas!""Semuanya serba modern!" sela George.
"Dan tokonya bagus-bagus!" kata Dick dan Anne mengomentari.
Sejak berangkat Timmy diam saja. Ia tidak menggonggongo dengan gembira, seperti biasanya. George tahu kenapa anjingnya itu begitu. Timmy kesal karena harus memakai kalung leher dan dituntun dengan tali. Padahal biasanya ia boleh berkeliaran secara bebas. George mengelus-elus kepala Timmy."Jangan merasa terhina Tim," katanya membujuk.
"Disini lalu lintas sangat ramai. Bagimu lebih aman jika ku tuntun dengan tali. Kau memang anjing yang biasa berhati-hati. Taoi kau tidak biasa berada ditempat seramai ini. Lagi pula aku tidak tahu,apakah kau bisa membedakan warna hijau dan merah pada lampu lalu lintas!"Timmy menggonggong sekali. Ia sudah puas, karena george memperhatikan dirinya. Bagaimana pun, baginya hanya satu yang paling penting, yaitu bisa ikut dengan george!
Setelah melihat-lihat daeraj pertokoan yang terdapat disekitar tempat tinggal mereka dan menghapalkan nomor-nomor bis yang lewat serta tujuan masing-masing, keempat anak itu kemudian membantu Bibi Famny berbelanja.Selesai berbelanja, semua kembali dengan gembira kerumah. Sehabis makan, paman Quentin menjelaskan acaranya selama kongres. Ia akan sibuk terus dari pagi sampai malam, dan baru pulang saat makan malam.
"Dan sementara itu aku akan melancong bersama anak-anak, melihat-lihat kota," kata Bibi Fanny. "Disini banyak tempat-tempat yang sangat indah, begitu pula museum-museum yang menarik. Dan mungkin pula aku nanti bisa menemukan beberapa barang antik."
Anak-anak tersenyum. Mereka mengenal kegemaran Bibi Fanny, yang suka sekali datng ke pelelangan untuk membeli barang-barang bagus disitu. Tapi walau begitu mereka sendiri tidak ingin selalu ditemani orang dewasa. Di Kirrin mereka bisa dengan bebas berkeliaran sendiri, sambil menjelajah ke mana-mana. Tidak bisakah mereka begitula pula disini? Keesokkan harinya george menanyakan hal itu pada ibunya.
"Jika kota ini nanti sudah sangat kita kenal,bolehkah sekali-kali berpergian sendiri tanpa ibu?" tanyanya.
"Aku tidak bilang tidak boleh," jawab Bibi Fanny sambil tersenyum, karena mengenal baik. Kebiasaan george bersiasat. "Tapi kalian harus berjanji akan selalu hati-hati dan tidak berbuat yang aneh-aneh. Aku mengandalkan diri pada Julian, karena selama ini sudah berulang kali di buktikannya bahwa ia sangat berhati-hati.""Ah masa, Bi," kata Julian malu-malu. Tidak enak rasanya mendengar pujian itu.
"Kau yang paling tua diantara kalian berempat, dan selalu menimbang masakan sebelum melakukan sesuatu. Kalau tidak ada kau, kurasa sepupumu bisa nekat lagi. Kau kan mau berjanji agar dengan segera mencegahnya kalau hal seperti itu nampak akan dilakukan olehnya, ya?"George menggigit bibir, agar tertawanya tidak tersembur ke luar. Anak itu biasa berbuat semaunya dan bahkan sering perbuatannya menulari yang lain-lain, termasuk Julian! George memang sangat lincah. Ada-ada saja akalnya. Ia sangat menggemari petualangan. Ia selalu mencari hal-hal yang baru baginya. Entah bagaimana, tapi nampaknya ia selalu saja terlibat dalam kejadian yang aneh-aneh.
Rasa ingin tahu yang selalu ada dalam dirinya sudah sering menyebabkan lima sekawan itu berhasil membongkar berbagai peristiwa misterius. Berulang kali mereka mengalami petualangan seru, dan cukup sering pula mereka berjasa, membantu polisi membongkar kasus-kasus kejahatan.Tiga hari berikutnya penuh dengan pelancongan. George beserta ketiga sepupunya sudah mengenal baok liku-liku kota yang baru sekali mereka kunjungi itu. Tapi kota itu memang sangat menarik. Banyak sekali taman, air mancur, toko-toko, serta kebun-kebun bunga disitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMA SEKAWAN:menyergap Penyelundup Mutiara
MaceraCerita ini diterbitkan dari novel lima sekawan pada tahun 1985 Ciptaan Enid Blyton Diceritakan oleh Claude voilier Cover by:seffyraamalia